Patricia Jessica Donovan POV
Selesai makan siang, Sebastian membayar billnya dan kami melangkah keluar restoran sambil bergandengan tangan.
Aku melihat-lihat store di sekeliling ku. Rasanya menyenangkan bisa jalan-jalan berdua dengan Sebastian.
"Sayang, aku mau makan martabak telor itu" aku menunjuk salah satu gerai martabak kepada Sebastian.
"Ayo kita beli, sayang" sahut Sebastian. Kami berdua pun ikut mengantre untuk membeli martabak telur itu.
Aku memilih martabak dengan 2 telur dan memakai toping keju mozzarella. Lalu Sebastian membayar billnya.
Aku memang terbiasa dengan masakan Indonesia tapi aku tetap suka keju.
Setelah pesanan kami sampai, aku pun makan ditemani Sebastian.
"Enak?" Tanya Sebastian. Manik birunya memandang ku dan dia tersenyum melihatku lahap makan
"Enak sayang. Aku sudah lama ingin makan ini" ucapku penuh semangat.
Sebastian tersenyum. Aku baru sadar bahwa Sebastian sangat tampan, gumamku dalam hati. Seandainya aku bisa mengatakan hal ini kepada kak Sophia, bisa dipastikan kak Sophia akan mengamuk padaku karena kak Sophia sendiri sudah bilang kalau adiknya tampan dan limited edition .
Tanpa sadar aku tersenyum. Sebastian masih terus menatapku.
"Aku suka melihatmu tersenyum, sayang " ucapnya sambil menggenggam tangan kiriku.
"Terimakasih sayang, maaf hari ini aku banyak merepotkanmu" kataku pelan sambil mengaduk jus Strawberry ku.
Sebenarnya aku merasa tidak enak dengan Sebastian. Aku baru saja makan siang dengannya dan nambah pula. Sekarang, belum ada 15 menit jalan-jalan di mall, aku malah makan lagi martabak telur. Nafsu makanku naik hari ini, tidak seperti biasanya.
Sebastian menggeleng, "Sama sekali tidak merepotkan. Aku bahagia bersamamu. Aku senang melihatmu makan banyak, menemanimu membeli buku dan mendengarkan ceritamu. Jangan sungkan padaku, sayang. Aku bukan orang lain karena kita saling mengenal sejak kecil"
Aku tersipu. Benar, Sebastian bukan orang lain. Sebastian sahabatku sejak kecil. Dia tahu bagaimana sifat dan kebiasaan ku. Aku juga mengenal sifat dan kebiasaannya.
Selesai makan, kami keluar dari foodcourt. Kami jalan-jalan santai di dalam mall. Aku senang window shopping alias melihat-lihat di mall ini.
Bukan rahasia umum bila seorang pria malas menemani teman perempuan atau pacarnya atau istrinya sekedar window shopping ataupun saat shopping di mall, selain lama, mereka pasti merasa bosan dan ingin segera menyudahinya.
Aku sering mendengar dari obrolan teman-teman perempuanku di kampus, mereka bercerita tentang bagaimana kesalnya mereka bila sedang di mall, pasti pacar mereka ribut dan meminta mereka untuk segera mengakhiri shoppingnya.
Aku bersyukur Sebastian tidak seperti itu dan dari dulu dia tidak rewel dalam menemaniku berbelanja atau jalan-jalan.
Sebastian selalu sabar dengan semua tingkahku, walau aku kurang tahu apa isi hatinya karena dia pendiam.
Tiba-tiba aku merasakan hawa dingin datang kembali, aku merasa diintai oleh seseorang namun aku masih berpikir bahwa aku baik-baik saja dan pasti aman karena kami di mall bukan di tempat yang sepi.
"Sayang, masih mau mencari buku?" Sebastian bertanya padaku. Sebelum sempat menjawab, aku mendengar suara musik yang keras dari lantai bawah.
Ada sebuah panggung dan ramai kerumunan orang. Rupanya ada acara atau ada semacam acara musik alias konser kecil yang diselenggarakan sehingga ramai orang di sana.
Sebastian menatapku, menunggu jawabanku.
"Sayang? Kita masih mau mencari buku?" Sebastian mengulangi pertanyaannya kepadaku.
Aku langsung tersadar dari lamunanku dan menggeleng seketika.
"Tidak, sayang. Aku mau melihat acara konser di bawah sana, sayang" aku menunjuk ke bawah.
Sebastian melihat ke bawah. Dapat terlihat jelas kerumunan orang ramai namun aku tak bisa dengan jelas siapa band atau penyanyi di bawah karena banyaknya orang dan kami sekarang ada di lantai 5.
"Kamu mau nonton acara musik di bawah? Di sana ramai." Sebastian sepertinya kurang suka.
"Iya sayang, aku mau menonton acara musik itu. Aku sudah lama tidak menonton konser karena fokus kuliah agar cepat lulus"
Sebastian terdiam sesaat lalu dia tersenyum, "Baiklah, kita ke bawah dan menonton acara musik itu. Jangan lepaskan tanganmu dariku ya, sayang" pesan Sebastian padaku. Aku mengangguk.
Aku menatap wajahnya dan tersenyum, "Iya sayang, terimakasih ya. Ayo kita ke bawah. Dari sini suara musiknya tak terlalu jelas"
Aku dan Sebastian turun dengan eskalator. Genggaman tangan Sebastian sangat erat. Buku-buku jariku menghangat seperti hatiku. Kantong plastik belanjaan ku masih dipegang di tangan kanan Sebastian.
Aku melihat tas kecil Sebastian juga dimasukkan ke dalam kantong plastik belanjaan ku.
Ketika kami sudah di lantai 1, aku segera bergabung dengan kerumunan orang untuk menonton acara musik itu.
Walau postur tubuhku lumayan tinggi tapi karena banyaknya kerumunan orang di sini, aku tak bisa maju ke depan.
Akhirnya aku bisa melihat siapa yang bernyanyi di atas panggung, dia adalah salah satu penyanyi wanita di Indonesia, Isyana Sarasvati.
Aku tidak mengetahui semua lagunya tapi aku suka penyanyinya. Aku pernah mendengar salah satu lagunya dan aku menyukai lagunya.
Sebenarnya, aku tidak terlalu mengikuti musik dari musisi jaman sekarang karena di rumah, aku selalu diperdengarkan musik-musik di era 70-an dan 80-an oleh kedua orang tuaku. Aku sendiri masih suka lagu-lagu era 90-an dan 2000-an.
Aku sudah memiliki musisi favorit sendiri dan bila aku sudah menyukai suatu musisi terutama lagu-lagunya, maka aku akan terus mendengarkannya sampai aku bosan.
Tanganku dan tangan Sebastian masih saling menggenggam. Aku sendiri merasa nyaman dan tak berniat melepaskannya. Aku rasa Sebastian juga merasakan hal yang sama denganku.
Aku melirik sesaat ke Sebastian, tanpa ku duga dia pun balas menatapku.
"Ya, sayang?" Tanyanya dengan tatapannya yang dalam.
Deg!
"Ah.. eh.. tidak apa-apa, sayang" aku tergagap. Pipiku memanas.
Aku tidak menyangka akan ketahuan memandang wajahnya. Malunya aku.
Hari ini aku cepat sekali merona dan gugup.
Aku merasakan ada getaran dari kantong plastik. Sebastian segera mengambil tas kecilnya dari sana.
Sebastian mengeluarkan ponselnya yang terus bergetar dan raut wajahnya berubah. Ada panggilan masuk tapi aku tidak tahu siapa.
Aku bisa mendengar Sebastian menghela nafas dan dia melihat wajahku, "Sayang, aku angkat telpon dulu ya. Tetaplah di sini, aku akan kembali sebentar lagi" suaranya terdengar berat dan dia berbisik ke kupingku.
Aku mengangguk. Sebastian pergi agak sedikit menjauh dikarenakan acara musik seperti ini membuat orang lain kesusahan dalam menerima panggilan telepon. Bila kita ingin menerima panggilan di tempat yang bising, sudah pasti kita tidak nyaman dan tidak bisa leluasa berbicara.
Aku masih di tempat yang sama, aku melirik jam tanganku, sudah jam 16:30.
Tak terasa hari sudah sore. Acara musik masih berlangsung, aku mencoba menikmati karena memang aku jarang menonton acara musik secara live di tempatnya.
Lagu-lagunya bagus juga, gumamku dalam hati.
Aku merasa hari ini kurang fit karena aku suka merasakan kepalaku agak pusing. Apakah aku mau datang bulan? Biasanya kalau aku hendak datang bulan, aku akan pusing tepatnya migrain selama seharian dan juga nafsu makanku naik. Aku teringat bahwa hari ini aku makan banyak, bisa jadi aku mau menstruasi, pikirku.
Aku melihat ada yang datang, seperti Sebastian namun aku tak bisa dengan jelas melihat wajahnya karena postur tubuhnya lebih tinggi dariku.
"Sudah selesai menelponnya?" Tanyaku ketika kulihat Sebastian berdiri disampingku. Aneh dia diam saja. Aku hanya melihat dia mengangguk dengan tatapan lurus ke depan.
Aku tak melihat kembali wajah pria itu karena aku pikir Sebastian, dilihat dari tinggi tubuh dan posturnya sama.
Dia mengangguk dan menggandeng tanganku dan berjalan menjauh dari tempat acara musik.
Aku tersentak dengan jemarinya. Kenapa berbeda? Apakah dia Sebastian?
Yang kuingat adalah tangan Sebastian yang hangat. Namun tangan yang ini dingin, dingin seperti es.
Aku tak bisa melihat wajahnya karena pandanganku menjadi agak kabur, apakah dia Sebastian ataukah dia itu Abraham?
Kepalaku mendadak pusing. Aku mencoba tetap sadar, aku sudah mencoba mengerjapkan mataku beberapa kali. Yang ada kepalaku semakin terasa pusing, pusing yang aku rasakan berbeda. Ini bukan migrain, pusing ini membuatku seolah kehabisan energi, menyedot tenagaku semakin banyak.
Di tengah rasa pusing yang hebat ini, aku merasakan bahwa langkahku dituntun oleh pria yang menggandengku ini.
Kami berdua sudah keluar dari gedung mall dan sekarang sudah di area parkir mobil.
Sebelum masuk ke dalam mobil, aku di masukkan terlebih dahulu, setelah itu dia duduk di sebelahku. Mobil lalu melaju meninggalkan mall.
Kepalaku semakin pusing. Kalau saja aku tak pusing dan dalam keadaan biasa tentu aku bisa melawan. Aku melihat sekilas pria ini mirip Sebastian, tapi aku tidak yakin karena Sebastian lembut dan sopan terhadapku sedangkan pria ini hanya diam saja tanpa bicara sepatah katapun.
Rasanya sekelilingku menjadi gelap, sangat gelap, tubuhku semakin lemas dan tak berdaya.
Brugh!
🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤
Mohon tinggalkan jejak dengan like, komen dan vote yaaa. Terimakasih ♥️♥️♥️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Jhon Travolta
lemah..mcnya..hmm
2024-04-27
0
Little Peony
Semangat selalu Thor ✨✨
2021-10-09
0
Efi Maifida Salim
lanjut...... diculik
2020-08-30
2