Aku menadah kepala ingin melihat siapa orang yang memiliki sepatu mahal ini, seperti sepatu koleksi Moses dengan harga fantasi.
Deg
Seketika aku menelan ludah. Ternyata itu adalah suamiku yang hanya status di atas kertas. Lihatlah sepatu suami saja aku tidak pernah tau, bayangkan saja jika kalian di posisiku.
Andai saja dia suami yang sangat aku cintai dan dia mencintaiku, dengan secepat kilat aku peluk dia dan mengadu apa yang telah terjadi. Tetapi itu hanya khayalan semata, bahkan Alfred hanya terdiam tanpa melakukan apa-apa. Seakan aku tidak terlihat olehnya, seperti yang pernah ia katakan aku hanya seekor lalat. Sungguh miris sekali diriku ini hiks hiks.... aku hanya bisa menangis didalam hati.
Aku berusaha bangkit dengan lutut terasa sakit akibat benturan itu.
"Andre apa wewenangmu di rumah sakit ini? tolong putri Tante itu. Anak itu butuh pertolongan, sedangkan tidak ada dokter bahkan perawat yang menangani, padahal nyawanya terancam," mohonku kepada Andre dengan kedua tangan terkatup. "Rumah sakit macam apa ini? apakah administrasi lebih penting dibandingkan nyawa seseorang?" omelku tanpa sadar dan sedang berhadapan dengan siapa.
Andre hanya menunduk.
"Andre lihat aku," pintaku dengan sangat kesal karena seperti berbicara dengan patung.
Andre langsung mengangkat wajah. Bukannya menatap ke arahku tetapi tatapannya kepada Alfred.
"Kondisikan matamu Andre," itulah arti dari tatapan Alfred kepada Andre.
"Urus semuanya," ujar Alfred, lalu mencengkram lenganku begitu kuat. Dia membawaku seperti diseret tanpa berkata-kata.
Andre mengurus kekacauan itu. Sedangkan suster yang membuat onar siap-siap dengan sangsi yang diberikan. Begitu juga dengan para dokter yang hanya melihat tanpa melakukan apa-apa.
Brak
Awww
Sekali lagi tubuh tak berdayaku ini dihempas kembali dan kini mengenai meja. Alfred membawaku ke ruang dokter yang tidak aku ketahui karena ruangan itu kosong.
"Apa kau sengaja menggoda?" pertanyaan Alfred seperti tamparan.
Aku mengerutkan kening karena tidak paham.
"Maksud kamu apa? aku hanya memberi keadilan. Dimana letak menggodaku seperti yang kamu katakan?" kataku dengan jengkel tetapi sebisa mungkin aku menahannya. Sungguh aku tidak mengerti dengan tuduhan Alfred.
"Apa matamu salah melihat dengan apa yang terjadi tadi?" tentu saja umpatanku ini di simpan dalam hati.
"Apa wanita ini tidak sadar? atau pura-pura tak tau? pasti ia memperlihatkan wajah lugunya," batin Alfred tanpa melihat ke arahku. Sehingga aku berpikir sehina itukah wajahku ini sehingga menatapnya saja engan. Tanpa sadar hati ini seperti di cubit.
Hening itulah yang dapat digambarkan saat ini.
"Perhatikan penampilan memalukanmu itu," ujar Alfred sembari membalikan badan membelakangiku. Aku bisa menangkap tadi wajahnya memerah. Entah terkena penyakit kulit atau barusan tersiram air panas, itulah yang aa dalam benakku ini.
Keningku mengerut mendengar penuturan Alfred yang menghina penampilannya. Apa yang salah dengan penampilanku? sepertinya matanya memang mengalami masalah, itulah yang aku pikirkan tanpa memperhatikan penampilanku seperti yang ia katakan.
"Dasar!" Tegas Alfred sembari melangkah menuju pintu.
Aku sedikit penasaran dengan perkataannya sehingga aku memperhatikan penampilanku. Seketika....
Aaah....
Teriakku dengan kaget luar biasa. Bahkan aku tau Alfred mendengarnya dan pasti saat itu dia merendahkan diriku.
Ternyata kancing baju kemejaku lepas dua bagian atas sehingga bvahh dadha itu menyembul dari pembungkusnya. Dengan segera mungkin aku menutupi dengan kedua tanganku.
"Dasar bodoh," umpatku merutuki kebodohanku. "Aku harus bagaimana? tidak mungkin aku berdiam diri lama-lama di sini, bagaimana jika orang datang?" gumamku sembari mencari cara.
Seketika aku mendapat ide. Tas jinjing ku peluk untuk menutupi dadha, hanya cara itu yang bisa menyelamatkanku. Setidaknya tas ini berguna dibandingkan suamiku sendiri.
Aku keluar dengan hati-hati seperti seorang pencuri takut jika orang-orang mengetahui apa yang sedang aku sembunyikan.
"Aman," gumamku.
Aku melangkah menuju lobby. Maksud kedatanganku ke sini sudah tidak aku pikirkan lagi, bahkan berkas lamaran entah dimana aku letakan. Mungkinkah tertinggal di ruang UGD? bagaimana bisa aku kembali ke sana dengan kondisi baju seperti ini.
"Sangat ceroboh! Seharusnya tadi aku menggunakan switer, mempersiapkan sesuatu yang akan menimpa," aku merutuk didalam hati.
Aku merogoh ponselku untuk menghubungi supir taxi yang aku tumpangi tadi tetapi niat itu aku urungkan ketika mendengar Andre memanggilku dari arah belakang.
"Ssst kenapa harus bertemu mereka lagi? pasti serigala itu juga sedang bersama Andre. Aku sangat malu," batinku kesal bahkan wajahku memerah saat ini.
"Nona. Apakah Nona akan pulang?" pertanyaan Andre sehingga membuatku membalikan badan karena tidak sopan jika berbicara tanpa bertatapan, itulah prinsipku tetapi itu tidak berlaku kepada serigala.
Alfred dan Andre saling menyipitkan mata melihat bagaimana aku memeluk tas jinjingku. Aku berpura-pura tidak menanggapi padahal wajahku terasa terbakar mengingat bagaimana keadaan bajuku sebelumnya tadi.
"Iya Andre," sahutku singkat. "Permisi aku duluan," pamitku dan kembali membalikan badan berlalu.
"Apa kau pulang seperti itu?" suara bariton Alfred berhasil menghentikan langkahku kembali. Apa sih maksud dua pria ini menahanku? padahal aku sudah risih dengan penampilanku ini.
"Tidak ada pilihan," gumamku tanpa membalikan badan karena mereka semakin mendekat. "Tuan Alfred yang terhormat, jika Tuan menganggap aku ini istri Tuan seharusnya Tuan memakaikan jas mahal Tuan itu untuk menutupi tubuhku," batinku dengan miris.
"Aku tunggu di mobil Andre, urus wanita ini," ujar Alfred langsung berlalu dengan suara marah.
Aku melanjutkan langkahku tanpa ingin bicara lagi. Aku lagi kesal dengan apa yang aku alami, aku ingin menyegarkan isi kepalaku dengan minuman segar dan aku akan berencana mengajak supir taxi.
"Nona sebaiknya pulang dengan kami. Aku akan mengantar Nona," ujar Andre sembari mengikuti langkahku.
"Terima kasih Andre tetapi aku tidak ingin merepotkanmu. Aku akan naik taxi," ucapku.
"Sebaiknya kali ini Nona jangan menolak. Hmm karena keadaan Nona tidak memungkinkan menaiki taxi yang notabennya orang asing," terang Andre.
Aku paham dengan maksud Andre. Aku merasa sedikit tersentuh dengan perlakuannya karena merasa sedikit peduli. Mau tidak mau saat ini aku mengalah dengan egoku, padahal aku sangat malas berada satu mobil dengan mereka berdua.
Sampai di mobil Andre mempersilahkan agar aku segera masuk. Tentu saja ia tidak ingin membuang waktu dengan hal tak penting. Sedangkan serigala itu sudah berada di dalam mobil, pasti saat ini mata tajamnya menyambut kedatanganku.
Aku membukakan pintu depan, ingin duduk disebelah kemudi. Kakiku terhenti mendengar cecaran Alfred.
"Kau ingin menggoda Andre? sehingga kau berniat untuk duduk di sampingnya?" sindir Alfred. Aku meradang tetapi hanya bisa dalam hati. Mendengar Alfred membuat Andre menelan ludah.
Aku kembali menutup pintu mobil dengan pelan karena aku tidak ingin menunjukan bahwa aku sekarang sedang emosi. Aku lalu bergeser membuka pintu penumpang, yang jelasnya duduk di sebelah Alfred. Ketika mendaratkan bohkong aku menghela nafas panjang, mengatur detak jantungku. Sedangkan Alfred menyibukkan dirinya dengan benda pipih yakni ponsel pintarnya.
Sepanjang jalan hanya keheningan. Aku menoleh ke jendela mobil tanpa berniat melirik di sebelahku, anggap saja tidak ada orang. Tanganku masih memeluk tas jinjing.
"Tuan, Nona Serena kirim pesan memberitahukan sudah menunggu di restoran x," Andre memecah keheningan sehingga membuat Alfred menghentikan kesibukannya.
"Siapa dia?" batinku. "Oya pasti istri pertama yang sesungguhnya," gumamku tanpa mengeluarkan suara.
"Baiklah setelah mengantarkan dia kita akan meluncur ke sana, aku tidak ingin dia menunggu lama. Waktu berhargaku terbuang sia-sia karena hal tidak penting ini," sindiran Alfred berhasil membuatku naik pitam. Dari awal bukan aku memohon untuk diantarkan tetapi seolah aku yang disalahkan.
"Andre tolong menepi, biar aku jalan saja, lagi pula rumah sudah dekat," ucapku kepada Andre. Aku bukan orang telmi alias telat mikir atas sindiran Alfred kepadaku.
Andre melirik sekilas kepadaku, begitu juga dengan Alfred. Ya aku merajuk dan aku juga sadar siapa aku di sini.
"Tolong menepi Andre," cicitku sekali lagi karena Andre tidak menanggapi. Bahkan air mata ini ingin tumpah.
Andre melirik Alfred dari kaca spion. Seketika mobil berhenti, entah itu tanpa sadar Andre atau mang ia mendengar permintaanku tanpa persetujuan Alfred. Ini kesempatan bagiku untuk turun.
"Terima kasih," ucapku dengan wajah sendu lalu tidak lupa menutup pintu mobil kembali. Ternyata mereka terperangah melihat tindakanku.
Aku berjalan tanpa menoleh kembali dengan memeluk tas. Butuh 10 rumah untuk dilewati. Ya tempat tinggal Alfred adalah komplek elit, bahkan rumah milik Alfred yang paling mewah.
Sesekali aku menyeka air mataku yang tidak bisa ditahan lagi dengan langkah gontai. Begitu miris kehidupan yang sedang aku jalani.
Bersambung....
Jangan lupa tinggalkan like, vote, favorit dan komennya agar author lebih semangat lagi🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 197 Episodes
Comments
Sri Yanti
titik masalah thor
2023-01-22
0
Amelia Lia
😭😭😭😭😭
2022-08-04
0
Athi Talib
😥😥😥
2022-05-16
0