"Ya, Nov. Ada masalah di perusahaan, ditambah bang Givan pun mau ke Kalimantan dulu katanya buat urus tambang."
Novi menggaruk kepalanya, ia merasa perusahaan milik Ghifar berjalan stabil. Bahkan, ia kemarin baru menerima laporan tentang perkembangan perusahaan.
"Kenapa, Nov?" Ghifar merasa sedikit curiga dengan gerak-gerik Novi.
Ghifar khawatir Novi mengulang kecerobohannya. Membuatnya berprasangka jelek, tentang reaksi Novi tadi.
"Tak apa." Novi menarik senyum manisnya untuk Ghifar.
"Kalau butuh bantuan aku, telpon aja ya? Aku mau ada rapat di luar." lanjut Novi kemudian.
"Ok, Nov. Aku mau nyari bang Givan dulu." Ghifar berjalan meninggalkan Novi.
Novi sampai memutar tubuhnya, kala Ghifar melewati tubuhnya. Senyumnya terukir begitu menggelikan, Novi bagai tergelitik melihat penampilan gondrong Ghifar.
Karena menurutnya, Ghifar terlihat seperti barang antik keluaran gudang yang penuh debu. Harusnya, Ghifar pun menyadari bahwa penampilannya harus lebih diperhatikan kembali. Karena ini menyangkut wibawanya sebagai pemilik perusahaan.
"Heh! Kau dari mana?" Givan muncul dengan suara tingginya.
Ia menghampiri Ghifar yang tengah celingukan, seperti tersesat di kantornya sendiri.
Ghifar cengengesan, "Dari ngaca." jawabnya enteng.
Givan hanya geleng-geleng kepala, lalu menarik baju di bagian lengan adiknya. Agar adiknya mengikuti langkahnya, dengan mendengarkan ocehannya tentang perusahaan yang lama Ghifar tinggalkan itu.
Ghifar menyimak dengan seksama, "Tak ada masalah ya, Bang? Ini berarti cuma masalah SDA dan saham itu ya?" tanya Ghifar, dengan membolak-balikkan map yang ia dapat dari kakaknya.
Givan mengangguk, "Ya, kau harus beli balik saham di Abang. Abang udah terlalu kaya, takut malah doyan nikah."
"Halah, memang nyatanya kau doyan nikah. Buktinya…." celetuk Ghifar untuk kakaknya itu. Namun, harus terpangkas dengan sikap konyol kakaknya.
"Bukan sekejap denganmu, bukan mainan hasratku. Engkau pun tau niatku, tulus dan suci."
Ghifar melongo saja, melihat kakaknya bersenandung dengan merentangkan tangannya itu.
"Terserah kau lah, Bang." Ghifar menyerah, ia lebih milih menggaruk kepalanya saja.
"Udah ya, Abang tinggal ya? Abang mau ke Kalimantan." Givan menyudahi tingkah konyolnya.
Tiba-tiba, Ghifar menahan tangan kakaknya yang hendak pergi itu.
"Nantilah, aku belum ahli. Nanti keteter gimana?" Ghifar panik di situ.
"Hmm…" Givan mengusap-usap dagu mulusnya, "Tanya Novi aja ya? Kau limpahkan ke Novi, kalau kau tak sanggup." ia mengusap bahu adiknya.
"Ya udah, Bang." Ghifar mencoba mengerti, bahwa selama ini ia banyak merepotkan kakaknya itu.
"Ok, sesekali ajak anak-anak Abang kalau Abang lagi ke Kalimantan sama kakak ipar kau."
Ghifar hanya mengangguk, membiarkan kakaknya berlalu pergi meninggalkannya di depan jendela besar ini.
Pikiran Ghifar berkecamuk, lantaran dirinya tidak yakin bahwa dirinya mampu mengayomi perusahaan turun temurun tersebut. Ia khawatir, perusahaan itu hancur di tangannya sendiri dengan keadaannya yang masih terpuruk. Pasti ia disalahkan banyak pihak, terutama keluarga besarnya.
Ghifar berjalan menuju ruangannya. Sayangnya, ingatan pedih berputar di ruangan yang penuh kenangan itu. Ia merasa, istrinya berada di berbagai sisi.
Ghifar menyadari satu hal. Ia sadar dan ia tahu dengan kewarasannya, bahwa dirinya sudah ditinggal pergi istrinya untuk selamanya. Ghifar pun menyadari masalah besar keterpurukannya ini. Yaitu, ia tidak bisa melupakan sosok ibu dari anak-anaknya.
Tok, tok….
Ghifar menoleh ke arah pintu ruangannya yang masih terbuka lebar tersebut. Alisnya terangkat sebelah, saat ada seseorang yang tidak ia kenali.
"Siapa?" Ghifar berjalan mendekat ke arah pintu.
"Saya sekertaris pak Givan kemarin. Tadi Saya sudah konfirmasikan ke pak Givan, Saya diperintahkan untuk meminta tanda tangannya pada Bapak Saja."
Ghifar terdiam sesaat. Sejak kapan dirinya mempekerjakan seorang wanita, untuk bagian yang paling dekat dengan dengannya?
Ke mana perginya Romli, tetangga belakang rumah ibunya yang mengisi posisi sebagai sekertarisnya dulu?
"Siapa nama kau?" tanya Ghifar dengan menerima map tersebut.
"Jeni, Pak." jawabnya kemudian.
Ghifar manggut-manggut, "Lalu, asisten Saya siapa sekarang?" ia memiliki prasangka bahwa posisi asistennya diisi dengan seorang wanita kembali.
"Asisten Bapak, tengah ikut rapat. Nanti juga akan datang ke ruangan Bapak, karena meja kerjanya di depan meja Bapak."
Ghifar menghela nafasnya, ia sedikit tidak nyaman dengan kabar tersebut. Kabar sekertarisnya seorang perempuan pun, sudah membuat risih hidupnya.
Kekhawatiran Ghifar satu, ia khawatir istrinya salah paham.
Namun, ia teringat dan tersadar secara langsung. Bahwa itu bukan masalah lagi sekarang, karena tidak ada yang mengisi posisi sebagai istrinya lagi.
Sayangnya, hal itu tetap membuat hati Ghifar membatin.
"Kau orang mana, perasaan tak pernah lihat." mereka masih mengobrol di ambang pintu.
Satu lagi kejanggalan diri Ghifar. Ia diajarkan untuk mengutamakan orang terdekat dan warga kampungnya, untuk bekerja di perusahaannya.
"Makassar, Pak. Saya kerabatnya bang Lendra."
Ghifar hanya manggut-manggut. Ie berbalik masuk ke dalam ruangannya, kemudian menutup pintunya.
Ghifar langsung bersandar di kursi kebesarannya, dengan berusaha memahami isi dokumen dalam genggamannya tersebut.
Sulit baginya, untuk mengerti isi wacana di dalam sini. Apa lagi, otaknya lama tidak dihidangkan urusan kantor lagi.
Ceklek….
"Nanti biar Saya cek dulu."
Ghifar menoleh pada seseorang yang baru masuk tersebut. Ia mengerutkan keningnya, melihat seseorang yang berpenampilan cukup berani itu.
"Heh…" Ghifar memutar kursinya, dengan sorot mata yang fokus memandang tubuh sintal yang tercetak jelas di pakaian kerja ketat tersebut.
"Tak sekalian tel*nj*ng aja!" tambah Ghifar, yang membuat wanita tersebut sangat terkejut.
Namun, mereka malah sama-sama tersentak kaget. Saat menyadari, ternyata mereka saling mengenal.
...****************...
Masih inget Jeni?
mantannya bang Dendi itu loh 😌 Banyak pemain baru ya rupanya 😣 atau pemain lama 🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 314 Episodes
Comments
Sri Muliani
next thor
2022-04-09
1
liatina
ayo far hilangin troma nya, kamu harus bangkit demi anak "😊
2022-04-08
4
Alea Wahyudi
bang ghifar semoga cepet cepet move on jangan merasa masih terbebani sikap mendiang istrinya trs , udah jd duda ttp aja seakan aturan2 istrinya masih berlaku....sampe jaga jarak dg perempuan, kasian....
2022-04-08
3