"Berhentilah menangis!! Dasar cengeng!" bentak Charlie pada Heera yang terus menangis sepanjang jalan.
"Ma--maaf," cicit Heera.
Srutttttt......
Heera menyedot ingusnya, membuat Charlie merasa jijik.
"Iuuuhhh... jorok sekali!" ketus Charlie.
"Maaf," cicit Heera lagi.
Charlie memutar bola matanya malas. "Terus saja meminta maaf!" ketus Charlie lagi.
"Maaf," ucap Heera sangat pelan sekali, karena takut dengan Charlie.
"Diamlah!" Charlie mendengkus kasar, lama-lama jengkel juga mendengar Heera terus meminta maaf.
Cih! Wanita ini, pandai sekali berakting. Cibir Charlie dalam hati.
Tut... Tut....
Panggilan masuk ke ponsel Charlie, membuat Charlie berdecak pelan ketika melihat nama kontaknya.
"Yah, ada apa?" ucap Charlie pada orang di seberang.
"Benarkah Anda sudah menikah?" tanya orang diseberang cepat.
Charlie melirik ke arah Heera yang ternyata juga tengah menatapnya. Buru-buru Herra mengalihkan pandangannya.
"Kenapa memangnya?" jawab Charlie ketus.
"Waaah! Selamat! akhirnya, Anda menikah juga!"
"Diamlah! Tidak ada selamat-selamat! Aku saja terpaksa dengan pernikahan ini!"
Mendengar ucapan Charlie, membuat Heera semakin sedih saja.
Apa sebegitu tidak berharganya Aku? tanya Heera dalam hati.
Heera memperhatikan Charlie yang masih menelpon.
Laki-laki ini, miskin. Tapi, jika kulihat dia sangat tampan. Pantas saja, jika dia tidak mau bersamaku Batin Heera.
"Ayo, jalan!! Mengapa kau masih di sana!!"
Teriakan Charlie membuat Heera tersentak dari lamunannya.
"Eh! Iyah, tunggu!!" Heera berlari mengejar Charlie, sedangkan Charlie malah tertawa-tawa melihat cara berlari Heera. Bagaimana tidak, tubuh Heera yang sangat gemuk itu bergerak seluruhnya ketika berlari.
"Kenapa tertawa?" tanya Heera takut-takut.
"Ahahaha. Cara berlarimu itu, Hahaha."
"Maaf."
Ucapan Heera langsung membuat Charlie menghentikan tawanya.
Ia menatap Heera dengan menaikan sebelah alisnya.
"Kenapa terus meminta maaf?! Apa kau ingin aku merasa bersalah, karena telah menertawakanmu?" ketus Charlie.
"Tidak, maaf, bukan begitu, maksudku, aku--"
" Aakh! Sudahlah! Jangan diteruskan! Aku paham! Ayo, cepat! Lebih baik jalan lagi! Ini sudah sangat malam!" ajak Charlie.
Heera pun mengangguk dan mengikuti langkah Charlie.
Meski galak, tapi dia baik. Lagi, Heera kembali berbicara dalam hati.
Kau akan merasakan akibatnya besok pagi, karena kau dan keluargamu itu, berani-beraninya sudah menjebakku! Gerutu Charlie dalam hati sambil menyeringai kearah Heera.
Ceklek
Charlie membuka pintu kontrakannya.
"Masuklah!" perintah Charlie pada Heera.
Charlie menjatuhkan bokongnya pada kursi yang cukup tua di kontrakannya itu.
Heera mengedarkan pandangannya pada seluruh sudut kontrakan milik Charlie. Heera berpikir terakhir ia berada di sini, dan tiba-tiba saja bisa ada di hotel itu dengan keadaan tanpa busana. Mengapa itu bisa terjadi? Tanya Heera dalam hati.
"Kenapa melihat kontrakanku seperti itu?" tanya Charlie ketus, sejak tadi Charlie memperhatikan apa yang Heera lakukan.
"Apa karena kontrakan ini begitu jelek? Kau tidak suka?"
"Ti--ti-tidak!" Heera menggeleng cepat, matanya menatap Charlie yang memincing, "bukan, begitu, aku--"
"Sudahlah! Dari tadi terus saja seperti itu, jawabanmu!" ketus Charlie.
Charlie melangkah ke kamarnya dan meninggalkan Heera, membuat Heera bingung akan tidur di mana.
"Aku tidur di mana?" tanya Heera pelan.
Ck
Charlie menepuk keningnya. Ia lupa.
"Kau tidur di kamar di sebelah kamarku! Oh yah, besok kau harus bangun pagi-pagi dan memasak makanan untuk sarapan!" perintah Charlie
"I--iya!" jawab Heera sambil mengangguk.
"Tidurlah!" ketus Charlie kemudian menghilang, masuk kedalam kamarnya.
Heera pun memutuskan untuk tidur, tubuhnya sudah sangat lelah. Begitu pula hatinya, benar-benar lelah.
Keesokan paginya, Charlie terbangun. Ia melihat matahari sudah agak meninggi. Seketika ia ingat, ada seseorang yang juga tidur di kontrakannya.
"Apa dia menjalankan tugas yang ku berikan?" gumamnya. Charlie lantas keluar kamar guna melihat apa yang Heera lakukan.
"Payah! Apa-apaan ini?" gerutu Charlie saat melihat ruang tamu.
Bagaimana tidak, ruang tamu masih acak-acakan, gorden jendela belum dibuka, lampu luar dan dalam masih menyala, dan apa itu, koper Heera masih berada di ruang tamu.
"Kemana wanita itu?" geram Charlie. Ia melihat kamar di sebelah kamarnya. Betapa kesalnya Charlie, karena Heera masih enak-enakan tidur.
Byurrrr...
Charlie menyiram Heera dengan segayung air.
"Haaaahhh!! Banjir!! Banjir!! Tolong!! Banjir!!" teriak Heera sambil mencoba bangun dari tidurnya, namun ternyata susah.
"Rasakan, itu!"
Heera yang masih kesulitan bangun mencoba meraih apa saja. Hingga Heera memegang ujung kaos Charlie. Heera menarik kaos itu, Charlie yang tak siap malah jatuh menimpa Heera.
"Eeehhh!!!" kaget Charlie.
"Kyaaaaa!!" Heera kembali berteriak, saat tubuh yang berusaha dia bangunkan, malah kembali terjatuh.
"Adduuuuu!!! Pakek narik kaos gue segala sihh!!!" gerutu Charlie sambil mencoba bangun dari tubuh Heera.
" Sakittt...."rengek Heera, karena biar badan Charlie tak gemuk, tetap saja bila menimpa tubuh seseorang, badan Charlie akan terasa berat.
"Cih! Jangan merengek, seperti bayi!" ketus Charlie yang akhirnya bisa berdiri dari atas tubuh Heera, "cepat bangun! Siapkan sarapan! Juga bersihkan kontrakan ini! Kopermu itu juga rapihkan kedalam lemari!" titah Charlie setelahnya, kemudian pergi tanpa membantu Heera yang kesusahan untuk bangun.
"Ish.... Bukannya dibantuin!" gerutu Heera.
Dengan berbagai usaha, Heera pun bisa bangun. Ia mulai membersihkan diri di kamar mandi yang berada di dekat dapur. Selesai mandi, Heera akan memasak karena Ia sudah sangat lapar.
Charlie memperhatikan Heera yang akan memasak. Diam-diam Ia mencibir Heera yang sok-sok an masak.
Cih! Paling juga kalau masak air, bukannya mendidih, Dia malah biarin tuh air gosong!
Tapi, dugaan Charlie salah. Karena Heera bisa memasak, bahkan Charlie bisa mencium bau masakan yang begitu harum.
"Apa dia bisa memasak? Wanita manja seperti itu, bisa memasak? Suatu keajaiban. Tapi, aku yakin masakannya tidak enak," ucap Charlie pada dirinya sendiri.
"Ini, sudah siap!"
Ucapan Heera membuat Charlie gelagapan, pasalnya Charlie masih mengintip kegiatan Heera.
"Ah, o, yah! Simpan di sini!"
Heera menyimpan masakan buatannya di meja ruang tamu, karena di sana tidak ada meja makan.
"Apa ini bisa di makan?" cibir Charlie
"Bisa, Tuan!"
Charlie memasang raut tak percaya.Namun, ia tetap memakan makanan buatan Heera.
Charlie memelototkan matanya.
Kenapa masakannya sangat enak? Apa dia bisa masak? Aku tidak percaya. Biar aku suruh dia kerjakan hal lain.
Heera memperhatikan Charlie yang begitu lahap. Tanpa sadar, lidahnya menjilat bibirnya sendiri. Heera sudah sangat lapar.
Apa dia lapar? Kenapa melihatku sampai segitunya? Batin Charlie bertanya-tanya.
"Mengapa masih berdiri?cepat duduk! Dan makanlah!"
"Iyah, baiklah! Makasih, Tuan!" Heera buru-buru duduk dan makan dengan sangat lahap.
"Pelan-pelan! Cara makanmu seakan-akan kau tidak pernah makan saja!" cibir Charlie tetapi Heera hiraukan. Ia masih fokus pada sarapannya.
"Dasar kerbau!" Charlie kembali mencibir Heera, tetapi kali ini dengan suara pelannya.
"O yah, setelah ini kau bersihkan kontrakan ini!" perintah Charlie dan Heera mengangguk karena mulutnya penuh dengan makanan.
Pukul 10.00 pagi
"Heeraaa!!!! Cepat kemari!!!"
Teriakan itu membuat Heera yang tengah melamun di dapur kaget. Buru-buru Heera berlari, menuju asal suara.
"Iyah? Ada apa??" tanya Heera cepat
"Kau lihat! Kenapa ini belum dibereskan? Seharusnya halaman ini sudah bersih!" gerutu Charlie.
Heera melihat halaman itu, yang memang sangat kotor. Heera pikir bersih-bersih itu hanya perlu menyapu bagian rumah saja.
Jadinya, ia hanya menyapu dan tidak membersihkan hal lainnya. Namun, ternyata dugaannya salah, bersih-bersih itu harus membereskan semua hal yang ada di rumah. Karena hal itu, sejak tadi Ia malah kena marah Charlie.
"Ck! Malah melamun! Cepat bereskan!" perintah Charlie. Kemudian hendak pergi, namun terhenti karena ucapan Heera.
"Pakek apa?" tanya Heera polos.
"Astaga!" Charlie menepuk keningnya beberapa kali.
"Yah, pakek sapu lidi!"
"Sapu lidi itu yang seperti apa?"
"Ini! Ini sapu lidi!" Charlie membawa sapu lidi dan memberikannya pada Heera.
Heera pun menyapu halaman.
"Heeraaaa!! Apa-apaan ini!!" bentak Charlie dari dalam rumah.
Heera yang lagi-lagi menyapu sambil melamun itu kaget. Ia kembali berlari untuk menemui Charlie.
"Kau! Kau! Kenapa merusak peralatan di sini!!? Kau tidak tau cara mencuci piring? Kenapa sabunnya bisa habis begini!? Lalu ini, mengapa dapur menjadi banjir begini!? Oh apalagi ini?" Charlie membentak Heera habis-habisan.
Charlie melihat ke tong sampah yang berada didekatnya, dan betapa terkejutnya Charlie.
"Apa ini? Kenapa tong sampah ini penuh dengan pecahan kaca!!?" teriak Charlie.
Heera hanya bisa menunduk dengan air mata yang menetes. Ia sungguh tidak sengaja, lagi pula ia tidak tahu cara mencuci piring dengan manual, karena di rumahnya jika mencuci piring selalu memakai mesin pencuci piring, tapi di sini berbeda, Heera tidak bisa. Belum lagi sejak tadi ia malah melamun, yang akhirnya membuat beberapa piring dan gelas pecah.
"Maaf!" hanya kata itu yang bisa Heera berikan.
Charlie mendengkus mendengar ucapan maaf yang Heera berikan. Dia bukan mau maaf, "Kau! Sejak kemarin hanya bisa meminta maaf saja! Tidak adakah yang bisa kau kerjakan!? Pantas saja keluarga mu mengusirmu!"
Bentakan Charlie, menorehkan luka sayatan di hati Heera. Itu mengingatkannya akan pengkhianatan yang dilakukan oleh keluarganya sendiri. Padahal, selama ini dia selalu menahan diri.
Charlie menatap Heera yang tengah menunduk sambil menghapus air matanya. Ia menyeringai bisa membentak wanita itu, "Jangan pura-pura menangis seperti itu! air mata mu itu tidak akan mempan padaku!Kau itu tidak bisa apa-apa! kau merusak segalanya! kau juga manja!! aku tidak habis pikir ada orang sepertimu di dunia ini! Lihatlah! kau merusak segalanya!! dasar tidak berguna!!"
Heera mengepalkan tangannya, tidak lagi! Dia tidak boleh menahan diri lagi. Memberanikan diri, Heera menatap tajam mata Charlie.
"Yahh!! Aku memang tidak berguna!! Karena itulah mereka malah membuangku!! Iyyaaah!! Aku ini hanya sampah!! Sampah yang tidak berguna!!" teriak Heera pada Charlie, sambil memegang kerah Charlie. Heera menatap tajam pada Charlie, tatapan yang tidak pernah Heera keluarkan selama ini.
"Jika kau juga tidak mau menerimaku, buang saja aku!! Sama seperti mereka!!" bentak Heera kemudian masuk ke dalam kamar.
Charlie mengerjapkan matanya, kaget dengan bentakan Heera. Ia tidak menyangka wanita itu akan balik membentaknya. Karena tadi ia hanya iseng saja untuk mengerjai Heera agar Heera tidak betah dan memutuskan pergi. Tak di sangka, ia malah mendapat bentakan.
Disisi lain, Heera memeluk bantal dengan sangat erat. Teringat hal yang ia temukan sesaat sebelum memergoki Nathan dan Angra waktu itu. Hal itu sungguh membuatnya kecewa, melebihi rasa sakitnya diusir oleh keluarga sendiri.
"Apa aku harus berubah?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments