Semua murid baru calon penerus SMA Negeri 2 Kebaperan sudah berkumpul di lapangan, mengenakan seragam putih biru asal sekolah masing-masing berbaris rapi masih dengan acak, karena memang belum di lakukan pengelompokan.
Upacara pembukaan akan segera di lakukan sekitar lima menit lagi. Lyra berdiri di lapangan yang sedikit kecil yang berada di atas bersama Luna dan beberapa OSIS lainnya. Rara bersama Pandu entah sedang membahas apa, beberapa meter di belakangnya.
Memperhatikan semua calon adik kelasnya yang sedang berdiri di tengah sinar matahari yang belum terlalu menyengat. Wajah-wajah asing itu seolah sedang Lyra coba hapalkan, sebelum tepukan di pundaknya mengalihkan Lyra.
“Apa?” tanya Lyra pada seseorang yang menepuknya.
“Ada yang mirip sama Dimas, kayaknya adiknya deh.” Lyra mengikuti arah yang di tunjuk Luna dengan dagunya, mengamati dengan seksama hingga sebuah jeritan melengking keluar dari bibir mungil itu. Semua orang menatap ke arah Lyra dengan tatapan bertanya, termasuk Pandu juga beberapa OSIS lainnya.
“Gue samperin dulu, mau tanya benar apa enggak dia adiknya Dimas,” kata Lyra seraya muruni tangga yang hanya beberapa undakkan. Luna tidak sempat mencegah, karena perempuan itu sudah lebih cepat pergi.
Tidak butuh waktu lama untuk Lyra sampai di depan bocah laki-laki yang di maksud Luna tadi, menarik pelan laki-laki tersebut menuju tengah lapangan menjauh dari barisan. Pandu yang melihat dari atas sana mengernyitkan dahi, bertanya-tanya tentang apa yang dilakukan istri kecilnya di bawah sana.
Tiga menit kemudian laki-laki yang di seret Lyra kembali ke barisannya, dan Lyra kembali naik karena Pandu sudah memberi tahu bahwa upacara akan segera di mulai. Lyra yang di tunjuk menjadi MC terlebih dulu memperkenalkan diri dan memberi tahu jabatan yang dirinya pegang di OSIS. Di saat seperti ini, Lyra propesional dan mampu menampilkan wibawanya.
Kepala sekolah adalah orang pertama yang Lyra persilahkan untuk maju dan menyampaikan pidatonya untuk menyambut calon-calon siswa-siswi di sekolah ini. Kedua adalah guru kesiswaan lalu kemudian Pandu selaku ketua OSIS. Pengenalan juga aturan-aturan sekolah Pandu sampaikan dengan gayanya seperti biasa, datar dan dingin.
Setelah selesai dengan acara pembukaan, di lanjutkan dengan pembagian kelompok dan kelas untuk seminggu masa MOPD ini, sedangkan untuk kelas, nanti setelah resmi mereka menjadi bagian Kebaperen akan di tentukan oleh kepala sekolah.
“Yang di panggil namanya silahkan memisahkan diri di depan sini,” ucap Lyra masih menggunakan mic. Menunjuk lapangan bagian depan yang kosong, tepatnya pada tangga paling bawah.
Luna dan Rara bergantian menyebut nama-nama yang tertera di kertas, setelah selesai dan semua sudah berada pada kelompoknya masing-masing, Pandu langsung menyuruh OSIS lainnya untuk berdiri di depan, tiga orang perkelompok yang akan menjadi Pembina di masing-masing kelas.
“Kalian sudah mendapatkan kelompoknya masing-masing. Tolong di ingat, karena ini akan menjadi kelompok kalian selama satu minggu ke depan. Jangan sampai besok ada yang nyasar ke kelompok lain. Kakak Pembina silahkan membawa kelompoknya ke kelas masing-masing.” Ujar Lyra yang di patuhi semua OSIS dan di ikuti calon-calon murid baru.
Lyra menyerahan mic pada Pandu yang berdiri di sampingnya. Tersenyum kecil lalu pamit untuk memasuki kelas yang menjadi bagiannya. Pandu menahan pergelangan tangan Lyra saat perempuan itu hendak pergi.
“Awas kalau genit-genit sama adik kelas kayak tadi!” Lyra terkekeh geli dan melepaskan genggaman tangan Pandu. Wajah galak laki-laki itu sangat lucu menurut Lyra.
“Iya sayang. Kamu juga jangan genit-genit ya, murid cewek lebih agresif kayaknya, tadi aja aku liat ada yang mandangin kamu terus!” cemberut Lyra kesal.
“Udah gak usah cemberut, sana masuk kelas. Jadi Pembina yang bener, awas aja kalau malah godain cowok-cowok bau kencur di kelas sana!”
“Dasar posesif,” ucap Lyra seraya berlari meninggalkan Pandu.
Lyra memasuki kelas X IPS C. Luna dan Beni yang menjadi patnernya sudah berada di dalam sana meminta siswa yang berisi 40 orang itu untuk mencatat yel-yel yang sudah Luna tulis di Papan putih.
“Hallo adik-adik yang cantik dan tampan. Udah kenal belum sama gue?” tanya Lyra saat berdiri membelakangi papan tulis.
“Kenal Kak!” serentak mereka menjawab.
“Nah ini nih yang gue suka, kalian penuh semangat.” Lyra menampiklan senyum manisnya.
“Aduh Kak Lyra, please jangan senyum gitu.” Kata salah satu anak laki-laki yang cukup tampan dengan kulit putih dan rambut kecoklatannya.
“Kenapa emang, Dek?” tanya Lyra heran.
“Senyum Kak Lyra manis banget, gue takut diabetes.” Jawabnya yang mendapat sorakan dari yang lain.
“Nama lo siapa, Dek?” tanya Luna pada bocah itu.
“Angga Wirasman. Biasa di panggil Angga. Tapi khusus buat Kak Lyra, lo boleh manggil gue sayang.” Sorakan kembali meledak memenuhi kelas. Luna dan Beni hanya gelang-gelang kepala, sedangkan Lyra mesem-mesem di tempatnya.
“Gue di gombali nih?” tanya Lyra pada Laki-laki bernama Angga itu.
“Gue seriusin deh sekalian, Kak. Mau gak?” Angga menaik turunkan alisnya, kemudian mengedipkan sebelah matanya genit.
“Aw ... aw gue di kedipin. Aduh baper,”
Pletak. Satu jitakan Luna berikan pada sahabatnya itu.
“Najis! Ingat lo udah punya laki." Bisik Luna sangat pelan di telingan Lyra.
“Biarin, Pandu mah bisa di urus nanti di ranjang.” Balas Lyra berbisik pula.
“Gak ada lagi nih yang mau baperin gue?” tanya Lyra menatap satu persatu murid laki-laki yang ada di kelas itu hingga mata Lyra mengarah pada laki-laki yang duduk di pojok sana. Menyenggol bahu Luna pelan lalu menunjukan laki-laki yang di maksud. Luna mengangguk paham dengan yang dimaksud sahabatnya.
“Oke, karena ini masih dalam masa pengenalan, gimana kalau kalian perkenalkan diri masing-masing di depan, setelah itu kita main game. Setuju gak?” tanya Beni dengan suara keras dan semangat agar mereka yang berada dalam kelas ini pun ikut semangat.
Satu persatu murid maju ke depan, memperkenalkan diri sekaligus asal sekolah mereka. Sedari awal Lyra, Luna dan Beni tahu bahwa Angga akan menjadi cowok popular selanjutnya, dan menjadi playboy baru. Melihat dari gayanya yang percaya diri dan bicaranya yang blak-blakan, gombalan-gombalan yang selalu di keluarkan bocah itu, membuat mereka yakin bahwa Angga setipe dengan Leo, Revan dan beberapa laki-laki mata jelalatan lainnya di sekolah ini bahkan hampir sama dengan Rangga yang baru resmi menjadi Alumni Kebaperan.
Saat tiba giliran laki-laki yang duduk di pojok sana maju ke depan untuk memperkenalkan diri, Luna dan Lyra tak henti-hentinya mengerjai laki-laki bernama Damar itu mulai dari pengenalan yang sering kali Luna sela, godaan yang Lyra layangkan dan hukuman yang Beni berikan sukses membuat wajah putih Damar memerah, entah kesal atau malu karena bagi ketiga Pembina itu sangatlah menghibur. Bukan hanya Damar memang yang mendapat hukuman dari game yang Beni berikan, tentu saja yang lain pun dapat, hanya saja Damar lebih istimewa.
Saat bel istirahat berbunyi, Damar menghela napas lega dan langsung ngacir keluar sebelum Lyra, Luna dan Beni mempersilahkan.
🍒🍒🍒
Setelah mampir ke ruang OSIS sebentar, Lyra dan Luna berjalan menuju kantin, sesekali tertawa saat kembali membicarakan Bagaimana ekspresi Damar tadi. Kantin tidak terlalu penuh, karena hanya di isi oleh calon-calon siswa kelas X ada juga beberapa kelas XI dan XII termasuk Leo, Dimas, Amel dan Devi. Lyra dan Luna duduk di kursi yang masih kosong dengan mangkuk mie ayam di masing-masing tangannya.
“Dim, adik lo lucu.” Kata Luna sambil terkekeh. Lyra mengangguk menyetujui. Tak lama Pandu datang dan duduk di samping Lyra setelah sebelumnya mengusir Leo yang lebih dulu duduk di samping perempuan imut itu.
“Lo apain adik gue?” tanya Dimas curiga.
“Emang adiknya Dimas masuk ke sini, Yang?” tanya Pandu seraya menyuapkan mie ayam milik Lyra ke dalam mulutnya.
“Iya, yang tadi aku samperin waktu upacara belum di mulai.” Lyra mencoba mengingatkan. Pandu mengangguk.
“Gantengan mana sama Dimas?” tanya Devi kali ini.
“Ya, jelas ganteng adiknya lah, si Dimas mah apaan, buluk kayak gini.” Lyra dan Luna mengangguk setuju dengan apa yang di ucapkan Amel.
“Noh Amel aja tahu, padahal dia belum lihat orangnya. Kalau udah lihat, beuhh, jamin deh lo terpesona.”
“Serius lo, dia di kelas mana, nanti gue mau lihat.” Devi dengan semangat berkata. Dimas mendengus kesal, sedangkan yang lain tertawa puas juga geli.
Dilanjutkan dengan obrolan ringan dan candaan yang mengundang tawa. Tiba-tiba ketujuh orang itu di buat melongo dengan kedatangan dua orang laki-laki tampan yang menggunakan seragam putih biru.
“Hallo, Kak Lyra cantik, gue boleh duduk gabung disini gak?” Angga bertanya dengan sebelah mata yang di kedipkan.
“Boleh dong, apa sih yang nggak buat lo.” Lyra membalas kedipan Angga, tidak peduli bahwa Pandu mendengus kesal, dan melayangkan tatapan protes
Kedua bocah itu duduk, memenuhi kursi dan meja panjang yang biasa mereka tempati bertujuh, sekarang bertambah dua membuat mereka harus duduk berdempetan.
“Dim, ini teman-teman lo semua?” tanya Damar menunjuk satu per satu orang di meja itu termasuk Luna dan Lyra yang kini menahan tawanya melihat wajah kesal bocah itu.
“Dim Dim Dim, heh gini-gini usia gue di atas lo. Pake Kakak dong!” protes Dimas.
“Umur tua aja bangga banget lo!" cibir Damar. Semua yang ada di meja itu hanya menyaksikan tanpa ada yang mau berbicara. Dimas mendengus.
“Ini teman-teman lo?” lagi Damar mengulang pertanyaannya.
Dimas mengangguk. “Kenapa emang?”
“Pantesan gue sial bengat. Kenapa lo bilang sama mereka kalau gue adek lo?”
“Yeh, sialan lo main tuduh-tuduh aja! Gak pernah gue bilang sama mereka. Ngapain juga coba?” kembali dengusan Dimas keluarkan.
“Benar ternyata adiknya lebih ganteng dari pada kakaknya,” ucap Devi mengalihkan tatapan Damar.
“Gue emang ganteng, tapi sorry lo bukan tipe gue.”
“Anjir!” semua tertawa, kecuali Devi yang menampiklan wajah kagetnya dan Damar dengan wajah cueknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Suzieqaisara Nazarudin
kocak banget Rangga ama Damar nya..🤣🤣🤣🤣
2022-06-09
0
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
damar" 🤦🤦🤦🤦🤦
2022-01-04
1
Riska Wulandari
ampun thorrrr...sumpah ngakak...🤣🤣🤣
si Damar galak benerrrr..🤣🤣🤣
2021-11-04
0