Ruanganku berada di lantai 10. Ruang yang tidak terlalu luas tetapi sangat bersih. Ruangan kecil ini lebih nyaman bagiku dibanding hanya berdiam di rumah.
Tok tok
Pintu ruanganku di ketuk.
"Yah silahkan masuk," ujarku.
Pintu terbuka.
"Selamat pagi dokter. Sekarang dokter di tunggu di ruangan dokter Frans yang berada di sebelah ruangan ini," ucap perawat kepadaku.
"Baiklah terima kasih. Saya akan segera ke sana," sahutku sembari tersenyum.
"Dokter sangat cantik," puji perawat berbadan gemuk dan aku yakin dia berasal dari kota ini.
Aku menyipitkan mata.
"Panggil saja aku Abel," aku memperkenalkan diri.
"Saya Yuen dokter asisten dokter Frans," balas perawat itu.
"Senang berkenalan dengan anda," ucapku sembari tersenyum.
Sepeninggalan Yuen aku merapikan kembali meja kerjaku.
"Nama itu tidak asing," gumamku.
Tidak ingin menunggu lama aku pun bergegas menuju ruang dokter Frans.
Tok tok
"Permisi," aku mengetuk pintu sembari menyapa karena pintu setengah terbuka.
"Iyo dokter silahkan masuk," sahut Yuen.
Aku masuk dengan tubuh membungkuk. Aku melihat dokter Frans sibuk dengan laptop di atas mejanya sehingga menghalangi wajahnya dari pandanganku. Yuen pun keluar meninggalkan kami berdua.
"Selamat pagi dok," sapaku kepada dokter Frans.
Dokter Frans menutup laptopnya.
"Iya selamat pagi juga," balas dokter Frans.
"Isabella,"
"Kak Frans,"
Seketika kami berdua saling melempar nama.
"Apa kamu benar Isabella dari Universitas xx?" tanya dokter Frans sekali lagi menyakini.
"Iya benar Kak," sahutku.
"Silahkan duduk," aku pun duduk, dan kami berbincang-bincang seputar masa kuliah dulu dan masa sekarang. Sungguh tak pernah menyangka kami dipertemukan di satu instalasi rumah sakit.
Frans adalah seniorku, kami memang tidak akrab hanya sebatas senior dan junior saja. Frans sangat terkenal di Universitas itu masa itu, bahkan dia menjadi idola para kaum hawa termasuk aku hehe.
"Permisi dokter, maaf menganggu. Saatnya dokter berkumpul di aula rumah sakit," terang Yuen.
Keningku mengerut karena tidak tau kabar itu.
"Oya aku lupa memberitahu, hari ini semua para dokter berkumpul di aula karena ada peraturan baru yang akan disampaikan para staff atau petinggi rumah sakit," ujar dokter Frans kepadaku.
"Oh begitu," sahutku.
Kami berjalan beriringan menuju lift karena aula khusus rapat dokter berada di lantai 15.
"Apa Kak Frans sudah lama bekerja di sini?" tanyaku didalam lift, kebetulan hanya kami berdua.
"Baru tiga bulan, aku mutasi dari kota x," sahut dokter Frans.
"Oh," aku ber oh ria.
Seketika hening, dan tak lama pintu lift pun terbuka. Kami masuk ke dalam aula, di sana sudah ratusan dokter duduk di kursi yang sudah tersedia. Kata dokter Frans jumlah dokter di sini mencapai 200 orang.
Kami menempati kursi barisan kedua karena barisan pertama sudah penuh.
Rapat akhirnya dimulai. Tiba-tiba pandanganku tertuju kepada dua sosok yang baru saja masuk, dua sosok yang sangat aku hindari.
Aku menelan ludah dan langsung memandang kearah lain, untungnya aku tadi tidak duduk dibarisan kursi paling depan.
"Ada apa?" tanya dokter Frans melihat perubahanku. Sedangkan dokter wanita saling berbisik-bisik mengagumi ketampanan Alfred.
"Tidak apa-apa Kak," sahutku berusaha setenang mungkin. "Sebenarnya mereka siapa sih?" keluhku didalam hati.
"Dia tampan bukan?" perkataan dokter Frans membuat aku menoleh kepadanya.
"Siapa?" tanyaku polos karena aku memang tidak tau siapa yang dibicarakan dokter Frans.
"Tuan Alfred," ujar dokter Frans sekilas membalas tatapanku.
Aku tak menjawab karena jujur saja pikiranku entah kemana-mana.
"Apa kamu tak tertarik?" tanya dokter Frans yang berhasil membuatku kaget.
Aku menegakkan tubuhku, sebisa mungkin bersikap tenang.
"Aku sudah menikah Kak," lirihku dengan wajah tertunduk.
Deg
Mendengar pengakuanku membuat dokter Frans sontak kaget, bahkan ia merubah posisi duduknya menghadap kepadaku.
"Apa?" gumam dokter Frans dengan nada kecewa. "Maaf aku tidak tau," ujarnya kembali dengan tatapan datar.
"Tidak masalah Kak," sahutku sembari menyunggingkan senyuman.
Hmm
Hening itulah yang terjadi. Semua dokter mencatat poin-poin yang di arahkan oleh para petinggi .
Saatnya giliran Alfred yang berpidato. Jujur aku terpincut oleh ketampanan dan kewibawaan sosok Alfred. Tanpa sadar pandanganku tak teralihkan. Seketika kesadaranku buyar ketika pandangan kami saling bertemu. Dengan segera mungkin aku kembali menunduk menyibukkan diri dengan pena sama buku kecil.
"Kak Frans eh maksudku dokter Frans,"
"Jangan formal begitu, aku lebih suka dipanggil nama saja," sela dokter Frans. "Ada apa?"
"Sebenarnya siapa yang pemilik rumah sakit ini?" tanyaku tiba-tiba karena aku ingin tau apa kekuasaan Alfred maupun Andre di sini. Keanehan semakin aku rasakan karena Andre seperti anak kucing yang selalu mengekor pada induknya, padahal kedudukan mereka setara.
Kening dokter Frans mengernyit.
"Lebih baik kita mengobrol di lain tempat setelah rapat usai," ujar dokter Frans.
"Baiklah," sahutku. Oke ini kesempatanku mengorek sedikit informasi tentang Alfred dari dokter Frans, sepertinya dokter Frans sangat tau.
Aku menatap dokter Frans cukup lama, seketika mataku menyipit.
"Kak Frans jika dilihat dan didalami wajah kalian ada kemiripan," tebakku.
"Mirip dengan siapa maksud kamu?" dokter Frans sedikit berpikir.
"Tuan Alfred,"
Mendengar hal itu membuat dokter Frans terdiam sembari memegang pelipisnya.
Belum menjawab rapat telah usai. Aku mengajak dokter Frans cepat-cepat keluar dari aula. Tanpa sadar aku menarik lengan dokter Frans saking ingin melanjutkan obrolan tadi dan satu lagi untuk menghindari Alfred maupun Andre, dua pria yang ingin aku hindari. Tetapi tindakan bar-barku ternyata memancing beberapa dokter wanita, aku tau dari sorot mata mereka memandangi aku. Tetapi untuk saat ini aku tidak peduli karena misiku lebih terdepan.
"Nona, Nona," telingaku menangkap panggilan dari Andre tetapi seakan tidak mendengar aku melanjutkan langkah dengan cepat menarik lengan dokter Frans. Lagi pula Andre bermaksud memanggil siapa, dia tidak menyebut nama. Biarlah urusan itu terselesaikan di rumah. Aku tau saat ini Alfred murka.
Kami milih mengobrol di kantin rumah sakit. Kami sengaja menempati meja dipojokan dan jauh dari kerumunan. Apa lagi ini jam istirahat makan siang.
Kami mulai mengobrol ditemani segelas jus.
"Hmm tadi kamu mengatakan aku mirip dengan Tuan Alfred, lantas di mananya yang mirip?" dokter Frans mulai membahas pria kejam itu.
Aku menatap dokter Frans. Tentu saja itu membuat dokter Frans salah tingkah, tetapi aku tidak menyadari itu.
"Hanya mata yang membedakan, selain itu sama," kataku dengan penilaianku.
"Senyum," ujar dokter Frans.
"Untuk itu aku tidak tau karena belum pernah melihat senyuman dari Tuan Alfred," sahutku jujur. "Maksudku belum pernah melihat senyuman lepas," ralatku kembali.
"Hmm kamu baru pertama masuk kerja tetapi seakan sangat kenal dengan Tuan Alfred," pertanyaan dokter Frans membuat aku kaget dan kebablasan untuk menjawab.
"Oh itu karena Tuan Alfred yang langsung mewawancarai," sahutku langsung mendapat ide cemerlang.
"Wawancara?" gumam dokter Frans dengan kening mengerut.
"Lupakan saja soal ini. Hmm kita lanjutkan pembicaraan yang terpotong tadi," aku sengaja tidak memperpanjang pembahasan soal itu tetapi ingin tau kelanjutan cerita mengenai Alfred.
Dokter Frans menghela nafas. Pandangannya ke sana sini, mungkin melihat situasi.
"Aku yakin kamu bisa menjaga privasi, apa kamu setuju?"
"Apa kamu sedikit ragu?"
"Baiklah aku percaya,"
Sesaat dokter Frans menegakan tubuhnya.
"Sebenarnya Tuan Alfred orang yang sangat baik dan perhatian kepada bawahannya. Sikap sombong, arogan, dingin bahkan kejam ketika kejadian dua tahun silam. Dimana Tuan Alfred ditinggal untuk selama-lamanya oleh Adik dan Ayahnya pada hari yang sama. Akibat tragedi itu semuanya berubah. Tuan Alfred selama itu mencari tau siapa sosok wanita yang menyebabkan Adiknya tega menghabisi nyawanya sendiri," cerita dokter Frans dengan ringkas. Sebetulnya ceritanya masih panjang.
Deg
Mataku membulat dengan tubuh membeku mendengar apa yang diceritakan dokter Frans. Aku menelan ludah sembari meremaskan jari-jemari tiba-tiba dingin.
"Kasian ya?" lirihku dengan bibir bergetar.
"Itulah yang aku tau," ujar dokter Frans tanpa menyadari perubahanku.
"Berarti Kak Frans sangat mengenali Tuan Alfred,"
Dokter Frans tidak menjawab tetapi menyunggingkan senyuman yang membuat aku gugup. Ya semasa kuliah aku memang mengidolakan dokter Frans secara terpendam.
"Jika boleh tau kedudukan Tuan Alfred apa ya di rumah sakit ini?" tanyaku ingin tau rahasia apa lagi. Padahal saat ini kedua kakiku tak sanggup untuk berpijak. Tentang wanita yang dimaksudkan memenuhi isi kepalaku.
"Tuan Alfred adalah.....,"
"Maaf saya menganggu. Dokter Frans anda diperintahkan untuk menghadap Tuan Hudo pemilik rumah sakit ini. Tuan mengatakan ingin berbicara empat mata dengan dokter senior," tiba-tiba Andre mencela obrolan kami yang masih menggantung.
Ssst aku mendesis melihat kehadiran pria menjengkelkan ini. Kenapa pada saat begini dia menampakan batang hidung peseknya itu, hmm itu cuma ledekanku saja karena aslinya mancung.
"Terima kasih Tuan Andre. Dokter Isabella aku permisi," ujar dokter Frans.
Aku mengangguk sembari tersenyum.
Sepeninggalan dokter Frans aku terdiam sembari mencerna semua kata-kata dokter Frans. Aku melupakan pria dingin yang sedang berdiri di sampingku.
"Jaga privasi anda Nona," sindiran Andre membuyar lamunanku. Aku kira Andre sudah pergi bersamaan dengan dokter Frans tetapi nyatanya dia ingin mencecarku.
"Salahku apa Andre? salahkah berbincang-bincang dengan rekan kerja?" aku memberi pertanyaan. Jujur saja saat ini aku malas untuk berdebat karena cerita dokter Frans masih terngiang-ngiang.
"Apa yang dokter Frans katakan?"
Aku merubah posisi dudukku agar bisa bersitatap dengan Andre, tentu saja Andre langsung menundukkan wajah.
"Dokter Frans adalah seniorku pada saat kuliah, kami satu universitas. Jadi ini pertemuan pertama kali setelah dokter Frans lulus," terangku dengan jujur agar tidak membuang waktu. "Jadi salahkah kami saling menyapa?" ralatku kembali dengan nada malas.
"Saya permisi," ujar Andre sebenarnya belum puas dan langsung berlalu.
Di ruangan aku termenung. Aku masih mencerna setiap perkataan dokter Frans.
"Apakah wanita yang dimaksudkan adalah Kak Gaby?" gumamku dengan wajah pucat pasi.
Bersambung....
Jangan lupa tinggalkan like, vote, favorit dan komennya agar author lebih semangat🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 197 Episodes
Comments
Amelia Lia
msh misteri gunung merapi 😁😁🤭
2022-08-04
0
Navis
teka teki
2022-03-23
0
Erly Mimi Bisma
frans yg di sukai abel waktu kuliah ...
apa frans sodaranya alfred
2022-03-18
0