"Hah?" Ghifar melongo saja, melihat Rauzha membukakan pintu untuknya.
"Kok ada di sini? Aku salah rumah kah?" Ghifar garuk-garuk kepala.
Rauzha tersenyum ramah, "Memang kau cari siapa, Far?" tanyanya kemudian.
Ghifar coba melihat ke arah dalam, tetapi begitu sepi. Tidak ada seseorang yang ia kenali di dalam sana.
"Tante Shasha. Salah rumah ya aku?" Ghifar masih mempertanyakan itu.
Rauzha tertawa dengan menutup mulutnya, "Tak kok, bener ini rumah umi Shasha. Bapak aku nikah sama umi Shasha, makanya aku tinggal di sini. Bentar ya aku panggilkan." Rauzha meninggalkan Ghifar yang masih berdiri di ambang pintu.
Ghifar berbalik badan, kemudian ia mengedarkan pandangannya pada sekeliling rumah ini.
Begitu aneh menurut Ghifar. Tante Shasha begitu lama menjanda, mungkin sekitar tiga puluh tahun. Tetapi saat sudah memiliki cucu seperti ini, tante Shasha malah memilih untuk menikah kembali.
"Hei, jagoannya Adi Riyana. Apa kabar, Bang Ghifar yang waktu kecil suka getok kepala Haikal?" sapa tante Shasha dari dalam rumah.
Ghifar langsung berbalik badan, kemudian tersenyum ramah.
"Baik, Tante. Ini aku diminta ambil pesanan mamah." Ghifar langsung mengutarakan tujuannya.
"Masuk aja dulu, biar tante siapkan." tante Shasha membuka pintu lebih lebar.
Ghifar mengira, saat ia datang ia hanya tinggal membayar dan membawa pulang pesanan ibunya. Ternyata salah, Ghifar harus menunggu untuk itu.
"Aku tunggu di luar aja, Tan." Ghifar sudah melirik dua kursi yang berada di teras.
"Oh, ya udah. Bentar ya? Tante tinggal dulu."
Ghifar langsung mengangguk, kemudian ia langsung menduduki kursi saat tante Shasha masuk kembali ke rumah rumah.
Penampakan rumah yang begitu pangling di mata Ghifar.
Sorot matanya tertuju pada sebuah mobil yang masuk ke halaman rumah ini. Ghifar geleng-geleng kepala, lantaran akses motornya ditutup oleh mobil tersebut.
Seorang laki-laki paruh baya keluar dari dalam mobil dengan tergesa-gesa.
Namun, ia menyempatkan diri untuk menyapa dan menunjuk tubuh Ghifar.
"Calonnya Roza kah? Bentar ya, bentar. Abi kebelet ke kamar mandi." laki-laki tersebut langsung memasuki rumah.
Salah paham sudah.
Ghifar menghela nafasnya, tuduhan yang salah. Ia memang duda, tapi ia tidak memiliki komitmen baru dengan wanita manapun.
"Mana tante lama lagi. Giliran nanti udah dapet barang, malah susah ngeluarin motornya. Dasar, bapack-bapack." Ghifar memijat pelipisnya.
Ghifar mendengar langkah kaki samar, sebelum munculnya Rauzha dari dalam rumah.
"Ini ya calonnya aku?" ujar Rauzha dengan tertawa geli.
"Maaf ya, akses jalannya ketutup." setelah tertawa, Rauzha berjalan ke arah mobil dan mengeluarkan kembali mobil tersebut dari halaman rumah.
Mobil itu berhenti kembali, lalu Rauzha keluar dari dalam sana.
"Di sebelah mana rumah kau, Far?" tanya Rauzha dengan berjalan ke arah teras rumah.
"Di sana, blok Ujong Blang." Ghifar menunjuk arah selatan.
"Gimana kabar Kinasya? Istri kau itu, yang pernah negur aku. Anak kau udah berapa sekarang?"
Ghifar menaikan sebelah alisnya, ia baru tahu hari ini kalau Kinasya pernah menegur Rauzha. Ghifar pun berpikir, apa tante Shasha tidak bercerita bahwa istrinya telah tiada.
Dalam hatinya, Ghifar sungguh tidak bisa mengatakan di mana istrinya. Karena kebenaran yang keluar dari mulutnya itu, nanti akan membuatnya cengeng.
"Anak aku udah dua. Cepatlah kau nikah, jangan punya adik lagi." Ghifar menggoyangkan telunjuknya ke kiri dan kanan.
Rauzha tertawa geli, dengan duduk di kursi yang berada di sebelah Ghifar.
"Adik aku yang paling kecil, itu dari umi aku. Terus beliau meninggal satu tahunan yang lalu. Kan kasian adik aku tak ada yang urus, aku kan tugas shift. Aku belum gelar spesialis soalnya, jadi masih masuk dokter jaga." Rauzha mentertawakan dirinya sejenak, "Karena aku tak selalu mampu urus adik, jadilah abi mutusin buat nikah lagi. Biar ada yang jaga Aniq, biar ada yang nemenin Aniq kalau aku shift malam." lanjutnya dengan senyum yang selalu terjaga.
Ghifar manggut-manggut, sesekali ia melirik ke arah pintu. Ia mengharapkan tante Shasha segera keluar, karena ia tidak suka berlama-lama di sini. Ia canggung, jika dihadapkan seorang wanita dewasa.
Yang Ghifar syukuri malam ini adalah satu. Untungnya, Rauzha mengenakan baju longgar. Ia trauma melihat perempuan menarik, ia khawatir darah mimisannya membuatnya malu sendiri.
"Far…. Boleh aku minta nomor telepon kau? Anak kau suka celingukan kalau mau pulang, soalnya becak motornya tak selalu ada. Tadi siang aja, dia aku antar pulang. Tapi katanya berhenti di ruko galon aja, adiknya ada di sana katanya."
Ini menyangkut kepentingan Kal menurut Ghifar. Ghifar berpikir, lain kali ia bisa mengatakan terima kasih lewat telepon jika Rauzha mengantarkan anaknya lagi.
"Boleh, boleh. Sini HP-nya."
Ghifar langsung menyalin nomornya di kontak telepon Rauzha. Setelah itu, ia mengembalikan ponsel Rauzha.
"Aku kasih nama Ghifar. Makasih ya, siang tadi nganterin Kal. Aku sibuk kerja soalnya, saudara aku pun lagi pada sibuk juga." Ghifar tersenyum ramah.
Ia ramah pada orang, seperti biasanya. Pikirannya mulai bisa teralihkan, sehingga tak melulu melamuni mendiang istrinya.
Sebenarnya, yang diperlukan Ghifar dari awal itu hanya satu. Ia harus bersosialisasi, agar mampu sejenak melupakan kedukaannya.
"Istri kau memang ke mana, Far? Kenapa istri kau tak jemput anak kau?"
Lagi-lagi pertanyaan itu dilontarkan padanya.
Ghifar menghela nafasnya, lalu ia menyarankan punggungnya dengan menatap lurus ke depan.
Haruskah ia mengatakan? Tapi untuk apa juga Rauzha tahu statusnya sekarang? Ghifar menganggap hal itu tidak penting untuknya dan orang bersangkutan.
"Coba tanyakan ibu sambung kau, udah jadi belum pesanan mamah aku." Ghifar mengalihkan pembicaraan.
"Oh." Rauzha menengok ke arah jendela yang tembus ke area dalam, "Bentar ya, Far?" Rauzha bangkit dan berlalu masuk.
Ghifar hanya mengangguk, dengan pandangannya yang menjelajahi sekitar rumah ini. Banyak yang berubah di sini, Ghifar pun sampai pangling sendiri.
"Maaf ya lama, Far." tante Shasha muncul, dengan menenteng beberapa kantong belanjaan.
"Iya, Te. Tak apa. Ini uang dari mamah, Te." Ghifar menyerahkan amanat tersebut.
"Oh, iya." tante Shasha menerima uang tersebut, dengan kantong belanjaan yang berpindah ke tangan Ghifar.
Tante Shasha menghitung uang tersebut, "Makasih ya, Far? Pas uangnya." tante Shasha tersenyum lebar, "Maaf ya tadi om Ato salah paham."
Oh, jadi nama ayah Rauzha adalah Ato? Benak Ghifar bertanya seorang diri.
Ghifar seperti menemukan bahan ledekan untuk Rauzha. Ia menahan tawanya, karena teringat masa dirinya kecil dulu yang suka meledek nama orang tua temannya.
"Ya, Te. Sama-sama. Mari, Te." Ghifar tersenyum ramah, kemudian berjalan ke arah motornya.
Ghifar sedikit bersyukur, karena Rauzha membenahi posisi mobil ayahnya. Sehingga ia memiliki akses untuk keluar dari halaman rumah tante Shasha.
"Ini, Mah." Ghifar langsung memberikan kantong belanjaannya pada ibunya, setelah ia sampai di rumah.
"Tak kembalian kah, Far?" mamah Dinda melongok isi kantong belanjaan tersebut.
"Katanya pas, Mah." Ghifar sudah celingukan, ia berniat untuk pamit pulang.
"Sini dulu, Far. Mamah mau ada ngomong sama kau." mamah Dinda menepuk sofa di sebelahnya.
Ghifar sudah memandang ke arah pintu. Sedikit kekhawatirannya, tentang anaknya yang terbangun lalu mencari keberadaannya.
"Apa, Mah?" Ghifar masih berdiri mematung.
"Ini tentang….
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 314 Episodes
Comments
khair
apakah Novi? apakah Rauzha?
2022-04-13
1
Edelweiss🍀
Wah, kayanya Rozha ini kandidat deh sama2 dokter juga kan. Atau jangan2 malah sama Novi lagi🤔
2022-04-13
1
Red Velvet
susah memang nyari pengganti, karena ditinggal pas lgi sayang2 nya. apalagi ini baru juga 6 bulanan....
2022-04-13
2