MEMILIH DIAM
"Isabella Januar, saya mengambil engkau menjadi istri saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya; Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita."
"Alfred H, saya mengambil engkau menjadi suami saya, untuk saling memiliki dan menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya; Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita."
Setelah itu kedua mempelai menyematkan cincin ke jari manis masing-masing.
"Kalian sah menjadi pasangan suami istri. Silahkan mempelai pria mencium mempelai wanita,"
°°°°°°
Hari pernikahan merupakan hari kita mulai menyerahkan diri sepenuhnya pada orang yang kita pilih. Di hari itu, kita tidak lagi sendirian, mulai jadi satu paket dengan pasangan kita. Kita akan berharap akan selamanya dengan pasangan kita.
Pernikahan bagaikan rantai cincin emas, diawali dengan secercah sinar terang dan diakhiri oleh keabadian. Apa yang lebih besar bagi dua jiwa manusia, daripada merasakan bahwa mereka bersatu seumur hidup, untuk saling menguatkan dalam semua pekerjaan, untuk saling bersandar dalam semua kesedihan, untuk saling melayani dalam kenangan sunyi yang tak terkatakan disaat perpisahan terakhir.
Tetapi di atas tidak berlaku bagi pernikahan yang telah kujalani. Di saksi oleh Pendeta dan kedua orang tua serta keluarga besar, aku mengucapkan janji suci pernikahan sehingga dinyatakan sah.
Dalam sekilas ujung mataku menangkap senyuman yang diiringi air mata dari kedua orang tuaku setelah aku selesai mengucapkan janji suci pernikahan.
Aku tau mereka bukanlah bersedih melainkan kebahagiaan menyaksikan putri tercinta mereka melepas masa lajang yang kini berdiri di altar pernikahan bersama calon suami yang kupilih sendiri, yang pastinya banyak menyimpan sesuatu.
Di Mansion
"Sayang kamu sangat cantik," kagum Mama kepadaku sembari meneliti penampilanku dari ujung kaki sampai kepala. Perlakuan Mama seperti sang Polisi yang sedang interogasi begal. Aku tersenyum menanggapi apa yang dikatakan Mama.
Papa perlahan menarik tanganku untuk duduk di atas ranjang, aku menurut. "Putri Papa sangat cantik mengenakan gaun putih ini," Papaku juga memuji atas kecantikan yang kumiliki.
Aku hanya bisa melebarkan senyuman bagaimana semestinya yang dirasakan seorang pengantin pada umumnya. Andai saja mereka tau isi hatiku saat ini, mungkin pernikahan ini tidak akan mereka biarkan. Ini adalah pilihanku dan aku sudah menyakinkan kedua orang tua dan kedua Adik tampan ku memilih pria yang saat ini berdiri berhadapan denganku.
"Hmm jadi selama ini putri kalian ini tidak cantik?" aku sedikit bersikap cemberut.
Hahaha
Papa sama Mama terkekeh. Tawa kedua orang tuaku membuat hatiku sedikit menghangat sesaat. Tiba-tiba ketukan pintu menghentikan tawa Papa sama Mama ternyata itu adalah Adik bungsuku Mischa.
"Pa, Ma waktunya kita berangkat," kata Mischa memberitahukan karena pemberkatan di gereja tinggal 30 menit lagi. "Wah Kakak cantik sekali, hmm seandainya aku bukan Adik Kakak akan aku pacari," canda Mischa kepadaku, ya dia juga mengagumi kecantikan yang kumiliki.
"Hmm tapi seandainya begitu Kakak juga tidak mau tuh, masih anak ingusan sudah mikirin pacaran," sahutku kepada Mischa sembari mencubit wajah tampannya.
"Kakakmu mana?" tanya Mama yang pastinya menanyai keberadaan Adik nomor tiga yang bernama Moses, sang penerus Januar Group.
"Kakak sudah menunggu di mobil," sahut Mischa.
Kami pun segera keluar dari Mansion megah milik kedua orang tuaku. Dari kejauhan kami melihat sosok pria tampan, gagah dan sedikit dingin menyandarkan tubuhnya di mobil yang sudah di hiasi pita, yang akan membawa kami menuju Gereja.
Adikku Moses hanya memandang tanpa berkata sepatah apapun kepadaku, ya Adikku ini sangat irit berbicara. Beda jauh ketika kami masih kecil dulu karena kami adalah saudara kembar.
Tanpa aku sangka Moses mengusap bahuku dengan lembut disertai senyuman tetapi seperti senyuman keraguan, begitulah yang dapat aku baca dari raut wajah dinginnya.
Kami memasuki mobil yang dikendarai oleh Moses. Mobil melaju dengan standar, ya Gereja tempat pemberkatan tidaklah jauh dari Mansion. Mobil itupun berhenti tepat di depan gedung Gereja. Aku keluar dari dalam mobil di bantu oleh Mama.
Aku bisa melihat di gedung Gereja sudah di penuhi oleh keluarga, sahabat dan para jemaat. Aku menarik nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirimu. Sungguh rasa gugup ini menghantui kepercayaan diriku.
Papa memberikan lengannya untuk aku rangkul. Ya Papa yang mendampingiku menuju altar pernikahan untuk diserahkan kepada calon mempelai laki-laki yang terlebih dahulu berdiri di depan sana.
"Sayang refleks," bisik Papa kepadaku. Aku yakin Papa dapat merasakan kegugupanku.
Sesaat aku melirik Papa. Senyuman bahagia itu membuat rasa gugupku sedikit memudar tetapi tidak sepenuhnya hilang. Bagaimanapun prosesi ini begitu sakral dan akan menjadi sekali seumur hidup, itulah janjiku dimasa dulu.
Aku membalas senyuman tak kalah bahagianya, itu semua aku lakukan demi kebahagiaan pria yang sedang mendampingiku dengan penuh kasih sayang.
Kami melangkah sesuai dengan aturan. Menyunggingkan senyuman itulah gambaran menunjukan kepada semua orang bahwa kami sangat berbahagia. Aku dapat menangkap pujian-pujian dari para jemaat, mereka mengatakan aku sangat cantik, dan tidak kalah Papa juga mendapat pujian dari mereka. Walaupun sudah berumur tetapi ketampanan Papa tidaklah memudar.
Saatnya Papa menyerahkanku kepada calon mempelai laki-laki, hanya di respon dengan senyuman. Aku tidak berani menatap calon suamiku. Semoga sikapku ini tidak mencurigakan.
Pada saat prosesi pengucapan janji suci pernikahan, mau tidak mau aku menatap wajah calon suamiku. Aku akui pesona tampan suamiku, ketampanannya beda tipis dengan Adikku Moses. Sehingga tatapan kami bertemu dalam diam, dan jantung ini tak henti-hentinya berdetak.
Setelah Pendeta mengatakan sah serta mempelai laki-laki harus menciumi mempelai wanita, di situ jantungku ingin copot. Bagaimana mungkin itu terjadi. Rasa gugupku tak bisa aku tahan kan sehingga membuat kedua kakiku bergemetaran, hampir saja ingin tumpang jika saja aku tidak berada di keadaan seperti saat ini. Suamiku melangkah semakin mendekati, aku menelan ludah tidak percaya. Tanpa berkata-kata ia mendaratkan civman di bwbirku dengan buas, hal itu membuatku ingin berteriak tetapi tak bisa karena terjerat dalam bungkaman.
"Apa harus di civm di bwbir?" desisku dalam hati, ingin sekali menampar mulut itu. Dia mengambil civman pertamaku yang selama ini telah aku jaga sebaik mungkin tetapi dalam sekejap semua itu terjadi begitu saja dan disaksikan ratusan orang, termasuk kedua orang tuaku. Apa dia lupa dengan perjanjian itu? sungguh aku ingin sekali menghilang dari tempat sakral ini tetapi semua itu tidaklah mungkin.
Tepuk tangan menghentikan serigala itu sehingga wajahku mungkin sudah seperti kepiting rebus, aku hanya bisa menunduk dengan jantung tak hentinya berdegup kencang.
°°°°°°
Papa sama Mama memeluk kami berdua dan dibekali nasehat-nasehat yang membuat dada ini seperti di lempar bongkahan batu.
"Hari ini, akhirnya datang juga. Saat dimana kami harus melihatnya terbalut dalam pakaian cantik, yaitu gaun pengantinnya. Gadis kecil kami telah tumbuh dewasa. Dan sesudah mengucapkan janji suci pernikahan ini, kamulah kini menjadi penjaganya. Mengantikan kami. Mari ikatkan tanganmu kepadanya. Tolong jangan beratkan hatinya, karena sebenarnya pun hatinya telah berat untuk meninggalkan kami dan hanya mengabdi kepadamu. Jangan sakiti hatinya karena hal itu berarti pula akan menyakiti kami. Dia kami besarkan dengan segenap jiwa raga, untuk menjadi penumpang harapan kami dimasa depan, untuk mengangkat kehormatan dan derajat kami. Pengabdiannya pada suami akan menjadi pahala bagi kami. Namun kini kami harus menitipkannya kepadamu. Kami tidaklah keberatan karena berarti terjaga lah kehormatan putri kami. Jika kamu tak berkenan atas kekurangannya, ingatkan lah dia dengan cara yang baik, mohon jangan sakiti dia, sekali lagi jangan sakiti dia."
Nasehat yang diberikan Papa kepada suamiku, sungguh terenyuh saatku mendengar hal itu, tetapi aku tidak tau apa tanggapan dari suami dinginku. Aku hanya mendapat anggukan pelan darinya. Tanpa terasa bulir bening ini bergulir membasahi wajahku, sungguh hatiku tak tahan mendengar suara bariton halus itu. Yang lebih membuat hati ini berdenyut, sakit ketika aku melihat bulir bening dipelupuk mata Papa.
"Bahagia. Itulah yang saat ini Mama rasakan. Mama tidak bisa berkata banyak karena kebahagiaan ini mengalahkan segalanya. Sayang selamat menempuh hidup baru untuk kalian berdua. Putriku tunduklah dan layanilah suamimu sebagaimana mestinya karena itu adalah kewajiban seorang istri. Dan menantuku jaga dan lindungilah istrimu, jika dia memiliki kesalahan tegurlah dia dengan memberi pengertian." Ungkap Mama kepada kami dengan diiringi senyuman dan tangisan. Sungguh aku semakin dibuat tidak mampu untuk menghirup udara segar, begitu menyesakan.
"Iya Ma. Aku akan menjaga istriku seperti yang Mama dan Papa katakan karena aku sangat mencintainya,"
Mataku membulat mendengar pernyataan dari suamiku. Sungguh pria ini berani berkata omong kosong di tempat sakral. Apa dia mempermainkan tempat sakral ini dengan kata-kata bohongnya? aku meringis mendengar kebohongannya itu. Dia seketika meliriku, dengan sekilas mungkin aku membuang muka.
Papa sama Mama tersenyum lega mendengar mulut manisnya itu. Bahkan Mama mengusap wajah suamiku dengan penuh kasih sayang. Bahkan aku sendiri tidak pernah melakukan itu kepadanya karena itu tidaklah mungkin terjadi.
Bersambung.....
Jangan lupa tinggalkan like, vote, favorit dan komen agar author lebih semangat🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 197 Episodes
Comments
YS
"sayang rileks"
2023-06-16
1
Mynovel
sepertinya ceritanya bagus,hanya saja saya gak suka dengan ceritanya dipandang dari segi seseorang/POV peran bukan POV Author,berasa baca diary,maaf Thor gak jadi baca🙏
2023-01-11
2
Amelia Lia
ngikuti cerita nya yyyy author 😉
2022-08-04
1