Sesampainya di rumah, Ghifar terus memikirkan perkataan Novi. Ia sampai tidak bisa tidur, teringat ucapan Novi yang begitu menyayat perasaan sensitifnya.
Ting……
Ghifar langsung melirik ponselnya. Layarnya menyala, dengan pesan masuk yang langsung terlihat di tengah-tengah layarnya.
Far…. Kal ada di rumah aku. Dia lagi kerja kelompok sama Aniq di rumah umi Shasha.
Ghifar menghela nafasnya, lalu berniat membalas pesan tersebut.
Biar aku jemput pulang, Kak belum makan siang.
Namun, Ghifar langsung mendapat balasan foto putrinya yang tengah menyantap makan siang bersama seorang anak seusia putrinya. Mungkin itu yang disebut Aniq oleh Rauzha, pikir Ghifar.
"Tidur, Kaf. Papa mesti kerja." Ghifar kebingungan untuk meninggalkan Kaf.
Sejak menjemput Kaf pulang sekolah, Ghifar belum berangkat ke perusahaannya lagi. Ghifar tidak tega meninggalkan Kaf sendirian. Ditambah lagi, keadaan anak itu sedang kurang sehat.
"Jangan kerja lagi, aku tak ada temennya." Kaf menangis dengan memeluk leher ayahnya, yang berbaring di sampingnya.
Ghifar tidak mampu berucap. Ia mengusap-usap punggung anaknya, dengan memandang kosong ruangan kamarnya. Kelopak matanya begitu sesak menahan rasa sensitifnya, tetapi hatinya begitu terasa hampa. Jika ia menangis pun, ia tidak tahu menangisi apa.
Puluhan panggilan dari stafnya pun tak ia hiraukan. Ia masih menunggu putrinya datang, untuk menjaga adiknya. Namun, sepertinya Kal tengah terhanyut di masa-masa bermainnya. Hingga pukul dia sing, Kal belum juga kembali.
Ghifar meninggalkan putranya yang masih terlelap. Ia mengutak-atik ponselnya, dengan berdiri di depan jendela kamarnya.
Ia harus menghubungi kakaknya Aniq, untuk meminta Kal cepat kembali.
Tut……
Panggilan telepon terlewat satu kali. Ghifar langsung mengulanginya, untuk menghubungi Rauzha.
Ting, tong…..
Ghifar langsung berjalan ke lantai bawah, dengan mengantongi ponselnya.
"Siapa yang datang?" Ghifar bertanya-tanya seorang diri.
Ceklek….
Pintu terbuka lebar, menampilkan Rauzha yang tersenyum lebar dengan menggandeng tangan Kal. Wajah kaku Ghifar, ditangkap dan dimengerti anaknya itu.
"Papa marah? Maaf ya?" Kal langsung memeluk pinggang ayahnya.
Ghifar mengusap-usap kepala anaknya yang terlapisi kerudung berlogo sekolah dasar setempat. Ia memandang Rauzha seribu makna.
"Makasih." ucap Ghifar singkat.
Ghifar coba mengerti, bahwa seumuran anaknya tengah asyik dengan dunianya bersama teman-teman sebayanya. Tapi ia marah dengan dirinya sendiri, karena ia meninggalkan pekerjaannya di kantor. Ia pun tidak kuasa meninggalkan anak bungsunya sendiri di rumah.
Ia berada di posisi serba salah.
"Sama-sama. Lain kali cek PR Kalista ya, Far. Semua PR-nya terbengkalai, tapi dimaklumi gurunya. Aku tau sendiri pagi tadi, soalnya Aniq berangkat sekolahnya telat. Dia tak berani sendirian masuk ke kelas, jadi aku anter dia sampai ke kelasnya. Eh tak taunya, lagi ada Kal berdiri di depan kelas sambil ditanya gurunya."
Ghifar memejamkan matanya. Ia sadar, dirinya tidak mampu mengurus Kal terlalu jauh. Ia hanya menanyakan apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh anak itu. Ia mengurus kebutuhan Kal, makanan Kal, pakaian Kal. Namun, ia tidak sampai mengurus tugas-tugas Kal. Bukannya ia lalai, tapi ia tidak mampu meraup semua kewajiban yang ia emban.
"Iya, ibunya udah tak ada soalnya. Nanti besok-besok aku tanya juga PR-nya. Makasih ya, Roza?" Ghifar tersenyum samar.
Ghifar bisa menangkap keterkejutan di wajah Rauzha.
"Eummm, maaf ya aku tak tau soalnya. Kalau butuh bantuan aku, tinggal telpon aku aja Far. Minggu ini aku lagi shift malam juga, jadi pagi sampai petang ada di rumah."
Ghifar mengangguk, "Ya, nanti aku kabarin kalau butuh bantuan kau."
Rauzha mengangguk dengan senyum manisnya, "Aku pamit dulu ya?" Rauzha beralih memandang Kal, "Kakak pamit dulu ya, Dek?" Rauzha menyentuh pipi Kal.
"Ya, Kak. Makasih ya udah bantu selesaikan semua PR aku?" sahut Kal dengan senyum lebar.
"Sama-sama. Dadah…." Rauzha melambaikan tangannya, sebelum ia berbalik badan dan berjalan menuju motor matic miliknya.
Ghifar memandang lajunya kendaraan itu, sampai tak terlihat lagi di matanya.
Benarkah ia membutuhkan penyambung tanggung jawab istrinya di rumah? Karena ia sendiri merasa tak mampu mengerjakan semua tugas dan kewajibannya.
Tapi, apa ini tidak terlalu cepat?
Benaknya memiliki banyak pertanyaan untuknya sendiri.
"Aku harus tukar pikiran."
Ia masih berdiri di ruang tamu rumahnya, dengan pikiran yang rumit.
"Pa….." lamunannya tersadar, mendengar suara anak pertama yang dulu begitu ditunggu-tunggu kehadirannya tersebut.
"Ya." Ghifar bergegas memenuhi panggilan tersebut.
Hingga setengah jam kemudian, Kal tengah anteng bermain ponsel peninggalan ibunya itu. Ia duduk di sofa yang terdapat di dalam kamar ayahnya itu, guna menemani adiknya yang terlelap.
Sedangkan, ayahnya tengah menemui laki-laki yang dulu pernah menyandang status sebagai musuh terbesarnya. Ghifar menemui kakaknya di rumah kakaknya. Ghifar sedikit tenang meninggalkan putra bungsunya, karena ada putri sulungnya yang menjaga putra bungsunya.
Givan dan Ghifar sejak kecil sering mengalami selisih paham. Hingga saat di masa dewasa mereka, Givan membalas kekesalan atas ketidakadilan yang ia rasakan pada kekasih Ghifar. Ia memperkosa kekasih adiknya sendiri, yang membuat Ghifar mengalami disfungsi seksual.
Ghifar tidak kuasa menyaksikan kekasihnya bermandikan darah, atas perlakuan kakaknya. Belum lagi, kakaknya sempat menikahi kekasihnya tersebut untuk permasalahan tanggung jawab.
Namun, sekarang mereka sudah saling mengerti satu sama lain. Kedewasaan dan pola pikir yang matang, membuat mereka menjadi saudara sekandung yang saling membantu satu sama lain.
"Kakak ipar, bang Givan ke mana lagi sih?" Ghifar merasa jenuh menunggu Givan kembali.
"Bentar, Far. Ra minta cebok sama ayahnya soalnya."
Ghifar terkekeh geli, mendengar hal itu. Kakaknya sungguh berubah seratus delapan puluh derajat.
"Mau pinjam uang kah, Far?" tanya kakak iparnya dengan menyajikan minuman di meja.
"Sialan kau! Mentang-mentang sekarang bang Givan udah kaya, segala nyangka mau minjam uang." Ghifar pun memahami itu hanya gurauan saja.
Tawa lepas keluar dari mulut kakak iparnya.
"Ya udah, bentar ya?" kakak iparnya berlalu pergi ke dalam rumah.
Ghifar hanya mengangguk, dengan kembali memperhatikan isi ruang tamu kakaknya yang penuh dengan perayaan pernikahan ketiga kakaknya tersebut.
"Apa, Far?" Givan muncul dengan menggendong anaknya di bahunya.
"Aku mau ngobrol serius, Bang. Tuyul kau kasiin dulu ke maknya kenapa sih?!" Ghifar teringat akan keponakannya yang begitu aktif itu.
"Istriiii….. Bawa main anak kau nih! Sana coba ke warung atau ke mana. Kau tak pengen jajan kah?"
"Aku ngantuk. Tinggal lepasin di luar sama kakak-kakaknya tuh." suara itu mengambang, tanpa sosok yang muncul.
Givan menghela nafasnya, dengan Ghifar yang cekikikan melihat penderitaan kakaknya.
"Aku males betul di rumah makanya. Kek jadi bapack-bapack rumah tangga, kek jadi baby sitter."
Givan malah teringat sikap kakaknya saat belum memiliki banyak anak, "Tapi kau beda kali sekarang, Bang."
Givan melirik malas adiknya, "Resikonya anak di perut masalahnya, Far. Mau keras sedikit juga, takut fatal akibatnya. Lemah betul hamil yang sekarang ini."
"Yayah jajan…." anak yang tidak mau anteng di pangkuan ayahnya tersebut semakin bertingkah.
"Hadeh….." Givan menggendong anaknya, kemudian membawanya keluar.
Ghifar geleng-geleng kepala. Rasanya sulit sekali bertukar pikiran dengan kakaknya itu. Jika pada ayahnya atau ibunya, Ghifar khawatir mereka malah mengambil pilihan untuk mengurus cucu mereka dari Ghifar. Dengan seperti itu, orang tuanya pasti direpotkan lagi olehnya.
...****************...
Jangan salfok ke kakak ipar ya 😬
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 314 Episodes
Comments
Yuli Amoorea Mega
Canda kah...klo ria pasti manggilnya bang k ghifar....
2022-04-16
0
My_ChA
semua masih salfok sm istri Yayah Ipan 😅😅. tp masih dirahasiakan, Krn canda blm selesai ceritanya.
ghifar yg sabar, semangat. move on emang susah. tp demi kebaikan bersama sebaiknya cari pengasuh dulu klo emang blm bisa cari istri. kasihan anak kau, diusia mereka sosok ibu penting perannya. meski kau tdk bisa menerima setidaknya pikirin anak kau. demi kebaikan bersama jg, perusahaan kau jg butuh kau. klo smpe gulung tikar apa kau sendiri yg tidak susah nantinya. nasib karyawan kau jg ada ditanganmu. seseorang yg berarti dan berharga buat kita tak mungkin terlupakan, dan akan selalu menempati sebagian dr hati kita. ada tempat khusus buat mereka, begitu jg kin. tp kita gak boleh stuck di situ, kalo itu merugikan semuanya. semangat selalu ponakan aunty yg paling manis
2022-04-16
1
HIATUS NYONYA Ris
semua malah meraba siapa istri Givan,,, 😅
2022-04-16
2