Sebastian Adrianus Verhoeven POV
Aku terbangun dari tidurku jam 06:00 pagi, padahal semalam aku tidur jam 02:00 pagi dini hari.
Aku mengucek mataku. Aku masih mengantuk.
Aku kurang tidur sejak semalam dan sekarang bangun terlalu pagi.
Aku teringat janjiku kepada Jessica bahwa hari ini aku akan memperlihatkan Book of Shadow , Jessica pasti menyukainya. Dia selalu tertarik dengan witchcraft, aku akan mengajarinya lebih pada saat kami sudah resmi menikah.
Aku tersenyum bila mengingat senyuman Jessica. Dia sangat cantik bila tersenyum dan hatinya juga baik. Buatku, Jessica adalah paket lengkap untuk menjadi seorang pacar sekaligus istri.
Untungnya, hari ini adalah hari Rabu dan aku libur kuliah. Pada saat input KRS (Kartu Rencana Studi) di kampus, aku selalu berusaha mencocokkan jadwal kuliahku dengan Jessica terutama hari liburnya, supaya kami bisa menghabiskan waktu bersama.
Aku akan tidur sebentar lagi, pikirku.
Rumah sepi karena kakakku, Sophia sedang ada di London lalu ke Madrid untuk fashion show. Kakakku dari dulu berambisi menjadi seorang model dan itu ditunjang dengan tubuhnya yang tinggi yaitu 185 cm dan badannya yang ramping.
Adikku, Willem, tak ada di rumah karena dia kembali ke Belanda. Papa meminta dia sekolah di Belanda dan dia tinggal dengan paman Lucas Verhoeven, cicit dari Opa Delano.
Harus ku akui keluarga Verhoeven adalah keluarga yang kompak. Mereka akan selalu membantu dengan tulus apalagi mereka menghormati Opa Erik yang merupakan anak pertama.
Dari cerita Bibi Grace, keturunan dari Opa Mathias, Opa Erik sangat dekat dengan semua adiknya dan bahkan menyembuhkan sakit parah mereka dengan mantra penyembuh dan ramuan obatnya.
Opa Erik adalah Opa yang hebat. Aku selalu mengunjungi makam Opa Erik yang ada di Belanda biasanya setahun dua kali bila aku sedang mengunjungi Amsterdam, Belanda.
Aku menghela nafas, rasanya rumah ini sangat sepi tanpa kehadiran kakak dan adikku. Aku serasa anak tunggal di rumah ini.
Biasanya Kakak ku Sophia atau Adikku Willem adalah teman bercanda yang asyik namun mereka tak ada di rumah ini.
Aku benci mengakuinya tapi aku merindukan mereka berdua.
Aku menyetel alarm ponselku pada jam 08:00 lalu tanpa aku sadari, aku tertidur kembali.
Alarm ponselku berbunyi tepat jam 08:00 pagi.
Aku terbangun dan menguap lebar.
Sekarang lebih baik, tidak terlalu mengantuk.
Aku bergegas mandi, rasanya segar sekali dan setelah selesai aku pun berpakaian.
Celana jeans dipadu dengan kemeja lengan pendek berwarna biru sudah oke menurutku.
Aku turun ke dapur dan mengambil segelas air dan meminumnya sampai habis.
Terlihat kalau kedua orang tuaku sudah ada di meja makan.
"Pagi mama, pagi papa." Sapaku saat melewati kursi mereka.
Aku bergabung di meja makan dan duduk di depan mamaku.
"Pagi." Sahut mereka berdua.
Orang tuaku sudah rapi.
Aku mengambil piring dan mengambil mashed potato lalu sepotong daging steak medium well di piringku.
Acara makan tidak diisi pembicaraan karena orang tuaku selalu mengajarkan tidak boleh bicara saat makan.
Hanya terdengar dentingan pisau dan garpu yang menggema di meja makan.
Aku sekarang memakan mashed potato ku dengan tenang.
Aneh rasanya tidak ada kakak dan adikku di sini.
Selesai makan, aku menaruh piringku di tempat cuci piring.
Walau kami keluarga berada namun ayah dan ibu mendidik kami agar tidak malas, misalnya kami akan menaruh piring di tempat cuci piring walau ada asisten rumah tangga yang membantu.
"Biar saya saja, den." Kata Bi Inah yang merupakan asisten rumah tangga senior.
"Baik, terimakasih bi." Sahutku sambil tersenyum dan kembali ke meja makan.
Aku melihat mama dan papa sudah selesai makan.
"Sebastian." Panggil mamaku
Mama masih duduk di meja makan
"Ya, mama." Aku duduk di depan mamaku
"Bas, Abraham menginap di hotel Borobudur di Jakarta Pusat. Dia akan di sini selama dua minggu . Sementara itu, kami akan mempersiapkan acara pertunanganmu, lalu di Minggu depannya hari pernikahanmu dengan Patricia. Ajaklah Patricia pergi jalan-jalan bersamamu. Tetaplah berhati-hati, nak. Selalu waspada"
Suara mamaku terdengar cemas karena dia tak mau anak dan calon menantunya mengalami hal yang buruk.
"Baik ma. Hari ini aku akan keluar dengan Patrice. Aku hubungi dia dulu"
Aku meminum air di gelas ku yang ada di meja makan, setelah itu aku naik ke kamarku.
Aku meraih ponselku di nakas dan membuka pesan WhatsApp. Ternyata sudah jam 09:30.
Aku mengetik pesan untuk Jessica:
💌 Aku: Jess, apakah kau ada acara hari ini? Kita ketemuan yuk sekalian aku bawa Book of Shadow yang aku janjikan
💌 Jessica: Tidak ada. Okay, I will be ready in 15 minutes.
💌 Aku: Okay, see you in 15 minutes sayang.
*Baiklah\, sampai jumpa dalam 15 menit\, sayang*
Aku meletakkan ponselku di nakas dan segera mengganti bajuku.
Setelah selesai, ku ambil ponselku, charger, power bank, dompet dan Book of Shadow dan memasukkan semuanya ke dalam tasku.
Sebelum meninggalkan kamar, aku mengecek kembali apakah ada dompet, ponsel, charger dan power bank yang tertinggal. Setelah semua ada dan aman, aku turun ke bawah.
"Ma, pa, Bas pergi dulu." Pamitku pada orang tuaku yang duduk di ruang tamu
"Ya hati-hati, Bas." Kali ini papaku yang menjawab.
Aku menyalakan mobil dan tak lama aku pergi ke rumah Jessica.
Aku mengetuk pintu rumah Jessica dan aku melihat adiknya, Albert membukakan pintu untukku
"Hai Abang ipar, mau ketemu kakak?" Aku tertawa mendengar perkataannya karena orang tuanya pasti telah bercerita tentang semalam.
"Ya, Jessica ada?" Albert mengangguk dan mempersilahkan aku masuk.
"Ada, masuklah Abang ipar , kakak sudah menunggu "
Aku masuk dan duduk di sofa di ruang tamu.
"Kak Jess, ada Abang ipar. " Gelegar suara Albert. Aku geleng-geleng kepala, sepertinya dia senang sekali menyebut aku sebagai Abang ipar.
"Okay, I am coming." Aku bisa mendengar suara Jessica dari dalam.
Saat Jessica ke arahku, aku terpana melihatnya. Dia memakai dress midi berwarna soft pink dengan sapuan make up tipis, rambutnya yang panjang diikat ke atas, membuatnya terlihat semakin cantik.
Mama Jessica, Tante Rosaline, muncul ke depan untuk mengantar anaknya.
"Tante, saya izin membawa Jessica jalan-jalan ya." Aku berdiri , meminta izinnya dan bersikap sopan kepada calon mertuaku.
Tante Rosaline tidak menyukai kata-kata tante yang ku ucapkan.
My bad, harusnya aku menyebut beliau dengan sebutan mama atau mama mertua , sesuai permintaannya semalam.
"Tante? Panggil aku mama, Sebastian. Kau sebentar lagi jadi menantuku.Hati-hati di jalan. Ingat jangan pulang larut malam."
Sudah ku duga beliau tetap bersikeras agar aku memanggilnya mama.
"Baik ma, kami akan pulang sebelum larut malam. Terimakasih. Ayo, Jess." Kataku pada Jessica yang mukanya merona memandangku.
"Ma, Jessica pergi dulu." Aku melihat Jessica mencium pipi kanan-kiri ibunya.
"Hati-hati sayang." Beliau tersenyum.
Kami pun masuk ke dalam mobil dan aku segera melajukan mobilku.
Aku melirik jari manis kiri Jessica, cincinnya masih dipakai dan aku lega.
"Oya Jessica, apakah kamu ingin ke Mall? Atau ke Gramedia? Katakan kemana saja, aku sedang tak ada ide."
Aku sebenarnya gugup, dia selalu cantik dan aku benar-benar cemas tak bisa menutupi kegugupanku
Jessica tertawa. "Aku mau ke Gramedia yang di Grand Indonesia, Bas. Di sana juga banyak food court dan restoran jadi kita bisa makan siang di sana."
"Oke, kita ke sana." Aku mengambil arah ke Jalan Sudirman. Suasana agak sedikit macet karena sebentar lagi jam makan siang.
"Jessica, di tasku ada Book of Shadow yang aku katakan padamu kemarin. Bukalah tasku supaya kau bisa melihatnya." Aku mengingatkan Jessica.
Kecanggungan terasa karena Jessica yang biasanya bawel menjadi pendiam. Apakah dia sakit atau dia marah padaku?
"Nanti saja, aku ingin menikmati waktu denganmu." Mukanya merona. Aku tersenyum. Sebenarnya aku gugup namun jawabannya menenangkanku.
Aku berusaha menghindari area hotel dimana Abaraham tinggal. Aku tak mau hariku menjadi jelek karena dia.
Firasat tak baik sudah datang kembali namun aku lega cincin pemberianku dipakai oleh Jessica.
Kami sudah masuk ke area parkir. Aku memberhentikan mobilku dan memarkirkannya.
Jessica turun dan aku juga menyusul sambil membawa tasku. Aku mengunci mobil dan aku menggenggam tangannya.
Jessica nampak terkejut tapi dia tak melepaskan genggaman ku.
Aku dan Jessica berjalan ke lift dan menekan tombol ke lantai 3. Kami berdua terdiam.
Pintu lift terbuka di lantai 3. Kami berjalan ke arah Gramedia.
Jessica melihat-lihat buku dan aku berdiri di sampingnya. Aku tak melepaskan genggaman tanganku.
Hawa dingin ini, apakah si brengsek ada di sini? Aku melihat ke belakang dan melihat sekeliling. Tidak ada, kalau ada seharusnya aku tahu karena pasti terlihat.
Aku melihat Jessica, dia masih tetap di sampingku dan dia menatapku heran "Ada apa Bas?"
Aku tersenyum, "Tidak, aku pikir kamu menyukai buku itu."
Dia menggeleng, "Aku masih mau mencari buku yang lain. Aku tidak tertarik dengan buku ini."
"Buku apa yang kamu mau cari, sayang?" Firasat ku memperingatkanku agar aku siaga satu.
"Hmm, aku mau cari novel." Jessica tetap fokus dengan buku yang ia incar.
"Oke, ayo kita cari." Kataku sambil terus menggenggam tangan kirinya.
"Kamu tidak bosan?"Dia mendongak dan menatap mataku, matanya yang berwarna coklat muda begitu indah.
"Tidak, kita sudah bersama sejak kecil. Aku tak pernah bosan bersamamu." Aku tersenyum dan aku melihat pipinya merona. Lucu dan menggemaskan.
Setelah sekian lama aku bersama dirinya, dan kami hanya berteman walau sering pergi bersama.
Karena kami akan segera bertunangan, apakah mulai hari ini adalah kencan pertamaku dengan Jessica?
Aku tersenyum menatap Jessica yang masih fokus mencari buku.
Aku melihat dia mengambil buku tentang Tarot, cara membaca kartu tarot dan ada bonus kartunya.
Aku bisa merasakan ketertarikannya dan dia mengambil buku itu.
"Sini, aku bantu pegangkan." Aku mengulurkan tanganku untuk membantunya membawa buku tarot itu.
Jessica memberikan buku itu dan aku membantu membawakannya.
Aku melihat ada tas plastik untuk membawa buku yang akan dibeli, aku mengambil satu dan buku tarot yang sempat ku pegang akhirnya aku masukkan ke dalam tas plastik itu.
Setelah selesai memilih buku, kami akhirnya membayar di kasir.
"Terimakasih, Bas." Ucap Jessica.
Aku sedikit sedih, karena dia masih memanggilku dengan namaku, tapi aku memaklumi keadaannya. Mungkin dia belum yakin dengan hatinya dan masih nyaman dengan memanggilku hanya dengan nama saja.
"Sama-sama, sayang." Aku tersenyum dan membawakan kantong plastik berisi buku-buku belanjaannya.
Kami meninggalkan Gramedia sambil berpegangan tangan.
🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤
Mohon tinggalkan jejak dengan like, komen dan vote yaaa. Terimakasih ♥️♥️♥️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Zakaria Adiputra
nice
2020-11-18
3
Dex Mox's
omg ceritanya uwuw bngett. aku emg silent reader tpi love full buat cerita ini😍
2020-10-19
2
⊰⊹Rose Bread⊰⊹
I'm a silent reader
satu kata wahhh😱😱
2020-07-09
8