Seusai makan malam kami melanjutkan obrolan di ruang keluarga yang sangat jarang aku manfaatin. Ini kali pertamanya. Sedangkan Alfred masih bergelut dengan pekerjaannya di ruang kerja. Alfred juga tidak ikut serta makan bersama-sama. Jangan harap dia akan mencicipi masakan yang berasal dari olahan tanganku. Alfred beralasan karena lagi rapat dengan atasannya melalui Videocall, yang sangat penting dan tak bisa ditinggalkan.
Aku tersenyum miris dengan alasan itu, tetapi Opa dan Oma sangat mengagumi Alfred karena kegigihannya dalam melaksanakan tugas atau kewajiban dalam bekerja.
Aku berpamitan pergi ke dapur untuk membuat puding buah, agar ada cemilan untuk besok. Oma sangat menyukai puding buah, dan aku mendapatkan resep dari Mama semasa gadis dulu.
Tidak lama aku pergi ke dapur Alfred turun untuk menemui Opa dan Oma yang masih berbincang di ruang keluarga.
"Opa, Oma belum tidur?" tanya Alfred sehingga membuat mereka menghentikan obrolan sejenak.
"Belum sayang. Apa pekerjaanmu sudah selesai?" Oma menanggapi pertanyaan Alfred.
"Jangan terlalu lelah Nak karena yang namanya pekerjaan itu tak pernah ada kata habis," timpal Opa.
Alfred tersenyum datar lalu duduk di samping Opa.
"Seperti yang Opa katakan Oma. Bahkan semakin menumpuk," ujar Alfred sesuai dengan kenyataan.
"Sayang rumah ini sangat sepi, hmm kapan kami mendengar tangisan anak bayi di rumah ini? jika tidak salah usia pernikahan kalian menginjak dua bulan tetapi belum ada tanda-tanda. Apa kalian sengaja menunda?"
Hmm
Alfred ingin tersedak tetapi ia tahankan dengan berdehem. Perkataan Oma membuatnya mati kutu.
"Apa yang harus aku katakan?" batin Alfred.
Aku kembali ke ruang keluarga di saat situasi mencekam, rasanya aku ingin kembali berlama-lama di dapur jika tau apa yang terjadi. Aku hanya bisa mendengar di akhir kata Oma.
Terpaksa aku ikut bergabung dan segera duduk di samping Oma. Aku kira Alfred masih di ruang kerja.
"Sayang apa belum ada tanda-tanda didalam sini?" tanya Oma sembari mengelus perut rataku .
Pertanyaan Oma membuat aku kelabakan untuk menjawabnya.
"Bagaimana mau tumbuh Oma, bibitnya saja belum di semai," aku membatin dengan wajah bersemu merah.
"Belum di kasi Oma," sahutku pada akhirnya.
"Menantuku sayang minta di ajari Opa jika ada kendala," goda Oma terlalu vulgar.
"Oma," protesku dengan mata melotot menatap Oma yang sedang terkekeh.
Hahaha
"Oma lihat kalian masih sangat canggung, masih malu-malu. Hmm pantas saja kepompong belum berkembang," kata Oma semakin menyudutkan kami.
Alfred memijit ujung keningnya, sedangkan aku menunduk menyembunyikan wajahku ini.
"Oma, Opa sebaiknya istirahat. Apa Opa sama Oma tidak kelelahan?" aku sengaja membujuk mereka biar tidak terus menggoda.
"Belum sayang," sahut Oma sehingga membuat aku merasa lemas.
Melihat aku sudah frustasi membujuk, akhirnya Alfred berinsiatif dengan cara paling ampuh dan anti gagal. Kayak teflon anti lengket saja ya say....🤣
Huam....
Alfred menguap.
"Sayang sepertinya aku sudah mengantuk, ayo kita segera tidur," ujar Alfred kepadaku.
"Tidur?" gumamku dengan mulut menganga.
Alfred langsung beranjak dari tempat duduknya dan mendekatiku yang seperti orang kebingungan. Alfred meraih tanganku sehingga membuatku ikut bangkit.
"Opa, Oma kami ingin berusaha mewujudkan keinginan Opa sama Oma," ujar Alfred.
Seketika aku mematung mendengar perkataan yang tak mungkin itu.
"Semangat sayang," ucap Oma.
"Semoga berhasil," timpal Opa sembari mengajukan jempol.
Kedua tua itu sengaja enggoda pasangan pengantin baru.
Alfred membawa aku dengan cara memeluk pinggangku. Sungguh aku sangat risih. Kami menaiki tangga tetap dengan posisi itu karena kami tau kedua tua heboh itu memandangi langkah kami.
Tiba di lantai dua aku berhenti melangkah dan berusaha terlepas dari dekapan Alfred.
"Tidur di kamarku," suara bariton seperti nada kesal itu membuatku bungkam. "Jangan berpikir macam-macam, ini terpaksa aku lakukan karena kedua tua heboh itu ada di sini," ralatnya kembali.
"Mereka Opa, Omaku jadi jangan pernah katai dengan sebutan itu," belaku tak rela. "Mereka tidak akan tau jika kita beda kamar," imbuhku.
"Baiklah jika memang itu maumu, siap-siap saja," ancam Alfred.
"Aku harus bagaimana? mana mungkin aku tidur satu kamar. Jika pria dan wanita sekamar para iblis banyak menggoda, aku tidak ingin hal yang merugikan terjadi," aku membatin sembari meremas jari-jemariku yang terasa dingin.
"Simpan pikiran mesvmmu itu. Jangan pikir aku tergoda dengan tvbvhmu itu. Aku hanya terjebak dan terpaksa demi menjalankan misiku," ujar Alfred seakan mengetahui apa yang sedang aku pikirkan.
"Hah apa dia seorang paranormal? tau dengan isi pikiranku?" gumamku tanpa mengeluarkan suara.
"Baguslah jika kamu merasa begitu, jadi aku tidak perlu was-was,"
"Kau bukan tipeku dan kau hanya tawanan balas dendamku," setelah mengatakan kata kasar itu Alfred melanjutkan langkahnya menuju lantai tiga, dimana itu fasilitas pribadinya.
"Hanya pria menyimpang yang tak tertarik dengan diriku, bahkan diluaran sana tak terhitung pria yang mengidolakan tvbvhku ini," aku sengaja memanasi Alfred.
Benar saja aku berhasil memanasi Alfred. Alfred menghentikan langkahnya dan menatap aku dengan sangat tajam, sangat terlihat pada kedua rahang yang mengeras.
Alfred lalu mendekat dan langsung mencengkram daguku begitu kuat.
"Akibat mvrahanmu itu menyebabkan Adikku pergi untuk selama-lamanya. Kau memang wanita mvrahan Isabella," teriak Alfred merendahkan diriku. "Kau meragukan diriku Isabella? tetapi sayangnya aku sama sekali tak tertarik dengan apa yang kau miliki, kecuali pria buta," sambungnya semakin kasar.
Seketika amarah Alfred terpancing. Bayangan masa lalu menguasai dirinya. Aku meringis menahan rasa sakit tetapi tidak bisa lepas karena sungguh Alfred seperti iblis saat ini.
"Sayang ada apa?" teriak Oma dari lantai dasar. Walaupun sudah tua tetapi pendengaran mereka masih jelas.
Mendengar panggilan Oma membuat Alfred mau tak mau melepaskan cengkraman itu.
"Tidak ada yang terjadi Oma," teriaku agar mereka tidak khawatir.
"Pelankan suara-suara aneh itu," goda Oma kembali sehingga berhasil membuat kami saling memandang lalu segera membuang muka.
Dengan sangat kuat Alfred menyentak lenganku, menyeret aku agar mengikuti langkahnya. Aku tidak berani lagi mengeluarkan unek-unekku, sungguh aku merinding melihat mimik wajahnya itu.
Brak
Tvbvh kecilku ini di dorong sehingga mendarat di sofa.
Awww
Tentu saja aku meringis, siapapun aku yakin merasakan itu.
"Kau tidur di situ," ujar Alfred lalu berlalu masuk kamar mandi, tak lupa pintu dibanding keras sehingga membuatku kaget.
Di kamar mandi Alfred membasuh wajahnya dengan air dingin.
Aaak....
Teriak Alfred di depan cermin besar.
"Wanita itu," teriaknya kembali. Aman saja ia berteriak di kamar mandi karena kedap suara. "Dasar mvrahan! Entah bagaimana dan lihat dari mananya kau bisa jatuh cinta kepadanya Ber?" keluh Alfred dengan bibir bergetar, bahkan kini tubuh yang selalu terlihat kekar itu merosot ke lantai.
Bayangan masa lalu kembali berputar-putar seperti sebuah roll film. Alfred menangis seorang diri, kama mandi inilah selalu menjadi saksi bisu kelemahannya.
Di lain sisi aku mengedarkan pandangan ke penjuru kamar. Kamar itu begitu besar, rapi serta bersih. Hanya terdapat sofa panjang serta eja kecil di samping atas ranjang. Warna khas laki-laki yaitu putih hitam. Seprey dan bedcover warna putih dan gorden warna serupa.
Jangan harap jika ada foto yang bergantungan di rumah itu. Satu pun tak terlihat kecuali foto pernikahan kami yang baru kemarin di pasang sebelum kedatangan Opa sama Oma. Itu hanya dipasang sementara selama mereka di sini.
"Ada apa dengannya?" gumamku sembari memandang kearah pintu kamar mandi karena sudah cukup lama Alfred berada didalam sana. Tidak mungkin membersihkan diri, secara tadi dia sudah mandi.
Aku membaringkan tvbvhku di sofa dengan pandangan ke langit-langit kamar dengan nuansa warna putih. Seketika ingatanku kepada perkataan Alfred.
"Adik, apa yang sebenarnya terjadi. Bahkan aku sama sekali tidak mengenal keluarga ini. Apakah ini ada hubungan dengan Kak Gaby? dalam arti Alfred mengira aku adalah Kak Gaby, secara wajah kami mirip bahkan sama," batinku. "Ya aku yakin ini," ralatku kembali membatin.
Klek
Sibuk dengan lamunanku suara pintu kamar mandi membuyarkan. Aku tau itu adalah Alfred sehingga membuatku memiringkan tubuhku dan menutup mata, anggap saja aku sudah terlelap.
Alfred menatapku sesaat sebelum ke ranjangnya. Aku tau dia pasti ingin mencercaku kembali tetapi sayangnya aku sudah tertidur, itulah yang dipikirkannya.
Alfred mendekat dan ingin menyelimuti tvbvhku yang meringkuk tanpa selimut. Seketika ia urungkan niat itu dengan tangan menggantung. Sekilas bayangan masa lalu terlintas sehingga membuat darahnya mendidih. Bahkan selimut itu di lemparkan menutupi wajahku.
Sedangkan aku sudah merasakan panas dingin, bahkan sulit untuk bernafas. Seketika Alfred menjauh membuat jantungku lega. Demi apapun aku ingin cepat tidur dan tak sabar menunggu matahari terbit.
Bersambung....
Tenang para reader tidak ada yang terjadi malam ini😂
Jangan lupa tinggalkan like, vote, favorit dan komennya agar author semakin semangat 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 197 Episodes
Comments
Kairos Iros
semoga.. terungkap.sispa.yg.melakukan.persoslan.tetsebut
2023-04-14
0
Hayati Nufus
kelamaan cerita terkuak yang sebenarnya kasihan isabela thor buat si alfred bucin dan menyesal
2022-03-28
1
Navis
🤔🤔🤔🤔
2022-03-23
0