Bibir mereka basah, dengan mata Ghifar terpejam menikmati nalurinya sendiri.
Nafas Novi begitu ngos-ngosan, Novi tidak siap menerima serangan sepupunya itu. Cekalan tangannya pada kerah kemeja Ghifar masih begitu kuat, lantaran ia mengunci pergerakan Ghifar agar tidak condong ke arah wajahnya lagi.
"Far…. Kau pulang lah! Darah mimisan kau ngucur terus." Novi dengan suara bergetar, mengingatkan sepupunya itu.
Air matanya menetes tidak terasa, dirinya kian merasa bersalah pada sosok Kinasya yang melakukan tindakan reflek, atas kesalahpahaman yang terjadi karena dirinya dulu. Novi benar-benar tidak ingin lingkungannya membenarkan prasangka Kinasya dulu.
"Hm?" Ghifar malah bersandar pada sofa, dengan memijat-mijat pangkal hidungnya.
"Maaf, Nov."
Novi merasa heran dengan Ghifar. Ghifar menyadari hal itu, tetapi Ghifar malah melakukannya dengannya.
Jika ada orang yang tahu, mereka benar-benar percaya akan kejadian yang keluarga Kinasya tuduhkan padanya. Ia bukan perusak rumah tangga bosnya sendiri. Ia bukan perusak rumah tangga sepupunya sendiri.
"Aku ke toilet dulu." Novi bergegas pergi.
Ia bercermin, melihat pantulan wajahnya. Darah mimisan Ghifar sampai menempel di wajahnya, karena kebuasan Ghifar.
Laki-laki yang cenderung alim tersebut, bak peribahasa sungai tenang bukan berarti tiada buaya. Novi pun cukup shock, mendapat ciuman buas dari sepupunya.
Novi tidak pernah berpikir sedikitpun, bahwa hal tadi akan terjadi begitu cepat.
"Bagaimana ini?" tangannya gemetaran, ia merasa canggung untuk menemui Ghifar kembali.
Ia seolah-olah seperti tersangka, yang dihakimi oleh masa.
Tok, tok….
"Nov, aku numpang cuci muka." suara berat Ghifar, membuat getaran aneh di hati Novi.
"Ya, Far." Novi canggung untuk menyahuti Ghifar.
Ceklek….
Novi memalingkan wajahnya, saat mereka berpapasan di ambang pintu kamar mandi tersebut. Ghifar diam tanpa kata, ia melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Dengan Novi yang melenggang dengan kaki dan tangan yang begitu dingin.
Ini memang bukanlah hal yang baru untuknya. Namun, yang menjadi Novi seperti ini. Karena kenyataan, bahwa ia pernah dituduh penyebab kematian mendiang Kinasya. Ditambah lagi, pelaku ciuman buas itu adalah sepupu Novi tersendiri.
Novi merasa aneh, apalagi jika terendus keluarganya. Ini seperti hal yang tidak lazim, yang dilakukan oleh saudara sepupu.
Ghifar sudah bisa mengatur dirinya. Ia keluar dari kamar mandi, dengan penampilan yang sudah lebih fresh.
"Nov, aku ada masalah sama pekerjaan aku. Aku tak paham, mengenai wacana yang ini." Ghifar bersikap, seolah tidak terjadi sesuatu di antara mereka.
Novi mendongakkan kepalanya, ia menatap kaku Ghifar yang berjalan menuju meja kerjanya dengan membawa sebuah map berlogo perusahaan kopi tersebut.
"Biar aku pahami dulu, Far." Novi mengambil alih map yang Ghifar sodorkan tersebut.
Kemudian, Ghifar duduk di kursi yang berada di depan meja Novi. Mereka berhadapan, tetapi netra mereka fokus masing-masing.
"Jadi gini, Far….." Novi mencondongkan tubuhnya, untuk menerangkan pada Ghifar.
Ghifar begitu fokus menatap wajah cantik Novi, bukan menatap map yang Novi tunjukkan sebagai bahan obrolan mereka. Ghifar baru menyadari hari ini, ternyata sepupunya begitu cantik bagai bidadari.
"Yang…. Di kantor kau jangan macem-macem, Yang."
Peringatan itu, terlintas kembali di ingatan Ghifar. Wajahnya langsung sendu, saat secuil klise mendiang istrinya terus bermunculan satu persatu.
"Paham tak, Far?"
"Eummm?" Ghifar meluruskan pandangannya ke arah Novi kembali.
"Gimana, Nov?" lanjutnya kemudian.
Novi menghela nafasnya. Novi tidak tahu, bahwa lawan bicaranya sedari tadi hilang fokus.
"Niat kau datang ke sini ini untuk apa, Far? Kalau kau cuma mau cari obrolan, cari wacana, cari informasi, kau bisa datang ke rumah ibu kau, terus minta aku buat cerita semuanya, di luar jam kerja. Waktu aku, bukan cuma untuk jelasin ini dan itu ke kau Far. Tanggung jawab aku besar untuk perusahaan kau, apalagi bang Givan udah angkat tangan sekarang." Novi memalingkan wajahnya ke jendela besar sejenak, "Kalau kau mau kembali mikul perusahaan kau, ya aku pasti bantu. Aku ajari, di mana letak ketidakpahaman kau. Aku tak mungkin lepas tangan, dengan keadaan kau yang tidak paham dengan seluk-beluk perusahaan kau sendiri." pandangan Novi fokus pada wajah Ghifar tadi.
"Aku ngerepotin ya, Nov?" Ghifar tertunduk, dengan menggosokkan kedua telapak tangannya.
Ghifar lebih sensitif sekarang.
"Iya! Makanya yang serius. Mau kerja, ya kerja! Yang semangat! Pikiran kau, fokusin semua ke sini. Kalau di rumah, boleh lah kau bagi pikiran kau sesuka hati kau sendiri. Maaf ya, kalau aku yang cuma pekerja kau, tapi sampai kek gini ke kau. Tapi ini semata-mata untuk kebaikan kau, biar kau ngerti dan paham keadaan ini."
Inilah yang membuat Ghifar tertarik menjadikan Novi CEO di perusahaannya. Sifat tegas Novi, cocok sekali untuk posisi ini menurut Ghifar.
"Iya, Nov." suara lembut tersebut, selalu membuat candu tersendiri.
"Ya udah, jadi gimana? Mau dari mana dulu? Penjelasan dari bang Givan cukup tak? Apa kita perlu terjun ke lapangan, biar kau lekas paham sama keadaan aslinya. Tak melulu pemahaman dari laporan aja."
Ghifar mengangguk menyetujui. Menurutnya, hal itu jauh lebih efektif untuk menerangkan suatu laporan padanya. Ketimbang, ia harus memahami isi wacana dalam bentuk laporan.
"Ya udah, ayo." Novi bangkit, ia berjalan mendahului untuk keluar dari ruangan itu.
Semangat Ghifar mengumpul. Ia bangkit dari duduknya, dengan senyum lebarnya.
Menurut Ghifar, benar perkataan Novi. Ia tidak boleh terus melamun, saat raganya tengah bekerja seperti ini.
Ghifar mengangguk dan memahami penjelasan Novi, sepanjang perjalanan mereka menyusuri gudang penyimpanan barang mentah tersebut. Ghifar merasa sedikit bangga dengan dirinya sendiri, karena ia memilih orang yang tepat untuk menjalankan perusahaannya.
Hingga beberapa jam kemudian, sudah waktunya untuk mereka pulang dari gedung tinggi tersebut. Ghifar menggaruk kepalanya, lantaran ia bingung tidak memiliki transportasi untuk kembali pulang ke rumahnya.
Kendaraan online, jelas tidak terjangkau di kawasan tengah ladang seperti ini. Ini bukanlah perusahaan besar, tetapi keuntungan perusahaan tersebut mampu mencukupi kebutuhan hidup seluruh anggota keluarga besar yang bekerja di sana. Belum lagi masyarakat sekitar yang ikut sejahteranya saja, dengan perusahaan yang semakin berkembang tersebut.
"Pulang tak, Far?" Novi menyapa Ghifar, yang duduk seorang diri di trotoar taman depan perusahaannya tersebut.
"Kau kek orang hilang." Novi terkekeh, melihat Ghifar yang masih stay di posisinya.
Ghifar tersenyum samar, "Lupa tadi bang Givan balik duluan. Mana, tadi berangkatnya pakai satu motor. Motor mamah aja." ujar Ghifar dengan memainkan ranting pohon yang sudah kering.
"Ya udah, ayo ikut aku."
Tanpa berpikir panjang, Ghifar langsung naik ke jok belakang motor Novi. Karena hari sudah sore, Ghifar memikirkan kedua anaknya yang celingukan di rumah. Ghifar teringat, akan anak-anaknya yang takut dengan kegelapan. Sedangkan, tangan mereka belum sampai untuk menyalakan saklar lampu rumah tersebut.
Seperti dejavu untuknya, karena ia pun pernah mengalami kejadian ini dengan istrinya. Di mana saat itu Ghifar sakit, saat menghadiri pernikahan siri adiknya. Ia diantar pulang oleh mendiang istrinya, dengan menggunakan motor seperti ini.
Ghifar coba mengerti, bahwa kejadian ini tidak disengaja. Lagi pula, ia enggan untuk meminta pertolongan ayahnya hanya untuk menjemputnya pulang bekerja. Ia sadar, hidupnya sudah merepotkan banyak orang. Terutama, orang tuanya.
Ghifar mengetahui semua mata tertuju padanya, tidak terkecuali Novi pun merasa demikian. Yang ada di pikiran Novi, tuduhan dan sangkaan enam bulan silam dibuktikan mereka hari ini.
Padahal, itu tidak benar sama sekali.
Ada sepasang mata yang memperhatikan mereka, saat mereka melewati sebuah warung kopi kecil. Laki-laki Itu langsung naik pitam, melihat……
...****************...
Laki-laki ini siapa ya? Bang Kenandra kah? Itu loh, kakaknya Kinasya.
Baca Belenggu Delapan Saudara ya, adegan Ghifar dan Kinasya ada beberapa di sana. Baca novel karya author yang lain juga ya, tokoh-tokoh yang tidak dijelaskan di sini, biasanya hadir di novel lama.
Kek Dewi itu. Dia mantan Ghifar yang pernah telponan sama Ghifar, masa Ghifar udah jadian sama Kin. Scene ini juga ada di Belenggu Delapan Saudara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 314 Episodes
Comments
liatina
pastilah prasangka orang geliat novi ma ghifar berdua, jadi orang membenarkan meningalnya kin karena ulah novi. serba salah jadi novi kan 😔😔😔
2022-04-10
1
Mamahna Kamila
serba salah jadi Novi 🤦🤦🤦🤦
2022-04-10
1
HIATUS NYONYA Ris
kenandra dah gabung juga...?
bukannya dia dekat sama Ghifar jaman di Bali?
2022-04-10
1