Rayhan menatap gelapnya langit malam dari kaca jendela pesawat. Hampir sepuluh jam perjalanan, namun dia belum juga bisa memejamkan matanya. Dia kemudian menatap Inara yang sudah terlelap di sampingnya.
'Tuhan aku mohon padamu agar saat kami sampai, aku tidak ingin kembali bertemu dengan Vallen dan Firman, jujur saja aku belum sanggup untuk menahan rasa sakit melihat raut wajah bahagia Vallen saat sedang bersama dengan Firman. Raut wajah bahagia yang tidak pernah kulihat saat dia bersamaku dulu.' gumam Rayhan sambil tersenyum kecut.
"Mas, kau belum tidur?" tanya Inara yang membuyarkan lamunan Rayhan.
Rayhan pun tersenyum.
"Kau sepertinya sedang memikirkan sesuatu?"
Mendengar perkataan Inara, seketika Rayhan pun panik.
"Inara, tolong jangan berfikiran macam-macam, aku hanya sedang memikirkan tentang pekerjaan yang akan kutangani, sepertinya ini memang sedikit berat. Sebenarnya inilah yang membuatku sempat ragu untuk pulang, tapi aku tidak bisa membiarkan papa menangani masalah ini sendiri."
"Sedikit berat? Bukankah kau sudah terbiasa menangani kasus yang berat mas?"
"Iya Inara, tapi ini sedikit berbeda. Aku harus membantu seseorang untuk mempertahankan perusahaan miliknya."
"Bukankah itu sesuatu hal yang mudah mas?"
"Tidak Inara karena pemilik perusahaan itu yang merupakan anak angkat dari Om Raka saat ini sedang koma, sedangkan orang yang ingin merebut perusahaan itu adalah suaminya sendiri, anak kandung dari Om Raka."
"Astaga, kenapa ini begitu rumit mas?"
"Ya, ini bukanlah perkara yang mudah karena bagaimanapun juga dia masih menjadi istri dari anak Om Raka, sedangkan aku hanya ditugaskan sebagai pengacaranya saja. Sebenarnya dia lebih berhak atas hidup istrinya, tapi aku tidak bisa membiarkan seseorang berbuat jahat pada orang yang tidak berdaya."
"Mas kau benar-benar harus menolong wanita itu, aku tidak bisa membayangkan bagaimana jika aku ada di posisinya."
"Iya Inara, aku akan berusaha semampuku untuk mempertahankan perusahaan tersebut, paling tidak sampai dia bangun dari koma nya."
"Iya mas, kau benar. Lalu apakah wanita itu sudah tahu perilaku suaminya?"
"Entahlah Inara, aku juga tidak tahu itu. Aku cuma berharap agar dia bisa secepatnya bangun dari koma. Setelah kita sampai, aku harus segera bertemu dengan Om Raka. Kau tidak apa-apa kan langsung kutinggal bekerja?"
"Tidak apa-apa, mas." jawab Inara sambil tersenyum.
'Aku lebih senang kau sibuk dengan pekerjaanmu daripada kau menghabiskan waktumu hanya untuk memikirkan Vallen, itu jauh lebih baik bagiku.' gumam Inara sambil melirik Rayhan yang kini mulai memejamkan matanya.
🥀🥀🥀🥀🥀
"Oh ternyata sudah pagi." kata Vallen saat membuka matanya, dia kemudian mengalihkan pandangannya pada laki-laki yang sedang memeluk tubuhnya. Vallen pun menopang wajahnya lalu menatap Firman yang tidur dengan bertelanjang dada.
"Kenapa perutku rasanya selalu bergetar saat melihat Firman saat tidak memakai pakaian seperti ini." kata Vallen sambil terkekeh, dia kemudian mendekatkan wajahnya pada dada Firman kemudian menggigit dada Firman yang membuat Firman terkejut lalu bangun dari tidurnya.
"Vallen, apa yang sedang kau lakukan?"
"Membuat tanda merah."
"Tanda merah?" tanya Firman sambil mengerutkan keningnya.
"Ya, bukankah aku belum pernah melakukan itu jadi aku sedang mencobanya, kau sudah berulangkali melakukannya pada tubuhku tapi aku belum pernah melakukan itu."
Firman pun tersenyum.
"Bilang saja kau sangat terpesona padaku."
"Hahahaha, kau sudah tahu jawabannya jadi aku tidak perlu berpura-pura lagi, aku akan membuat tanda merah lagi di tubuhmu."
Firman kemudian melirik jam di dinding kamar mereka.
"Sepertinya kita juga masih punya waktu, Vallen." kata Firman sambil menatap Vallen dengan tatapan nakal.
"Ya, lakukan saja. Kau memang harus segera menghamiliku." kata Vallen sambil mendekatkan wajahnya pada Firman yang membuat Firman tersenyum.
"Dasar wanita aneh."
"Biarpun aku aneh tapi kau sangat mencintaiku kan?"
"Tentu saja, apa kau perlu bukti?" bisik Firman sambil membelai wajah Vallen.
"Buktikan jika kau mampu menghamiliku?"
"Hahahaha, ya."
"Baik, kalau begitu cepat lakukan, hamili aku sekarang juga."
Firman pun tersenyum sambil menatap Vallen dengan tatapan nakal. Dia kemudian mendekatkan wajahnya pada wajah Vallen lalu mulai menciumnya dengan penuh gairah.
"Firman pelan-pelan Firmannn!!! pelan-pelan!!!"
Namun saat Firman mulai menanggalkan pakaian Vallen tiba-tiba ponselnya pun berbunyi.
"Aku angkat teleponnya dulu sayang, siapa tahu penting."
"Iya iya, huft.. mengganggu saja." gerutu Vallen.
Firman pun kemudian mengambil ponselnya yang ada di atas nakas.
[Halo Pak Yanuar.]
[Halo Firman, maaf mengganggu pagi-pagi.]
[Tidak apa-apa, anda tidak menggangu. Ada apa Pak Yanuar?]
"Bohong." gerutu Vallen.
[Firman, ada kabar duka. Tuan Raka meninggal tadi malam.]
[Innalillahi.] jawab Firman yang membuat Vallen menatap wajahnya. Vallen kemudian duduk di samping Firman sambil mendekatkan tubuhnya.
[Firman, bisakah kau datang ke kediaman Tuan Raka pagi ini sebelum kau berangkat ke kantor?]
[Oh tentu saja, saya akan ke rumah Tuan Raka sebelum berangkat ke kantor.]
[Iya Firman, terimakasih banyak. Sampai bertemu di sana nanti.]
[Iya Pak Yanuar.] jawab Firman kemudian menutup panggilan itu.
"Siapa yang meninggal?"
"Tuan Raka, dia pemilik perusahaan di tempatku bekerja. Sebelum berangkat ke kantor aku akan ke rumah Tuan Raka terlebih dulu, jadi sepertinya kita harus berangkat lebih pagi. Bagaimana? Kau tidak keberatan kan?"
"Tentu saja, lebih baik kita bersiap sekarang."
"Bersiap?" tanya Firman sambil mengerutkan keningnya.
"Ya, bukankah kita harus berangkat lebih pagi."
"Tapi kita masih punya waktu, Vallen."
"Untuk?"
"Menghamilimu?" jawab Firman sambil mendorong tubuh Vallen ke atas ranjang.
💙💙💙
Rayhan menghembuskan nafas panjangnya saat melangkahkan kakinya keluar dari bandara. Di saat itulah tiba-tiba ponselnya pun berbunyi.
"Dari siapa mas?"
"Papa." jawab Rayhan kemudian mengangkat panggilan itu.
[Halo Rayhan.]
[Ya, halo pa.]
[Rayhan, kau sudah sampai kan?]
[Iya aku baru saja sampai, ada apa pa?]
[Rayhan, ada kabar duka cita. Om Raka meninggal tadi malam.]
[Innalillahi.]
[Rayhan, bisakah kau langsung ke rumah Om Raka sekarang juga? Papa sudah ada di sini, kau bisa kan menyusul papa ke sini kan?]
[Sebentar pa, aku bicara dulu dengan Inara.]
"Ada apa mas?"
"Om Raka meninggal Inara, dan papa menyuruhku untuk segera ke sana. Bagaimana Inara?"
"Tidak apa-apa, kau langsung saja pergi ke sana. Bagaimanapun juga saat ini kau adalah pengacara di kelurga mereka, kau harus menghadiri pemakaman tersebut mas."
"Baik, terimakasih banyak Inara."
Inara pun mengangguk.
[Papa, aku akan menyusul papa ke rumah Om Raka sekarang juga.]
[Baik Rayhan, terimakasih banyak.]
[Iya Pa.] jawab Rayhan kemudian menutup panggilan telepon itu.
"Inara, aku pergi sekarang ya. Sudah ada sopir suruhan mama yang menjemputmu, aku akan pergi ke rumah Om Raka dengan menaiki taksi."
"Iya mas, hati-hati."
Rayhan pun mengangguk kemudian meninggalkan Inara lalu masuk ke sebuah taksi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Febi putri agelica
kok perut di author yang begetar bukan nya hati ya
2023-08-11
0
💜⃞⃟𝓛 ༄༅⃟𝐐🇺𝗠𝗠𝗜ᴰᴱᵂᴵ 🌀🖌
di bab ini ngakak sendiri, lucu aja. minta di hamilin, 🙈🙈🙈🙈🙈
2022-11-10
0
Irsa Arini
rayhan akan bertemu dengan firman dan vallen dirumah tuan raka
2022-03-17
1