Seorang anak kecil perempuan duduk di atas ayunan tua, ia diam tak bergerak. Matanya hampa menatap langit yang berwarna jingga. Ia menggenggam tali ayunan itu erat-erat ia sangat merindukan orang tuanya pada jingga yang mengingatkannya pada Senja ibunya dan pada angin semilir yang bertiup mengingatkannya pada Bayu ayahnya. Bekas luka di tubuhnya sudah mengering saat ia terjatuh di jurang kecil dalam hutan. Namun luka hatinya melihat orang tuanya dibunuh tanpa ampun tak pernah kering. Ia belum sempat bertanya mengapa harus orang tuanya ? Apa alasannya ? Anak kecil itu menunduk dalam tak dihiraukannya anak-anak lain sedang bergembira karena pesta ulang tahun seorang anak orang kaya tengah di gelar di panti asuhan itu. Suara musik, tawa riang dan sesekali balon yang meletus diikuti gelak tawa anak lainnya tak mampu manggugah hati anak perempuan itu.
“Hey… kenapa kamu disini ? Kamu tidak suka pesta ulang tahun ?” tanya seorang anak laki-laki yang berdiri di hadapannya.
“Di dalam banyak sekali kue dan hadiah apa kamu tidak mau ?”.
Anak perempuan itu mendongak mengamati penampilan anak laki-laki yang ia rasa lebih tua darinya.
“Kamu yang lagi rayakan ulang tahun yaa ?” tanyanya dengan suara lirih. Anak laki-laki itu hanya mengangguk.
“Kenapa kamu menangis ?” anak laki-laki yang tadinya ingin mengajaknya masuk justru ikut duduk di ayunan di samping anak perempuan.
“Aku rindu orang tuaku, mereka baru saja meninggal.”
“Ooh… begitu… Aku juga kadang rindu pada ibuku karena ibuku juga sudah meninggal itu lah sebabnya ayahku merayakan ulang tahunku disini agar anak-anak yang rindu pada orang tuanya bisa bergembira bersama di tiap ulang tahunku.”
Anak laki-laki itu teringat sesuatu dan mengambilnya di saku celananya.
“Ini hadiah dariku, kamu jangan sedih lagi yaa…” ia mengangsurkan sebentuk jepit rambut berbentuk kupu-kupu pada anak perempuan itu.
Anak perempuan itu menatapnya heran dan terdiam ia ragu menerimanya.
“Tadinya aku ingin memberikan ini kepada ibu Rima tapi aku ingin kamu yang pakai. Ini hadiah dari teman baru kamu jadi jangan sedih lagi.”
“Terima kasih.” jawab anak perempuan itu sambil tersenyum manis. Lalu ia mengulurkan tangannya, “Nama kamu siapa ? Namaku Sofia.”
***
Alarm pagi berbunyi, tangan Anna menggapai-gapai mencari letak weker yang berdering keras. Jarinya menyentuh tombol dan seketika benda itu terdiam dan hanya menyisakan bunyi tik tok jarum jam. Anna masih ingin melanjutkan tidurnya namun ia tersentak dan segera menyibak selimutnya ia teringat ada janji dengan desainer gaun pengantinnya di kota. Ia bergegas bangun dan bersiap-siap. Sejak peristiwa lamaran yang tragis karena ia jatuh dari kuda ia begitu antusias mengurus rencana pernikahannya dengan Biyan.
“Pagi ayah !” serunya ketika menghampiri dokter Rasyidi di meja makan. Aroma roti bakar menguar di sekitar ruangan. Sejak peristiwa jatuhnya ia dari kuda bi Inah diminta untuk tinggal menemani Anna, butuh waktu sekian pekan baginya untuk sembuh dari lengannya yang terkilir dan kepalanya yang cidera.
“Pagi Anna, ada rencana hari ini ?” laki-laki paruh baya itu sedang menikmati secangir teh dan roti bakar yang disiapkan bi Inah. Sejauh ini rasanya ia belum percaya jika sebulan lagi putranya akan menikahi gadis ini. Tingkah laku Anna yang manis, sopan dan ceria mengikis perlahan kecemasan Rasyidi, kecemasan yang hanya ia yang tahu.
“Ayah tidak ke klink hari ini kan ? Aku minta tolong ayah temani aku ke kota.” Anna mengambil setangkup roti bakar hangat dan memakannya tanpa selai.
“Baiklah Nona manis… Kau sudah seperti putriku sendiri dan akan menjadi menantuku. Ayah dengan senang hati membantu persiapan kalian dan kebahagiaan kalian adalah kebahagiaan ayah.” Rasyidi melipat korannya dan menghabiskan teh di cangkirnya. Sekilas ia melihat Anna yang tersenyum lebar. Biyan tak ikut sarapan bersama merek karena sejak semalam ia tak pulang. Ada operasi pasien hingga putranya menginap di klinik.
“Kapan kita berangkat An ?”
“Sekarang ayah.” Anna pun bergegas mengunyah rotinya dan meminum segelas susu.
“Pelan-pelan saja Anna, waktu kita masih banyak kok. Ayah mau ganti baju dulu.”
Anna sekali lagi tersenyum lebar diikuti bi Inah yang turut merasakan aura kebahagiaan penghuni rumah ini. Tak butuh waktu lama mereka berdua sudah berada di mobil tuk perjalanan ke kota. Mereka berdua tampak akrab seperti ayah dan putrinya, Anna tertawa tergelak mendengar cerita tentang Biyan kecil dan cita-cita Biyan yang ingin jadi pelaut. Yaa tentu saja hanya itu yang bisa diceritakan Rasyidi, bagian cerita jika Biyan bukan putra kandungnya akan tetap dia simpan rapat-rapat mungkin sampai ia menutup mata kelak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Justus Janis
👏
2020-04-28
0