Aku sudah bersiap dan kini tujuanku jatuh kepada rumah sakit HUGO. Aku sedari tadi mencari informasi lewat google, kebetulan sedang kekurangan tenaga medis.
Aku mengenakan rok span warna hitam sebatas lutut dan di padukan dengan kemeja warna putih yang di masuk dalam. Rambut panjang curly sengaja aku gerai. Aku meraih tas jinjing warna hitam pemberian Mama di ulang tahunku yang ke 25 tahun lalu. Aku sudah membawa berkas-berkas yang menjadi syarat yang ditentukan.
Taxi yang aku pesan kini berhenti di hadapanku, karena rumah ini masuk kedalam sengaja aku menunggu di luar gerbang. Aku masuk dengan menghela nafas panjang.
"Kemana Nona?" tanya sang supir.
"Ke rumah sakit HUGO Pak," aku memberitahu tujuanku.
Sang supir mengangguk seakan sudah paham. Sedangkan aku tak henti-hentinya berdoa agar apa yang aku rancang terjawab. Sungguh perjalanan hidupku terbilang miris, mengingat kemewahan dari keluargaku tetapi kini tak berlaku bagiku. Sekarang aku setara dengan orang-orang biasa. Aku harus berhemat sebisa mungkin, tidak mungkin aku meminta uang kepada Papa sama Mama, mengingat statusku sekarang, sangat mustahil bukan?.
"Nona ingin melamar di sana?" tiba-tiba pertanyaan sang supir memudarkan lamunanku. Sehingga aku menegangkan tubuhku.
"Iya Pak, dengar-dengar informasi di sana kekurangan tenaga medis," sahutku.
"Sepertinya begitu Nona. Saya yakin Nona langsung diterima," kata sang supir yang berhasil membuat keningku mengernyit.
"Amin Pak, semoga yang Bapak katakan terkabulkan karena saya membutuhkan pekerjaan itu," sahutku.
"Nona cantik dan pintar pasti akan diterima,"
Aku tersenyum dengan semangat karena orang asing ini mensuport.
"Sudah sampai Nona," kata sang supir memberitahukan.
Aku turun dan tak lupa membayar ongkosnya dengan uang lebih.
"Nona ini terlalu banyak," sang supir menyodorkan kembali uang yang aku beri.
"Ambil saja Pak, anggap saja itu rezeki Bapak dan sekali mendoakan saya," sahutku tanpa mengambil uang itu kembali.
"Terima Nona, semoga diterima,"
"Jika saya diterima, orang pertama yang saya traktir adalah Bapak. Mana nomor ponsel Bapak?" kataku.
Sang supir memberikan nomor ponselnya karena aku juga pasti membutuhkan ketika ingin berpergian.
"Seharusnya pacar atau kekasih Nona," goda sang supir.
"Anggap saja Bapak kekasih saya hahaha...." Aku balik menggoda. Setelah menikah aku tidak pernah tertawa lepas seperti ini, seketika rasa sesak sedikit terselimuti.
Selepas perbincangan dengan sang supir aku menampakan kaki menuju lobby. Aku berhenti dengan menghela nafas panjang.
Aku langsung menuju meja informasi dan mengutarakan kedatanganku. Aku di suruh ke ruangan personalia. Aku membalikan tubuh ingin menuju ruang personalia tiba-tiba langkahku terhenti ketika tidak sengaja melihat dua sosok yang sangat aku hindari.
Andre menunduk hormat kepadaku sedangkan suamiku, eh serigala maksudku merespon dengan wajah datar seperti tidak melihat diriku.
"Kenapa sih harus bertemu mereka? apa kepentingan mereka ke sini? atau jangan-jangan mereka sengaja mengekor? ingin menghancurkan rencanaku?" batinku dengan perasaan kesal.
"Sia* kenapa harus bertemu dengan wanita itu, aku sangat muak melihat wajah lugunya itu," Alfred membatin dengan rahang mengeras.
Tiba-tiba beberapa perawat serta dokter mencari muka di sana, bahkan mereka merapikan tampilan mereka yang dapat aku tangkap.
Mereka menyambut Alfred dengan sangat hormat, bahkan seperti sebuah godaan. Mataku risih melihat hal itu entah kenapa. Sebagai seorang istri wajarlah aku merasa sakit hati ketika para wanita sedang memuja bahkan menggoda suamiku tetapi sepertinya ini tidak berlaku kami hubungan kami.
"Selamat siang Tuan," sapa mereka dengan nada dibuat-buat.
Aku mengangkat wajah ingin menatap Alfred, ingin melihat bagaimana interaksi dia dengan para wanita itu.
Alfred mengangguk disertai senyuman mautnya, hal itu membuat hatiku terluka. Aku juga tidak tau terluka oleh apa.
"Lihatlah betapa manisnya dia dihadapan orang lain," batinku begitu sendu. Aku kembali menunduk kepala dan melangkahkan kaki menuju ruang personalia dengan perasaan kesal dan lain sebagainya.
"Apa yang terjadi dengan Tuan?" Andre berbicara dalam hati ikut terheran melihat sikap Alfred yang tidak biasanya. Selama ini pria itu tidak pernah menunjukan sikap ramah kepada orang apa lagi para wanita seperti mereka tetapi kali ini sungguh diluar nalar bagi Andre.
Melihat kepergianku Alfred langsung berlalu meninggalkan para wanita tanpa berucap.
"Kalian semua tidak tau jika yang kalian puja itu adalah status suami orang? bahkan memiliki dua istri. Istri pertama hidup dengan bahagia tetapi tidak dengan istri kedua, itu adalah diriku yang malang ini," batinku sepanjang lorong rumah sakit. "Apa rumah sakit ini juga milik bosnya? ya ampun aku salah tempat, bagaimana mungkin aku bekerja di sini. Lebih lagi aku akan langsung ditolak mentah-mentah," imbuhku dengan lemas sehingga menghentikan langkahku ingin ke ruang personalia.
Aku mendudukkan diriku di kursi lorong rumah sakit. Hatiku berperang dengan pikiranku. Mau dilanjuti atau berhenti sampai di sini? sungguh aku bingung. Satu sisi aku sangat membutuhkan pekerjaan ini dan sisi lainnya aku tidak ingin berurusan dengan Alfred.
"Aku harus bagaimana?" gumamku dengan kepala menyandar di dinding.
Pikiran-pikiranku kemana-mana, seketika bayangan Papa sama Mama terlintas. Ya aku merindukan dua sosok ini.
"Papa, Mama aku rindu kalian. Lihatlah betapa menyedihkan putri kesayangan kalian," gumamku ingin sekali menangis tetapi masih bisa aku tahan karena ini bukan di kamarku yang menjadi saksi biksu kesedihan dan tangisanku.
Hiks hiks....
Tangisan seorang Ibu membuyarkan lamunanku. Aku menoleh ke arah kiri, di sana aku melihat seorang Ibu sedang menggendong anak balita sembari meraung-raung. Aku mengusap wajah dan langsung beranjak bangkit dan melangkah mendekat.
"Ada apa Tante?" tanyaku.
"Putriku, putriku hiks hiks.... Tolong putriku," liriknya dengan isak tangis sembari menggoncang anak itu. "Mereka membiarkan kami di sini sedangkan putriku dalam kritis," imbuhnya kembali.
Aku membawa Tante itu duduk dan langsung memeriksa anak cantik itu. Tidak membuang waktu aku langsung bergegas menuju ruang UGD karena anak ini sudah kritis.
"Ada apa ini?" tanya perawat melihat aku masuk begitu saja.
"Panggilkan dokter, anak ini kritis," kataku dengan suara meninggi.
"Anda siapa? lebih baik mengurus administrasi terlebih dahulu, jangan main terobos begitu saja. Rumah sakit punya aturan," cecar perawat dengan wajah sinis menatapku. Ingin sekali aku membungkam mulutnya itu dengan sendal.
"Tidak ada waktu untuk itu. Nyawa anak ini lebih penting, setelah itu baru melakukan seperti yang Anda katakan," ujarku sembari mengusap telapak tangan pucat serta dingin anak itu. Aku tau anak itu pasti tengelam.
Seakan tidak peduli perawat itu terdiam saja. Aku berusaha menekan dada anak itu dengan hati-hati. Sedangkan sang Ibu hanya bisa menangis.
"Apa Anda tuli?" tegasku sudah tersulut emosi.
"Kau siapa? sangat berani mengertakku?"
Ingin sekali aku mengatakan jika aku adalah putri dari Januar tetapi keinginan itu aku urungkan.
"Tidak ada gunanya bertanya hal yang tidak penting," ujarku sembari melangkah dan tidak sengaja kakiku tersandung dengan kakinya sehingga membuat lenganku di tarik cukup kuat.
Brak
Tiba-tiba dia mendorong tubuhku sehingga membuat aku tersungkur di lantai tepat di kaki seseorang.
Bersambung...
Jangan lupa tinggalkan like, vote, favorit dan komennya agar author lebih semangat🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 197 Episodes
Comments
Amelia Lia
berubah mgkn 360° kehidupan isabella d'sini..... 🥺🥺
2022-08-04
0
Hana Restia Ningsih
ya Tuhan sungguh menyedihkan sekali nasib Abel,anak yg manja yg selalu disyang keluarganya,sekarang mendapatkan suami yg slalu menyiksa nya
2022-04-08
0
dewi tio
nextnextnext
2022-04-06
0