Yang ditemui oleh dokter Frans adalah Alfred. Kini kedua pria tampan itu saling duduk berhadapan tanpa sepatah kata.
Alfred merubah posisi duduknya. Lalu menatap dokter Frans dengan tajam.
"Kau lupa dengan posisi yang kau duduki?" suara bariton seperti sindiran Alfred memecah kesunyian.
"Tentu saja aku sadar. Apa aku membuat kesalahan?" sahut dokter Frans dengan tenang karena ia tidak melakukan seperti yang dituduhkan Alfred.
"Tentu saja salah. Aku tau selama ini kau tidaklah suka akrab dengan seorang wanita, tetapi hari ini kau begitu akrab," ujar Alfred dengan rahang mengeras.
Kening dokter Frans mengerut sembari mengusap dagunya.
"Tentu saja karena ini berbeda,"
"Maksud kau berbeda apa? jangan-jangan kau menyukainya?" ujar Alfred dengan rahang mengeras, bahkan tanpa disadarinya kedua tangan itu terkepal kuat sehingga menimbulkan buku-buku jarinya.
"Iya aku menyukainya, dialah wanita yang pernah aku ceritain sewaktu aku lulus menempuh sekolah dokter. Isabella adalah wanita itu," aku dokter Frans seperti dengan nada datar. Ekspresi Alfred tak bisa dibayangkan mendengar pengakuan dokter Frans. "Tetapi sayangnya aku terlambat karena dia sudah menjadi milik orang lain, dia sudah menikah," tambahnya dengan nada kecewa.
Dokter Frans menundukkan kepala, sungguh hatinya berdenyut menerima kenyataan itu. Sedangkan Alfred mengatur nafasnya, tiba-tiba perasaannya sesak mendengar wanita yang sempat berada di hati dokter Frans adalah Isabella istrinya sendiri.
"Kau kelihatan rapuh. Masih banyak wanita di luaran sana yang ingin memilikimu," ujar Alfred.
"Dia wanita yang berbeda," lirih dokter Frans sembari menarik nafas. "Apa kamu tidak mengenal Isabella? dan aku sedikit heran kenapa dia bekerja di rumah sakit ini? sedangkan dia adalah putri dari Januar. Aku juga baru mengetahui jati dirinya karena semasa kuliah dia tidak pernah berbangga hati sehingga sebagian orang tidak tau jika dia adalah putri dari Januar orang terkaya nomor satu di Indonesia. Anehnya lagi pernikahannya tidak disorot oleh publik, secara kedua orang tuannya adalah orang terpandang," ujar dokter Frans panjang lebar.
"Tentu saja tidak disorot dan diketahui publik karena aku terlebih dahulu membereskan itu di beberapa negara termasuk kota ini," batin Alfred.
"Aku tidak mengetahui itu,"
"Tetapi dia mengatakan kamu sendiri yang mewawancarainya,"
Seketika Alfred kaget, dan ia segera mencari alasan.
"Iya memang benar aku yang mewawancarainya tetapi aku sama sekali tidak mengetahui siapa dia, bahkan nama Januar tidak tertera di namanya," elak Alfred. "Atau dia punya niat lain," ralatnya kembali seolah aku punya niat.
"Dia bukan wanita yang seperti kamu pikirkan. Kamu hanya ingin menanyakan soal itu? baiklah aku akan kembali bertugas," dokter ingin bangkit tetapi ucapan Alfred membuatnya tetap duduk.
"Ingat jangan pernah katakan apapun tentang aku, jika itu terjadi kau tau sendiri akibatnya," ancam Alfred.
"Apa keuntunganku membicarakan dirimu? seperti tidak ada hal yang penting saja," sahut dokter Frans dengan sinis.
"Itu kerugian buatku," keluh Alfred dalam hati.
Ssst
Alfred berdecih kesal.
"Hentikan dendam itu yang tidak jelas bagaimana kronologinya,"
"Jangan ikut campur, aku sudah menemukannya. Bahkan permainan baru dimulai," tentu saja Alfred sangat murka mendengar penuturan dokter Frans, bahkan Alfred mencengkram kerah kemeja dokter Frans.
Dokter Frans mengangkat tangan merasa menyerah, percuma dia memperingati Alfred karena watak pria itu sangat keras kepala.
"Camkan peringatanku Frans, kau tau sendiri apa akibatnya jika ikut campur. Lebih baik tutup mulutmu itu," ancam Alfred sekali lagi.
"Minggu depan acara anniversary Om dan Tante. Mereka menitipkan itu kepadaku karena ponselmu sangat sulit dihubungi," dokter Frans langsung beranjak bangkit. "Mereka sangat mengharapkan kehadiranmu," imbuhnya dan langsung berlalu.
Sepeninggalan dokter Frans. Alfred mengeram marah.
"Aaak dia ancaman bagiku," teriak Alfred sangat keras. Tentu saja tidak ada yang mendengar karena ruangan itu kedap suara.
Setelah itu Andre membawa laporan. Andre mengatakan jika dokter Frans hampir saja membongkar rahasianya kepadaku, jika saja Andre sedikit terlambat. Hal itu semakin membuat Alfred murka dan tidak sabar memberi pelajaran kepadaku.
°°°°°°
Klek
Aku membuka pintu rumah dengan kelelahan. Tidak lupa menutup kembali. Tujuanku langsung ke tangga.
"Sesibuk itukah pekerjaanmu? pulang larut malam?" cecaran Alfred menghentikan langkahku.
Aku tidak menanggapi cecaran Alfred sehingga membuatnya mendekat lalu mencengkram lenganku begitu kuat.
"Aku berkerja sesuai dengan tugas yang diberikan," lirihku karena menahan cengkraman itu. "Lepas ini sangat sakit," mohonku dengan lirih.
Entah kesambet apa Alfred mendengar perkataanku.
"Apa kamu sudah makan?" entah setan apa yang merasuki diriku sehingga berani menanyakan soal yang tidak penting itu. Pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutku.
"Apa urusannya denganmu? jangan pernah bertanya hal yang tidak penting," ujar Alfred dengan tatapan tajam menghujam. "Satu lagi, jika pernikahan kita diketahui, siap-siap kehilangan orang yang kau sayangi," imbuhnya.
"Tentu saja itu urusanku Alfred karena bagaimanapun kamu adalah suamiku," keluh ku dalam hati sembari membalas tatapan Alfred.
"Maaf," lirihku kembali menunduk. Jika sudah menyangkut keluarga aku angkat tangan, biarkan saja aku yang menderita, asalkan mereka tak terluka.
"Di mananya ponselmu? aku bosan menerima telepon dari orang tidak penting," perkataan Alfred berhasil membuatku naik pitam, dia mengatakan kedua orang tuaku bukan orang penting.
"Bagimu memang tidak penting tetapi beda halnya bagiku. Tinggal abaikan saja, tidak perlu menjawab," sahutku betul-betul berani, sejenak aku melupakan siapa Alfred.
"Kau ingin mereka curiga? begitu hah? tidak akan aku biarkan karena permainan ini baru dimulai," Alfred tersenyum mengejek. "Kau datang semakin menambah masalah buatku," ralatnya kembali.
"Jika begitu sudahi, akhiri semuanya biar kamu puas," sahutku dengan berteriak lantang bahkan tanganku terkepal kuat.
"Kau berani meneriaki seorang Alfred, Isabella?" seru Alfred membalas dengan teriakan, bahkan tangannya terangkat ingin dilayangkan ke wajahku sehingga membuat aku refleks memejamkan mata. Tanpa sadar bulir bening bergulir di wajahku dengan mata masih terpejam.
Melihat kepasrahanku Alfred menatap dengan tatapan tak terbaca, bahkan tangannya masih menggantung.
"Sekali lagi kau berani membantah lihat apa yang akan terjadi," ancam Alfred langsung berlalu meninggalkan aku yang masih menutup mata dengan perasaan sakit.
Aku membuka mata dan tidak mendapati sosok Alfred di hadapanku. Ternyata tamparan itu tak terasa di pipiku. Aku menghela nafas lega. Entah kemana Alfred aku tidak tau dan memang tak peduli dimana dia berada.
Mood ingin ke kamar seakan hilang. Aku ingin menyendiri di taman belakang. Aku berjalan gontai dengan tatapan kosong. Sungguh kehidupan seperti ini tidak pernah kubayangkan sebelumnya tetapi takdir berkata lain diluar dugaan kita.
Di taman aku duduk di kursi panjang yang menghadap kolam ikan hias. Angin malam tentu saya menerpa sesekali tubuhku. Aku melirik arloji di pergelangan tangan, ternyata sekarang sudah menunjukan jarum pendek ke angka 11.
Tatapanku kosong ke depan tanpa arah. Seketika hatiku bergerak ingin menghubungi Papa sama Mama. Di sana masih jam 9 malam. Beda waktu Indonesia dengan Korea selisih 2 jam, Korea cepat 2 jam. Aku meraih ponsel yang beberapa hari ini sengaja aku nonaktifkan. Aku pun mengaktifkannya lalu langsung menghubungi Mama melalui panggilan videocall.
Tidak lama panggilanku tersambung.
["Malam Ma,"]
["Sayang Mama sangat rindu. Bagaimana keadaanmu? kenapa sangat jarang menghubungi Mama? apa kamu tidak merindukan kami?"] tangis Mama dengan pertanyaan bertubi.
["Mama sayang aku minta maaf. Bukan begitu Ma tetapi akhir-akhir ini aku memang sibuk. Mama jangan menangis,"]
["Mama tidak menangis sayang, Mama hanya rindu. Iya Mama tau kamu sangat sibuk, kata Alfred kamu sudah mulai magang di rumah sakit x,"] perkataan Mama berhasil membuat mataku membulat bahkan ponsel yang ada di genggamanku hampir saja terlepas. Tetapi sebisa mungkin aku menyembunyikan rasa keterkejutan itu.
["Sayang ada apa?"] Mama bertanya karena menyadari respon dariku.
["Iya Ma apa yang dikatakan Alfred itu benar. Ma Papa mana?"]
["Papa belum pulang dari rumah Opa sama Oma sayang. Kebetulan dua hari lalu Opa sama Oma sudah kembali. Oya rencananya Opa sama Oma akan mengunjungi kalian, ingin bertemu dengan suamimu."]
Deg
Mataku membulat dengan tenggorokan kering ketika mendengar Mama mengatakan Opa sama Oma akan mengunjungi kami.
["Sayang ada apa? apa kamu keberatan?"]
["Tidak Ma, malahan sebaliknya. Kabarkan saja kapan Opa sama Oma berangkat,"]
Tentu saja aku ingin menolaknya tetapi bisa saja keluargaku curiga. Kami berbincang-bincang panjang lebar.
["Baiklah sayang sebaiknya kamu segera tidur hmm kasian suamimu ditinggal sendiri di kamar, lagi pula di sana sudah larut malam,"] Perkataan Mama ingin sekali untukku tertawa, mengejek diri sendiri.
Kami pun mengakhiri. Aku menarik nafas dan menghembuskan dengan mulut mengembung.
"Dia pintar sekali bersandiwara. Papa, Mama aku minta maaf," gumamku dengan mata berkaca-kaca.
Aku menyeka air mata ini, lalu meninggalkan taman dengan perasaan kacau.
Tanpa aku sadari ternyata Alfred juga berada di taman cuma beda tempat duduk. Alfred menempati kursi yang di kelilingi pepohonan sehingga sosok itu tak terlihat. Tentu saja Alfred mendengar obrolanku sama Mama.
Bersambung....
Jangan lupa tinggalkan like, vote, favorit dan komennya agar author lebih semangat🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 197 Episodes
Comments
Novie Achadini
alfred nsh bocah tp bengis
2024-04-28
0
Amelia Lia
Alfred 😡😡
2022-08-04
0
Adjah Cutue
1111
2022-05-28
0