Patricia Jessica Donovan POV
Aku bisa melihat rahang Abraham mengeras karena aku tak menghiraukannya.
Tanganku digandeng oleh Sebastian.
"Kau pikir kau bisa membuat Patricia pergi dariku?" Suara bariton itu meninggi.
"Abaikan dia." Bisik Sebastian padaku.
Kami berdua berjalan dalam diam tanpa menoleh.
Kampus sudah sangat sepi.
Kami memasuki parkiran Kampus dan segera masuk ke mobil.
Mobil segera bergerak meninggalkan kampus.
Selamat, batinku.
"Kau baik-baik saja? Dia melukaimu?" Sebastian nampak khawatir.
"Dia tidak melukaiku. Tapi dia memelukku terus-menerus di perpus, aku bingung kenapa dia bisa masuk? Padahal yang bisa masuk hanya mahasiswa dan mahasiswi di kampus kita dan dia bertanya apakah aku mau menikah dengannya." Jawabku.
Aku melihat mata Sebastian menjadi gelap. Mata birunya menampakkan kebencian yang dalam.
Kecanggungan menjadi nyata karena tidak ada satupun dari kami yang berbicara.
"Bas, aku takut. Dia tau kalau aku seharusnya di Swiss, tapi dia tak menemukanku di sana. Bagaimana denganku bila dia tak mau pulang ke Swiss dan mengganggu hidupku?" Aku cemas karena aku tahu Abraham bisa melakukan lebih dari ini.
"Kau mau makan malam Jess?" Tanya Sebastian mengalihkan perhatian.
"Mau, aku lapar." aku baru sadar aku lapar kembali karena terlalu tegang.
" Makan di resto atau dimana?"
"Apa saja Bas. Aku tak bisa berpikir."
"Sebentar, aku telp Ibumu dulu supaya dia tak cemas."
Aku mengangguk.
Sebastian menepikan mobilnya dan mengambil ponselnya lalu menelpon Mamaku.
"Halo, Tante. Saya dan Patricia akan makan malam duluan di luar. Kami akan pulang terlambat."
"Halo Menantu." Aku bisa mendengar jelas suara mamaku di telepon.
Aku mendelik. Mamaku menyebut Sebastian dengan kata Menantu.
"Tentu tidak apa-apa, hati-hati di jalan." kata mamaku di telepon kepada Sebastian.
"Tante mau dibawakan apa? Biar Bas yang bawakan." Sebastian terlihat cerah mendengar mamaku menyebut dia sebagai Menantu.
"Tidak perlu menantu dan jangan panggil Tante, panggil aku Mama Mertua atau Mama"
"Hahaha, nanti Jessica marah Tante. Jessica tak menyukai saya." Aku tahu Sebastian berusaha bercanda supaya Mamaku tak serius
"Kata siapa? Mama pastikan dia akan menerimamu, Menantu. Baik, hati-hati di jalan dan kembali sebelum jam 12 malam ya"
Telepon pun tak lama di tutup.
"Maafkan Mamaku ya Bas." Aku merasa tidak enak.
Sebastian tersenyum, "Tidak apa-apa, kita sudah bersama sejak kecil. Aku terbiasa dengan cara bercanda Mamamu. Kita makan dimana enaknya ya? Western mau?"
"Boleh Bas." Senyumku terbit. Sebastian memang pengertian dan perhatian.
Mobil dilajukan kembali. Kami masuk ke restoran Fine Dining di daerah Jalan Sudirman.
Tanganku digenggam oleh Sebastian. Aku tersenyum.
Selesai makan, aku melihat orang tuaku dan orang tua Sebastian yang baru saja tiba.
Wah, gawat. Kataku. Ada apa mereka berempat di sini juga.
Sebastian pun melihat mereka. Orang tua kami berjalan ke meja kami. Aku dan Sebastian selalu memilih meja di pojok, terkesan Private.
Kursi kursi ditambahkan dibantu oleh pelayan di restoran.
Setelah memesan makanan, suasana terasa sunyi dan canggung.
Aku tahu ada yang tidak beres. Wajah-wajah orang tuaku dan orang tua Sebastian berbeda dengan yang sebelumnya.
"Mama Papa, ada apa? Bagaimana kalian tahu kami ada di sini?" Tanya Sebastian pada orang tuanya.
Tidak biasanya orang tua kami pergi ke restoran ini. Sebastian saat pamit tidak menyebut restoran ini.
"Kami ingin bicara denganmu dan Patricia." ucap paman Anthony
"Abraham hari ini datang ke Indonesia. Sebelum datang, dua hari lalu, paman Thomas dan Bibi Griselda menelpon papa, mereka meminta izin dariku untuk melamar Patricia sebagai istrinya."
Aku bengong, apa-apaan ini? Pria mengerikan itu serius memintaku jadi istrinya? Ini pasti mimpi, mimpi buruk, tentangku dalam hati
Sebastian diam.
"Lalu?"
"Kami tak akan membantu Abraham karena kau tahu sendiri kan mereka bagaimana." Ucap paman Anthony dengan penekanan di setiap kata.
Sebastian mengangguk.
"Jadi...?" Sebastian melihat orang tua kami.
"Jadi kami putuskan, kau yang akan menikah dengan Patricia. Itu lebih baik daripada Abraham."
Boom!! Aku nyaris tersedak.
Menikah? Aku bahkan belum lulus kuliah. Sebastian seusia dengan Abraham dan dia tinggal sedikit lagi menyelesaikan pendidikannya.
Aku minum untuk menghindari tersedak. Aku sungguh tak menyangka.
"Abraham tetap tidak menyerah setelah tahu kalau papa menolak membantunya. Abraham bersikukuh akan menikahi Patricia karena dia tahu Patricia masih sendiri." Jelas Paman Anthony.
Sebastian melirikku. "Pa, aku sendiri tak keberatan karena aku diminta menikahi Patricia yang adalah sahabatku dari kecil, bagaimana dengan Patricia? Aku rasa dia bahkan tidak menyukaiku." Suara Sebastian berbeda, serak dan terasa sedikit sedih.
Semua mata sekarang tertuju padaku. Aku gugup sekali karena topik pernikahan ini benar-benar di luar kendaliku.
"Patricia, mama mohon menikahlah dengan Sebastian. Orang tua Sebastian sudah menceritakan semuanya kepada kami. Ini demi keamananmu juga." Mamaku bersuara.
"Apa.. apa ini tidak terlalu cepat?" Suaraku bergetar. Rasanya aku mau menghilang dari sini saja.
"Tidak, Abraham pasti sudah datang ke kampusmu. Dia dan keluarganya adalah Dark witch dan mereka bisa melakukan apa saja supaya kau menuruti keinginannya." Tegas Paman Anthony.
Aku terdiam. Aku tak tahu harus berpikir apa. Apakah Dark witch seburuk itu? Apakah benar mereka Dark witch dan mengapa harus ditakuti?
"Patricia, kami putuskan akan menerima lamaran orang tua Sebastian. Lebih baik kau menikah dengan Sebastian daripada dengan Abraham. Ini sudah final dan tidak ada bantahan!" Skak mat! Papaku sudah bertitah, habislah aku.
"Haruskah dengan menikah papa?" Suaraku bergetar.
"Kalau kau tidak menikah dengan Sebastian, maka Abraham akan melakukan dengan caranya sendiri agar kau mau menikah dengannya. Kau tidak tahu Dark witch itu seperti apa Patricia, mereka berbahaya!" Tukas Paman Anthony.
"Kalau begitu, kita langsung rundingkan tanggal berapa mereka akan menikah, Anthony. Aku jadi tidak tenang." Papaku berpaling ke Ayah Sebastian, Paman Anthony.
"Bagaimana dengan Minggu depan? Hari Sabtu ini kita adakan pertunangan dulu."
Aku menunduk, menahan air mataku.
Tidak adil, pikirku. Mengapa hanya karena Abraham aku harus menikah?
Airmataku hampir tumpah, Sebastian menggenggam tangan kiriku, "Jangan takut Patricia, aku ada di sini." Bisiknya pelan.
Aku melihat ke matanya, matanya teduh dan tatapannya sedalam lautan, aku tahu dia akan menjagaku seperti yang biasa dia lakukan. Aku mengangguk.
"Baik Pa, aku terima perjodohan ini." Kataku.
Papa dan Mama berdiri dan berjalan ke arahku. Mereka memelukku erat.
"Kami menjodohkanmu dengan Sebastian, pria yang selalu ada di sampingmu dan dia bukan orang asing. Kalian saling mengenal sejak kecil. Papa takut kau akan dicelakai oleh Abraham, sayang." Bisik Papaku.
Aku mengerti kekhawatiran orang tuaku. Aku tidak boleh egois. Wajar orang tua takut dengan Abraham mengingat mereka sepertinya takut dengan Dark witch.
Sebastian tersenyum.
Selesai makan, kami memutuskan pulang.
Orang tuaku pulang dengan orang tua Sebastian, aku pulang dengan Sebastian.
"Jessica, sebentar. Ini untukmu." Sebastian mengambil sebuah kotak dan ketika ku buka ada sebuah cincin. Cincin emas putih dengan mata biru di tengahnya.
"Apa ini Bas?" Tanyaku sambil menatap kagum. Sepertinya ini bukan cincin biasa. Aku merasakan hawa gaib di dalam cincin ini.
"Ini cincin Amulet. Untuk keselamatanmu. Aku membuatnya khusus untukmu. Apabila ada serangan-serangan gaib terutama Abraham, kau akan terhindar." Sebastian memakaikan cincin ini di jari manis kiriku.
Aku menatap kagum "Kau membuatnya sendiri?" Aku tak percaya.
"Ya Jessica sayang, aku membuatnya sendiri."
"Kau bisa Magick? Ini bukan cincin biasa, getarannya sangat berbeda."
Sebastian tertawa lalu meraih jemariku.
"Ada hal yang aku tak bisa jelaskan sekarang, ketika kita resmi menikah aku akan menceritakannya padamu. Pakailah terus cincin ini walaupun kau mandi atau tidur. Jangan beritahu siapapun apa sebenarnya cincin ini. Bilang saja ini cincin pertunanganku untukmu."
Sebenarnya aku tidak puas dengan jawabannya, namun aku hapal sifat Sebastian, kalau dia bilang "Iya" itu berarti "Iya" dan sekarang dia bilang akan menceritakan semuanya saat aku sudah resmi menjadi istrinya, aku menghargainya. Aku tersenyum dan memeluknya
"Terimakasih Bas, janji ya kau harus bercerita semuanya padaku."
"Ya, aku berjanji."
Lalu mobil melaju ke arah rumah kami.
🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤
Mohon tinggalkan jejak dengan like, komen dan vote yaaa. Terimakasih ♥️♥️♥️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Iin Tanggi
aku jadi pinisirin jadinya
2021-01-30
1
Choconirama
Makin seru nih.,,
2020-08-13
2
▄︻̷̿┻̿═━一Demon
bagus ceritanya...
2020-07-12
5