Namaku adalah Isabella Januar yang biasa di panggil Abel, berusia 25 tahun. Aku baru menyelesaikan S2 jurusan kedokteran. Aku adalah putri kedua dari pasangan Filio Januar dan Asilla Januar. Siapapun pasti mengenali dua sosok itu. Aku memiliki saudara kembar tiga, dua perempuan dan satu laki-laki. Kami empat bersaudara, dua perempuan dan dua laki-laki. Wajahku dengan Kakak kembarku sangat mirip, bahkan kadang sulit membedakan kami berdua. Postur tubuh, rambut, warna kulit dan lain sebagainya sama.
Aku sangat dekat dengan Papa dibanding dengan Mama. Dan ketiga saudaraku mengatakan aku adalah anak kesayangan Papa, ya mereka hanya bercanda karena pada kenyataan Papa menyayangi kami tanpa ada perbandingan. Aku dikenal sedikit manja dari Kakakku.
Hari ini aku akan kembali ke tanah air, dimana aku dilahirkan. Seminggu yang lalu aku baru menyelesaikan sekolah kedokteran di Paris-Perancis dan akan melanjutkan magang selama satu tahun, dan residensi dua tahun untuk mengambil dokter spesialis anak. Aku ingin mengambil spesialis anak sehingga menimba ilmu kembali. Tidak sulit untukku bekerja di rumah sakit karena keluarga Januar memiliki rumah sakit.
Kini aku sudah berada di pesawat jet pribadi milik keluarga, ya selama ini aku tidak pernah menggunakan pesawat umum, beda halnya dengan Kakak kembarku, dia lebih suka menggunakan pesawat umum. Kami beda Universitas dan beda negara pula. Kakakku menempuh pendidikan jurusan Hukum di negara Italia sedangkan Adikku di negara Amerika yang pastinya mengambil jurusan bisnis dan manajemen, bahkan 1 tahun yang lalu sudah mengantikan Papa sebagai CEO di perusahaan JANUAR GROUP.
°°°°°°
Di bandara Soekarno-Hatta kini aku berdiri menunggu jemputan. Sana sini ekor mataku melirik mencari sesuatu.
"Hmm taxi Nona," tiba-tiba suara yang tidak asing terdengar di belakangku sehingga mengajak keinginanku menoleh.
"Dek! Dasar anak nakal," cecarku kepada Mischa. Ya dia yang telah menjemputku. "Kakak merindukanmu anak manis," aku pun langsung memeluk Mischa melepas kerinduan, sudah 2 tahun aku tidak pulang karena ada satu alasan.
"Kak aku tidak ingin dikatai anak manis, aku sudah dewasa tau," penolakan Mischa tidak mau dipanggil dengan sebutan itu lagi.
"Hmm sudah dewasa ya? wah bentar lagi Papa sama Mama punya menantu dong, secara anak bungsunya sudah dewasa," candaku kepadanya yang langsung membuat mulutnya mengerucut.
"Maunya gitu Kak, dari pada si X diambil orang duluan," jawab Mischa.
Aku tidak menanggapi karena tubuhku sangat kelelahan dan langsung menarik tangannya segera masuk kedalam mobil.
"Dek apa kamu sudah di izinkan Papa untuk menyetir?" tanyaku sebelum Mischa melajukan kendaraannya yang kutau itu milik Moses.
"Aku sudah memiliki surat izin berkendaraan Kak tetapi sayangnya Papa tidak mau membeli mobil buatku, itu semua karena sang CEO yang melarang. Katanya aku harus beli dengan hasil keringatku sendiri," jelas Mischa sedikit jengkel dengan peraturan yang dibuat Moses.
"Kakak setuju," aku langsung mengajukan jempol tinggi-tinggi hal itu membuat Mischa berdesis tidak suka.
"Kalian bersekongkol," Mischa semakin mengerucutkan bibirnya dan tanpa aba-aba melakukan kendaraan itu sehingga membuatku menggelengkan kepala.
"Apa yang dikatakan Moses itu benar agar kamu kedepannya memiliki masa depan yang cerah," aku memberi pengertian kepada Mischa dan dapat anggukan darinya.
Dalam beberapa menit mobil memasuki perkarangan Mansion. Ya tidak ada yang berubah dari 2 tahun yang lalu. Aku sudah tidak sabar ingin turun dan langsung menghambur kedalam pelukan Papa sama Mama yang aku yakini sedang menunggu kedatanganku. Ya pada saat aku menyelesaikan sekolah kedokteran mereka tidak bisa hadir karena kesehatan Mama bermasalah. Hanya Moses yang menyempatkan diri untuk hadir di acara wisudaku.
Aku membuka pintu mobil dengan tidak tergesa-gesa sehingga Mischa berteriak agar aku menunggu dirinya tetapi tidak aku gubris.
Para pelayan menyapaku dengan hormat dan aku menjawab mereka dengan sopan. Aku berlari memasuki ruang keluarga karena kata pelayan Papa sama Mama sedang berada di sana. Dari kejauhan aku terpaku dengan kedua sosok yang sangat aku sayangi dan rindukan, mereka kelihatan sedang membahas sesuatu yang tidak dapat aku dengar.
"Papa, Mama," panggilku sembari melangkah mendekati. Melihat kedatanganku tentu saja mereka langsung berdiri dengan senyuman terukir indah di wajah yang mulai menua.
"Sayang," Mama langsung memeluk diriku, menumpahkan rasa rindu selama ini. "Mama sangat merindukanmu," lirih nya seperti terisak.
"Aku juga merindukan Mama, hmm Mama sudah baikan?" tanyaku sedikit khawatir dengan kondisi kesehatan Mama.
"Mama sudah sehat sayang, jangan panik begitu," jawab Mama dengan tersenyum, ia menciumi seluruh wajahku ini.
"Syukurlah karena aku tidak ingin melihat Mama sakit-sakitan," kataku dengan perasaan sedikit lega.
Ya kondisi kesehatan Mama menurun setelah kejadian 2 tahun yang lalu, sampai sekarang Mama belum menerima kenyataan itu. Sehingga setiap hari berharap sesuatu yang tak mungkin.
Hmm
Deheman Papa sehingga membuatku meliriknya.
"Papa," panggil manjaku dan langsung menghambur kedalam pelukkanya.
"Putri cantik Papa," Papa membalas pelukanku.
Kami mengobrol sebentar, sekedar berbincang-bincang mengenai kelanjutan pendidikanku. Tidak lama aku berpamitan ingin ke kamar, aku sedikit lelah.
"Pa, Ma aku ingin membersihkan diri dulu," kataku sembari menyudahi perbincangan kami.
"Iya sayang, setelah itu kamu segera makan. Mama sudah masakin makanan kesukaanmu," sahut Mama dan mengatakan jika ia sudah memasak makanan kesukaanku. Inilah yang selalu terjadi setiap kami pulang dari luar negeri, Mama akan memanjakan kami dengan menu andalannya sesuai kesukaan kami masing-masing.
"Mama memang is the best," manjaku sembari mengecup pipi Mama dan langsung berlalu bergegas menuju kamar.
Sesaat aku terpaku berdiam menatap pintu kamar di sebelah kamarku, yaitu kamar Gabriella Kakak kembarku. Seketika hati ini perih mengingatkan sesosok itu, tanpa sadar air mata ini keluar tanpa di minta. Aku tersadar dan langsung menyeka air mata ini, aku tidak ingin menambah kesedihan Mama.
"Aku merindukanmu Kak," batinku meringis.
Klek
Pintu kamar aku buka, lalu tidak lupa menutupnya kembali. Kamar itu tidak ada yang berubah, bersih, rapi, harum itulah yang kudapatkan. Sepertinya para pelayan terlebih dahulu membersihkan kamar ini.
"Ya ampun sepertinya koperku masih di mobil. Dasar Adik tidak sayang sama Kakaknya," rutukku bergumam.
Tok tok
Pintu tiba-tiba diketuk.
"Masuk,"
Klek
"Ini kopermu Tuan putri. Pelayanmu sudah melayani dengan tulus," sindir Mischa sembari menyeret koperku.
Aku terkekeh lucu mendengar sindirannya. Aku sudah salah menebak, pada kenyataan Mischa membawa koper itu.
"Terima kasih Adikku tersayang," ucapku sembari menyambar koper itu.
"Sama-sama," sahutnya tak semangat sembari melangkah mendekati ranjang dan langsung membaringkan tubuhnya sembari merenggangkan semua otot-otot.
"Dek Kakak mau mandi,"
"Kalau mandi ya mandi,"
Aku berdecak karena Mischa tak bergerak dari kasur empukku.
"Sebentar saja Kak, sepertinya aku mengantuk. Mau lanjutkan acara tidurku yang sempat terganggu karena menjemput Kakak," akuinya.
"Kamu punya kamar bukan? pergi sana," usirku.
Aku kembali berdecak dengan menghentakkan kaki mendapati Mischa sudah memejamkan mata, sepertinya ia sudah terbawa ke alam mimpi. Akupun membuka koper dan mengambil baju ganti dan segera memasuki kamar mandi. Tidak mungkin mau menunggu Mischa terbangun.
Bersambung.....
Jangan lupa tinggalkan like, vote, favorit dan komennya agar author semangat🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 197 Episodes
Comments
Nurul Syahriani
mischa laki atau perempuan?
2022-11-22
0
Jen Lekipiou
𝔾𝕒𝕓𝕣𝕚𝕖𝕝 𝕂𝕖𝕟𝕒𝕡𝕒 𝕊𝕚𝕙 𝕋𝕙𝕠𝕣
𝕛𝕒𝕕𝕚 𝔻𝕖𝕘-𝔻𝕖𝕘𝕒𝕟
2022-11-09
0
Eunike Uline
kalau kembar berarti sama2 usia 25 thn, apakah dipertanyakan SIMnya Krn mmg tdk blh mengemudi sekalipun sdh usia 25 thn?
2022-10-04
0