Perfect Husband
"Apa-apaan kamu nit?! Main jodoh-jodohin aja! Maksud kamu, kamu mau nenghina aku, karena aku nggak laku-laku? iya?!"
Aku setengah berteriak mencoba mengklarifikasi pernyataan Anita sahabatku tentang rencananya menjodohkanku dengan teman kakaknya.
"Sssst !. Kurangi volume bicaramu sil, coba kamu lihat, semua mata yg ada di kantin ini melirik ke arah kita," Anita membungkam mulutku. Aku melempar pandanganku ke beberapa sudut kantin kampus. Benar saja, mereka tampak menatap curiga ke arah kami berdua. Bahkan beberapa di antara mereka ada yang berbisik-bisik pada teman semejanya.
"Tapi ini ide gila, Nit. Kamu tega jodohin aku sama orang nggak jelas. Apa hidupku sudah semenyedihkan itu?!" Aku sedikit ketus. Entah kenapa mataku berkaca-kaca. Memang aku hidup sebatang kara. Hanya rumah sederhana peninggalan kedua orangtua yang ku punya. Bahkan untuk kuliah aku harus kerja paruh waktu di resto yang tidak jauh dari rumah.
"Aku sahabatmu, Sila. Mana mungkin aku jahatin kamu. Aku cuma bantu kakakku yang minta tolong. Supaya aku mencarikan jodoh untuk sahabatnya. Menurutku kriteria cewek yg Dia cari pas banget sama kamu, Sil." Anita mencoba menenangkan Aku. Kalau di fikir-fikir buat apa Dia menjebakku. Kami telah bersahabat sejak lama. Semua ini pasti telah di fikirkan olehnya matang-matang.
"Memangnya kriteria seperti apa yang Dia cari? "
Aku mulai sedikit tertarik untuk mengorek keterangan darinya. Anita menatapku serius, seperti sedang mencari jawaban dari rona wajahku.
"Dia pengen cari pendamping hidup yang nggak ngerti tas bermerek dan kawan-kawannya. Cocok banget kan sama kamu,"
Anita mengangkat alisnya berulang kali sambil tersenyum.
"Artinya dia pelit dong. Masa cari kriteria istri yang nggak suka tas bermerek. Astaghfirullah, rasanya aku pengen ngakak dengernya,"
Aku memalingkan wajahku ke arah lain.
"Jangan berburuk sangka dulu, Sil." Terus saja Anita mencoba meyakinkan aku untuk mempertimbangkan tawarannya. Tapi bagiku menikah bukanlah hal yang mudah di putuskan begitu saja. Apalagi aku belum pernah bertemu dengan teman dari kakak Anita itu. Belum tentu kami cocok. Menikah juga adalah sebuah komitmen yang sakral. Apa jadinya kalau sampai salah memilih pendamping hidup, aku belum berani membayangkannya.
"Menikah bukan hal sepele, Nit. paling tidak aku harus bertemu dengan lelaki itu sebelum aku memutuskan untuk menikah dengan dia," Ujarku sambil menyeruput jus jeruk yang baru saja di hidangkan oleh ibu kantin. Anita pindah posisi duduk. Kini dia berada di sampingku.
"Yang penting kamu mau mempertimbangkan aku udah seneng banget, Sil. Aku tinggal bilang pada kakakku untuk mengatur pertemuan kalian. Terimakasih, Sila." Aku masih bertanya-tanya. Mengapa Anita begitu bersemangat untuk menjodohkanku dengan lelaki itu. Apa hubungan mereka sebenarnya? Benarkah hanya sebatas teman sang kakak? Seingatku, selama ini Anita tidak pernah dekat dengan teman Andre.
"Aku sangat menghargai persahabatan kita, Nit. Aku nggak mau kamu sampai kecewa kalau aku menolak. Tapi aku tidak terpaksa menerima semuanya." Aku melemparkan senyuman. Anita memelukku erat. Selama ini dia selalu baik padaku. Aku juga yakin, ia sudah mempertimbangkan semuanya.
"Yuk ke kelas. Nanti aku chat whatsaap kapan hari dan tanggalnya." Sahabatku yang centil itu meninggalkan tempat duduknya. setelah membayar makanan dan minuman kami, Aku segera menyusulnya dengan berlari kecil.
Brukk..!!
Tiba-tiba aku menabrak seseorang.
"sila.." Orang itu mengenaliku. Akupun merasa tidak asing dengan wajah cowok yang ada di hadapanku itu. matanya yg indah, alisnya yang tebal dan hitam, hidungnya yang mancung meski tidak terlalu, kulit bersihnya. aku ingat siapa dia.
"fian.." Dia mantanku.
"Kamu kuliah disini, to,"
"Iya. Kata Santi, kamu kuliah di Jogja," Aku belum lupa kemana Fian akan melanjutkan kuliahnya karena itu yang membuat hubungan kami kandas. Dia beralasan tidak ingin melanjutkan hubungan jarak jauh dan memutuskan mengakhiri semuanya.
"Nggak jadi, Sil. Mungkin memang kita jodoh kali, ya." Aku tahu Fian bohong. karena beberapa saat setelah dia bilang putus, aku melihat Fian suatu malam dinner berdua di Resto tempatku bekerja. Tentu saja dia tidak tahu kalau aku karyawan di sana.
"Gombalanmu basi," Aku tersenyum kecut. Rasanya ingin kabur saja. Bertemu Fian membuatnya merobek luka lama. Rasanya sakit. Bahkan lebih sakit dari luka sebelumnya.
"Sila, maafkan aku..." Ucapnya lirih. Fian meraih kedua tanganku. Aku menepisnya cepat.
"Nggak ada yang perlu di maafkan, Aku sudah melupakan semuanya," Aku membuang muka. Menyembunyikan airmata yang menggantung di sudut mataku. Rasa sesak di dada mulai terasa.
"Kasih aku kesempatan, Sil. Aku masih sayang sama ka..."
"cukup!" Aku menyodorkan telapak tanganku ke arah wajah Fian. Sebagai isyarat aku tidak ingin mendengarkan kelanjutan dari kalimat yang keluar dari mulutnya.
"Semua sudah berakhir, Fian. Antara aku dan kamu tidak akan pernah lagi menjadi kita. Dan jangan kamu lupa, kamu yang mengakhiri semuanya,"
batinku begitu trenyuh. Sejujurnya aku masih menaruh perasaanku padanya. Aku takut sakit hatiku terulang jika menerima dia kembali.
"Aku menyesal,Sil. Aku tahu aku salah. Sudah buat kamu kecewa dan terluka sedalam ini..." Fian menatapku. Matanya berkaca-kaca. Aku tahu dia serius saat ini.
"Maaf Fian, Saat ini aku masih ingin sendiri..."
kataku lirih. airmataku tak terbendung lagi. Tidak perduli seisi kantin menatapku.
"Sil..." Dia kembali memelas. sekarang, untuk pertama kalinya aku melihat Fian menangis. Air matanya turun begitu saja membasahi pipi.
"Tolong jangan buat aku merasa bersalah, Fian. sekarang diantara kita kembali seperti dulu. Teman." Aku mencoba tersenyum.
"baik. jika itu maumu. aku akan membuktikan kalau aku pantas menjadi pacar terbaikmu lagi,"
Fian mencoba menghapus airmatanya. Ada rasa kecewa tergambar dari pancaran matanya.
"silahkan. Maaf, aku ke kelas dulu ya..." Aku segera menyusul Anita tanpa menunggu persetujuan Fian. Aku tidak menduga akan bertemu dengannya hari ini setelah terpisah hampir satu tahun.
"Lama banget, Sil. Aku udah di kelas lama baru sampai," Anita menggerutu.
"maaf, aku ke toilet dulu tadi. mules," Aku mencoba beralasan. Kalau aku jujur habis bertemu Fian, pasti akan di interogasi habis-habisan olehnya.
"Makanya, makan bakso jangan di banyakin sambelnya," Kebiasaan Anita muncul. seperti ibuku yang tidak suka dengan hobiku makan pedas.
"Maaf, lain kali di ulang lagi, deh." Candaku. Anita melotot sambil pura-pura marah padaku. Suasana hatiku mulai membaik. Obrolan kami terputus dengan datangnya dosen. Aku mencoba fokus. Meskipun fikiranku campur aduk. memikirkan Fian dan memikirkan perjodohan yang telah direncana oleh Anita. Diam-diam aku penasaran. Seperti Apa pemuda yang akan di jodohkan denganku itu. Tampankah? kaya raya? atau sebaliknya. Rasanya tak sabar ingin berjumpa dengan dia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
fantasiku49
iyasi
2023-09-05
0
fantasiku49
bgs
2023-09-04
0
Sarini Sadjam
mampir..thour..awal crita dah bikin penasaran
2023-01-02
0