Pelarian Yang Gagal

*Part Xiao Ying

Setelah di marahi Kakak, 2 hari ini aku selalu berdiam diri di kamar dan sudah 2 hari juga Putra Mahkota tidak ada kabar.

Tiba-tiba Pelayan Lee datang dan berkata

"Nona, aku melihat Nona Besar tidak begitu sehat, sedangkan Jenderal Meng di panggil Kaisar ke istana. Tidak kah kamu pergi menjenguk dan menemaninya."

"Tapi aku takut Kakak Masih marah padaku."

"Ini sudah lewat 2 hari, Nona Besar pun pasti sudah tidak marah, lagian Nona juga sudah 2 hari tidak keluar kamar."

"Baiklah, mari kita pergi ke tempat Kakak."

Sesampainya aku di tempat Kakak, aku mendengar suara Jenderal Meng yang ternyata sudah kembali dari Istana.

"Tadi Kamu bilang Jenderal Meng pergi ke Istana?"

"Ya Nona, semalam dia pergi dan mungkin saja baru kembali."

Lalu tiba-tiba saja tanpa sengaja aku mendengar pembicaraan mereka. Aku mendengar Kakak bertanya.

"Apa yang Kaisar katakan padamu?"

"Besok adalah pernikahan Putra Mahkota dan tampaknya ini adalah pernikahan yang sudah di rencanakan Kaisar.

Kaisar marah karena Putra Mahkota tidak bersedia bahkan Putra Mahkota berkata pada Kaisar bahwa orang yang ingin dia peristri adalah Xiao Ying."

"Lalu bagaimana ini? aku khawatir Xiao Ying akan terkena masalah besar."

"Kamu jangan khawatir, besok pernikahan tetap akan di laksanakan, walaupun dalam keadaan terpaksa."

Mendengar itu aku pun berlari kembali ke ruanganku sambil menangis, Pelayan Lee yang melihat itu pun mengejar ku dari belakang.

Sampai di kamar aku menutup dan mengunci pintu dan hanya terus menangis tanpa ku perduli kan Pelayan Lee yang terus mengetuk pintu dan memanggilku.

Apa yang bisa kulakukan kan? aku hanya bisa menangis sekarang, dia sudah berjanji padaku.

Lalu tidak lama aku mendengar suara Kakak dari luar, ternyata Pelayan Lee pergi melapor pada Kakak dan sekarang Kakak datang mencari ku.

Dengan nada yang khawatir Kakak mengetuk pintu kamarku.

"Xiao Ying buka pintu, Kakak ingin berbicara dengan mu."

Mendengar suara Kakak yang panik tapi lemah karena sakit, aku pun segera membuka pintu.

"Xiao Ying, Kakak tau kamu sedih, tapi kamu harus menerimanya, sejak awal lagi Kakak sudah katakan padamu untuk menjaga jarak, Kakak tidak Ingin kamu terluka."

"Tapi dia sudah berjanji padaku."

"Apa daya dengan janji itu jika Kaisar sudah membuat keputusan, menentang Kaisar Sama saja dengan mencari jalan kematian."

Aku hanya menangis dan menangis.

"Sudah lah jangan menangis lagi, kamu harus melupakannya."

Setelah Kakak berkata seperti itu, Kakak mulai batuk dan mengeluarkan darah lalu pingsan, dengan panik kami segera memanggil tabib.

Tabib berkata tubuh Kakak sangat lemah, dia perlu istirahat, aku menemani Kakak di situ sampai sore dan tampaknya keadaan Kakak membaik, lalu Jenderal Meng menyuruh ku kembali beristirahat.

Sambil duduk aku berpikir, ini sudah seharusnya aku melupakannya, aku harus sadar siap diriku.

Tiba-tiba seorang mengetuk jendela dan memanggilku dengan suara berbisik.

"Nona...Nona..." sambil dia mengetuk.

Lalu kubuka dan tenyata itu adalah Pelayan pribadi Putra Mahkota.

"Apa yang kamu lakukan di sini "

"Putra Mahkota menyuruhku memberikan surat ini padamu."

Lalu ku ambil surat itu dan Pelayan Pribadi Putra Mahkota pun segera pergi dengan sangat berhati-hati.

Ku buka surat itu di dalamnya terlukis sebuah gambar air terjun dan bulan, aku mengerti itu bermaksud kan untuk bertemu dia di air terjun.

Malam pun tiba ku tunggu sampai agak larut dan di luar sepi, dengan bantal, ku buat seolah aku sedang tidur dan tanpa berpikir panjang dengan diam-diam aku keluar pergi ke tempat yang kami janjikan.

Tapi aku tidak melihat Putra Mahkota di situ saat aku sudah sampai dan dengan hanya di temani cahaya bulan aku berdiri menunggunya di situ, Aku terus menunggu dan menunggu karena aku percaya dia akan datang.

Sampai hampir menjelang pagi aku melihat Putra Mahkota datang bersama seorang berbaju hitam dengan memakai topeng, mereka menunggangi Kuda.

Putra Mahkota turun dan dia segera memelukku dan berkata.

"Ikut aku pergi."

"Tapi..."

"Kita sudah tidak punya banyak waktu, jika tidak pergi sekarang selamanya kita tidak akan bersama."

Lalu dia menarik tanganku dan kami menaiki kuda dan pergi. Karena seluruh Kota sudah di jaga ketat oleh prajurit kami pun mengganti pakaian seperti rakyat biasa dan dengan bantuan dari orang bertopeng itu, kami pun berhasil keluar dari gerbang kota.

Hari sudah mulai terang, bisa keluar dari gerbang kota saja kami sudah merasa lega, tapi bukan berarti kami sudah aman, kami masih meneruskan perjalanan dan sejauh-jauhnya kami melarikan diri.

Ya Tuhan apa yang kami lakukan ini, dia meninggalkan tahtanya dan aku meninggalkan Kakak, apa keputusan kami ini benar?

Dalam pikiran ku asalkan bisa bersama, aku juga akan melakukan apa pun seperti dia yang meninggalkan tahtanya demi aku.

.

.

.

.

Tiba-tiba saja kuda kami di panah hingga kuda yang kesakitan memberontak dan kami berdua terjatuh dari atas kuda, untung saja dia melindungi ku jadi kami pun tidak terluka parah.

Karena tiba-tiba di serang kami pun cepat berlari dan sekelompok orang berbaju hitam terus mengejar kami.

Kami tidak dapat melawan karena jumlah mereka begitu banyak sedang kan kami hanya bertiga.

tanpa melihat kebelakang Kami terus berlari dan berlari, sampai sekelompok lainnya menyekat kami dari depan.

Kami pun tak berdaya, seberapa kuat perlawanan kami tetap tidak bisa menang dan akhirnya kami di tangkap.

Tidak ku sangka sekelompok orang yang menangkap kami adalah orang yang sudah di persiapkan oleh Kaisar, sehingga kami di bawa kembali ke istana.

Di situ aku di pisahkan dengan Putra Mahkota, aku di bawa ke penjara, begitu juga orang yang menolong kami keluar itu. Sedangkan Putra Mahkota, aku tidak tau mereka membawanya kemana.

Tiba-tiba aku yang ketakutan dan tidak tau apa yang terjadi di luar sana, tiba-tiba datang 2 orang prajurit membawa paksa aku ke sebuah ruangan dan di situ aku melihat orang yang menolong kami tadi pagi itu di ikat rantai dalam keadaan tidak memakai baju dan sudah tidak sadar, badannya penuh luka cambukan.

Seketika itu aku menangis melawan dan meminta ampun, tapi para prajurit itu tidak perduli, mereka mengikat kedua tanganku dengan rantai lalu aku di cambuk, satu kali cambukan sakitnya sudah membuat ku hampir pingsan, kedua kali cambukan dan seterusnya aku sudah tidak merasakan apa-apa lagi dan semuanya gelap.

Lalu saat aku terbangun aku sudah berada di penjara lagi dalam keadaan di rantai dan seluruh badan sakit.

Sakit yang tidak dapat aku ungkapkan, berulang kali aku di cambuk hingga luka yang sudah luka di tambah luka lagi, sampai aku merasa aku ingin mati saja saat itu.

Terpopuler

Comments

See Chin Kiat

See Chin Kiat

😔😔😔

2022-03-28

3

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!