Gemercik air hujan saling sahut-bersahutan. Menari-nari riang gembira di atas daun. Menghiasi setiap lembar daun-daun agar terlihat sejuk. Sesejuk hatiku kala melihatmu senyum di pagi hari. Di pagi yang dingin dan disertai hujan ini. Aku teringat tentang kenangan kita.
Pagi ini menggambarkan isi hatiku. Aku sedang bermalas-malasan, ditambah lagi udara dingin. Aku melirik jam berukuran kecil di atas nakas, rupanya baru pukul 6 pagi. Isabella kembali bergulung dengan selimut tebal, mulai memejamkan kembali mata ini.
Tok tok
"Sayang apa kamu sudah bangun?" ternyata Mama mengetuk kamar sembari memanggilku. Mungkin karena tidak ada jawaban Mama masuk begitu saja, kebetulan pintu kamar tidak terkunci.
Klek
Pintu terbuka. Mama menggelengkan kepala melihat Isabella masih bergulung dengan selimut. Mama mendekat sembari mengusap kepalaku.
"Sayang ayo bangun," Mama membangunkanku. Tetapi tidak membuahkan hasil. "Sayang nanti kamu ketinggalan pesawat loh," imbuh Mama kembali.
Seketika aku tersentak bangun, aku baru ingat bahwa pagi ini aku akan berangkat ke Italia.
"Mama ini sudah jam berapa?" tanyaku kepada Mama. Rasa kantuk tadi menghilang begitu saja.
"Tenang sayang," Mama mengusap bahuku agar aku tenang.
Aku tersenyum lalu memeluk Mama dengan rasa sayang, jarang-jarang momen seperti ini karena dipisahkan oleh jarak. Mama kelihatan lebih segar pagi ini, aku dapat merasakan senyuman yang hilang 2 tahun lalu kini mulai kembali.
"Baiklah segera bersihkan dirimu, Mama akan menyiapkan sarapan," ucap Mama sembari turun dari tempat tidur.
Aku mengangguk. Mama kembali tersenyum, lalu berlalu keluar dari kamar.
"Kasian Mama," gumamku dengan memandang punggung Mama yang mulai menghilang. Aku pun beranjak masuk ke kamar mandi. Tidak ada waktu untuk bersantai lagi, dari pada nanti ketinggalan pesawat. Ya untuk kali ini aku akan membiasakan diri untuk menaiki pesawat non jet pribadi.
Di meja makan
Kami menikmati sarapan yang di buatin Mama. Untuk urusan dapur Mama lah memegang kendali.
"Jam berapa Kakak berangkat?" tanya Moses kepadaku disela mengelap mulutnya, menandakan ia sudah selesai.
"Jam 10," sahutku sembari mengunyah.
"Apa Kakak yakin?"
Aku mengernyit mendengar pertanyaan Moses.
"Apa Kakak yakin ingin naik pesawat?" tanyanya kembali.
Aku menghela nafas panjang.
"Tentu Adikku sayang. Mulai sekarang Kakak akan membiasakan diri," jawabku dengan semangat.
Hmm
"Kak boleh ikut?" tanya Mischa.
Aku melirik Mischa sesaat.
"Tidak boleh. Bukankah besok kamu akan tes," ucapku menolak cepat.
"Bercanda Kak," sahutnya.
"Giat berolah raga," ingatku kepada Mischa karena besok dia akan ikut tes pendidikan TNI. Cita-cita Mischa mengikuti jejak mendiang Paman Cloud. Jarang-jarang keturunan generasi Januar menjadi seorang militer.
"Percayalah aku pasti Terima dengan murni tanpa ada embel-embel," sahut Mischa sangat percaya diri, dan aku juga yakin dia akan lulus. Secara Mischa memiliki postur tubuh seperti syarat masuk TNI.
"Amin," sahut kami mengaminkan ucapan Mischa.
Di ruang keluarga aku berbincang-bincang dengan Papa sama Mama. Moses sudah berangkat ke kantor 5 menit yang lalu, sedangkan Mischa mempersiapkan diri dengan latihan-latihan entah apa itu aku juga tidak paham.
"Sayang apa kamu yakin pergi ke sana sendirian?" tanya Papa dengan raut wajah sedikit khawatir.
"Iya Papa," jawabku sembari tersenyum.
"Untuk apa kamu ke sana sayang? Mama tidak ingin sesuatu kembali terjadi, Mama tidak ingin kehilangan lagi," lirih Mama dengan raut wajah sendu, bahkan matanya berkaca-kaca.
Aku menghela nafas yang begitu menyesakan. Aku ambil tangan Mama lalu mengusap punggung tangan itu. "Mama sayang jangan cemas, putrimu ini baik-baik saja," aku berusaha membuat Mama merasa tenang.
"Sebagai orang tua Mama pasti khawatir sayang," ucap Mama sembari meremas jari-jemariku.
"Aku tau Ma," sahutku singkat.
"Sepertinya putri Papa begitu semangat hmm apa ada sesuatu di sana? contohnya bertemu dengan seseorang," goda Papa dengan alis turun naik.
"Papa," protesku karena itu tidaklah benar.
"Apa kamu memiliki kekasih sayang?" tanya Mama, mungkin mereka penasaran karena selama ini aku belum pernah mengenalkan kekasihku, bagaimana mau dikenalkan karena statusku adalah jomblo akut.
"Tidak ada waktu untuk memikirkan itu Ma," jawabku seadanya dan itulah kenyataan.
"Masa kamu cantik begini tidak ada satupun pria melirik," ucap Mama sembari merapikan lembaran koran yang sedikit berantakan setelah Papa membacanya.
"Melirik tentu saja tak terhitung Mama," sahutku.
Hmm
Bukan tidak ada pria yang tertarik kepadaku tetapi untuk memikirkan kearah itu belum terpikirkan, bahkan aku populer di kampus. Hanya ada satu pria yang sedikit menarik perhatianku dulu yaitu seniorku. Tetapi setelah ia lulus tidak pernah bertemu lagi.
Aku ingin ke Italia karena sekedar berkunjung dan ingin mencari sesuatu tanpa aku utarakan kepada keluargaku. Aku ingin mencari informasi yang tentunya sangat sulit, bahkan keluarga besar kami tidak mendapatkan itu.
Kami menyudahi obrolan dan aku beranjak ke kamar, sedangkan Papa sama Mama menyibukkan diri di taman belakang, sepertinya menyirami tanaman. Begitulah kegiatan pagi kedua orang tuaku. Selama Moses mengantikan Papa, Papa tidak pernah ke kantor, jadi hari-harinya hanya menemani Mama. Aku bangga melihat kedua orang tua kami yang hidup rukun, harmonis dan satu lagi romantis.
°°°°°°
Tiba di bandara aku langsung check-in. Tidak ada yang mengenali statusku karena aku menggunakan masker serta kaca mata, kecuali check-in counter atau staff bandara.
Aku sabar mengantri. Seumur hidup baru kali ini merasakan hal yang baru karena seperti yang sudah kukatakan selama ini menggunakan pesawat jet pribadi. Kebetulan hari ini penumpang cukup ramai sehingga butuh waktu 30 menit aku berdiri. Tentu saja hal ini membuatku sedikit mengeluh tetapi ini sudah tekadku.
Di ruang tunggu aku menyibukkan diri sebentar mengecek ponsel. Aku tersenyum melihat notifikasi pesan dari Papa sama Mama. Aku pun segera membalas satu-persatu.
"Selamat pagi. Dengan menyesal kami menginformasikan bahwa hujan badai di Jakarta telah menunda beberapa penerbangan. Maskapai Z penerbangan xxx tujuan Italia dijadwalkan berangkat pukul 10:15 sekarang dijadwalkan berangkat pukul 12:00. Mohon periksa papan keberangkatan untuk info lebih lanjut dan pembaharuan tentang masing-masing penerbangan. Mohon kunjungi meja layanan pelanggan jika anda ingin membatalkan penerbangan anda. Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan ini. Terima kasih."
Aku menghela nafas panjang mendengar pengumuman itu. Hal inilah yang sangat aku hindari. Berjam-jam menunggu di ruang tunggu dengan keramaian. Aku kembali fokus dengan ponselku dan tidak lupa mengabarkan penundaan jadwal keberangkatan untuk waktu 2 jam.
"Awal yang menyebalkan. Kenapa sih turun hujan tiba-tiba," rutukku mengomel dengan diri sendiri. Bayangkan saja aku harus menunggu 2 jam lamanya. "Sabar Abel, sabar." Aku berusaha setenang mungkin.
Aku juga mendengar kekecewaan dari beberapa calon penumpang, apa lagi ada sebagian dari mereka membawa anak-anak. Berarti bukan hanya aku saja yang merasa kesal.
Bersambung....
Jangan lupa tinggalkan like, vote, favorit dan komennya agar author lebih semangat🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 197 Episodes
Comments
Mam Jes
ia koq ginih ia awal dah sah
2023-05-09
0
Sisca Fiodarenza
awal bab tentang pernikahan trs kok begini
2022-11-27
0
Amelia Lia
msh mode mumet 😁🤭
2022-08-04
0