Patricia Jessica Donovan POV
Aku terbangun. Aku merasakan tangan kananku tengah digenggam oleh seseorang.
Aku melihat wajah Abraham. Suamiku tertidur di sisi tempat tidur dan menggenggam tanganku.
Aku tersenyum lalu tiba-tiba kepalaku berdenyut. Rasanya sakit sekali.
"Uh.. " erangku. Aku merasakan power yang sangat kuat keluar dari badanku.
Aku melihat adegan demi adegan di masa lalu. Semuanya serba cepat bagaikan film.
Aku melihat sesosok seperti Sebastian dan Abraham, mereka bertempur dan aku menghalangi mereka, namun aku yang terkena. Sosok seperti Abraham berteriak dan memeluk tubuhku.
Lalu adegan itu hilang. Kepalaku sakit, dada kiriku mengeluarkan panas yang tak biasa. Tak pernah aku merasakan seperti ini sebelumnya.
Aku tak bisa bernafas ,"To.. long.. To.. long.." nafasku sudah satu-satu. Apakah aku akan mati? Mengapa setelah mendapat penglihatan itu aku tak bisa bernafas?
Abraham terbangun dan dia langsung mengambil air dan mengucapkan mantra lalu air itu diminumkan padaku.
Aku meminum airnya sedikit demi sedikit. Lalu nafasku kembali bebas. Air yang ku minum sudah habis.
Aku memeluk Abraham. Aku menangis di pelukannya. Entah kenapa aku merasakan takut
"Aku takut.. aku takut.." hanya itu yang ku ucapkan berkali-kali pada Abraham.
Abraham memelukku erat. Kami saling berpelukan erat. Kepalaku berada di dada bidangnya.
Begitu aku tenang, Abraham menarikku dan menghapus airmataku.
"Aku di sini, sayang. Jangan takut. Ayo kita makan. Kamu belum makan, wifey." ucap Abraham lembut.
"Ini sudah jam berapa?" Tanyaku kepadanya, memaksakan untuk tersenyum.
"Jam 9 malam, wifey. Tidak apa-apa. Aku makan bersamamu. Kamu mau makan di kamar atau di dining room?" Tawar Abraham lembut. Suara bariton yang lembut menenangkanku.
"Papa dan mama tidak makan? Aku melewatkan makan siang dan makan malam. Aku menantu yang buruk" ucapku menunduk, aku merasa malu.
"Tidak sayang, papa dan mama mengerti. Kita makan di bawah ? Aku gendong ya" ucapnya lembut.
Aku menatap manik hijau safirnya dan mengangguk.
Abraham menelpon maid untuk segera menyiapkan makan malam yang banyak karena kami akan turun ke bawah untuk makan.
Abraham mengecup bibirku lalu aku digendongnya.
Setelah sampai di dining room, sudah tersaji makanan dan minuman di atas meja.
"Hubby, apakah mama dan papa sudah makan?" Tanyaku setelah aku selesai meminum jus strawberry ku
"Mereka sudah duluan, wifey" jawab Abraham sambil meminum hot chocolate nya.
"Padahal aku ingin makan malam bersama mereka" ungkapku jujur.
Abraham menoleh padaku, dia tersenyum, "Besok pagi kita bisa sarapan bersama mereka, sayang." Ucap suamiku lembut. Rasanya aku lebih suka menyebut dia dengan kata hubby atau suamiku.
Hei, kemana perginya aku yang suka ragu-ragu ini?
"Sayang, aku boleh bertanya?" Tanyaku setelah selesai makan
"Ya, tanyalah, sayang" jawab suamiku lembut
"Kita sekarang di mana?" Tanyaku pelan.
Abraham terdiam, dia menarik nafasnya, "Kita di Kanada, wifey" jawabnya.
"Bolehkah aku membawa buah ke kamar sayang?" Tanyaku. Entah mengapa aku ingin membawa buah apel, pisang dan anggur ke kamar.
"Boleh, bawalah yang kamu suka, wifey" jawab Abraham lembut.
Aku mencoba berdiri tapi pangkal pahaku masih nyeri walau tak separah tadi.
"Uh.." erangku. Aku tak menyangka masih terasa sakit.
Abraham memegang lenganku supaya aku tak terjatuh. "Terimakasih, hubby." aku menatap manik hijau safirnya dan suamiku tersenyum dan mengangguk padaku.
"Buah apa yang kamu inginkan, wifey?" Tanya Abraham lembut.
"Apel, pisang dan anggur" jawabku.
"Bawakan buah buah itu ke kamar" perintah Abraham ke maid
"Baik, tuan muda"
"Terimakasih" kata Abraham.
Abraham menggendongku lagi karena tubuhku belum kuat dan kami akhirnya masuk ke kamar.
Tok! Tok!
"Masuk" sahut Abraham datar
"Permisi tuan dan nyonya muda, ini buah-buahan yang diminta nyonya muda" sahut seorang maid yang membawa 1 nampan dan berisi buah-buahan.
"Letakkan di meja dekat sofa" kata Abraham. Maid pun menaruhnya di sana dan dia membungkuk hormat lalu pergi meninggalkan kamar kami.
"Hubby, aku belum mandi" kataku
"Besok ya mandinya, wifey, sudah malam." terang suamiku. Sepertinya dia takut aku sakit bila mandi malam hari.
"Aku ingin ganti baju, hubby." Kataku pelan. Aku merasa risih memakai baju yang sama dari pagi.
"Aku bantu ya, wifey." Suara bariton ini terdengar lembut.
"Ya, hubby." Kataku sambil tersenyum dan Abraham terlihat bergegas mengambil baju ganti dan pakaian dalam ganti untukku.
Abraham membantuku berganti pakaian.
Terlihat wajah Abraham menelan salivanya kasar karena melihat tubuhku yang polos saat berganti pakaian namun Abraham masih tetap membantuku seolah tak menghiraukannya.
"Terimakasih, hubby." Kataku padanya.
"Sama-sama, wifey" balas Abraham sambil mengelus puncak kepalaku.
Aku melihat jam di nakas. Sudah jam 22:30 malam.
Aku mencoba berdiri, aku hampir terjatuh dan lengan kekar suamiku menahanku
"Kamu mau kemana, wifey?" Tanya suamiku, salah satu alisnya naik
"Aku ingin memelukmu, hubby" jawabku lancar, pipiku panas dan merona merah.
Suamiku terdiam lalu dia menarikku dalam pelukannya. Dadanya bidang membuatku nyaman bersandar di sana.
Wangi maskulin menguat tercium di hidungku, aku semakin nyaman memeluknya.
"Istriku sayang, aku sungguh mencintaimu" suara Abraham terdengar serak dan parau. Aku tak tahu harus bicara apa.
"Wifey, bila Sebastian datang, apakah kamu akan meninggalkan aku?" Tanyanya dengan suara bergetar. Aku membeku mendengar pertanyaannya.
Aku ingin pulang, tapi aku ragu apakah aku harus pulang ke sana atau tetap tinggal di sini.
Kecanggungan terjadi di antara kami. Aku tak tahu harus berkata apa.
Abraham memelukku semakin erat dan dia menggendongku ke ranjang.
Abraham melucuti pakaianku sampai tubuhku polos dan aku juga membantu membuka semua pakaiannya.
Abraham mulai membuka mulutku dan kami berciuman panas.
Ciuman ini ciuman kesedihan dan putus asa seolah mengatakan padaku agar jangan meninggalkan dia dan anak-anak. Tunggu dulu bagaimana aku bisa yakin bahwa nanti akan ada anak-anak diantara kami?
Suara erangan dan desahan menjadi satu dan kami melakukan pelepasan berkali-kali tanpa sadar sudah jam 04:00 pagi.
Abraham memelukku, mencium keningku dan wajahku. Dia memandang wajahku dalam-dalam.
"Aku mencintaimu, wifey. Walaupun kamu masih ragu akan perasaanku, aku mencintaimu dari dulu sampai sekarang." Suara baritonnya kembali dengan nada rendah, manik safir hijaunya menatapku dalam dan menghipnotisku.
"Maafkan aku, hubby. Aku..." Ucapanku terputus karena suamiku mulai menciumku.
Abraham memegang tengkukku sehingga aku mau tak mau membalas ciumannya, bahkan ciuman kami menjadi dalam, intens, dan bergairah.
Kami berdua terus berciuman panas dengan penuh gairah tanpa mengingat hal yang lain lagi.
🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤
Mohon tinggalkan jejak dengan like, komen dan vote yaaa. Terimakasih ♥️♥️♥️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Camelia
kuat banget ya
2020-09-14
0
Efi Maifida Salim
Penasaran... lanjut...
2020-08-30
1