Rapat OSIS baru saja selesai lima menit yang lalu. Semua anggota sudah membubarkan diri, hanya tersisa Pandu, Lyra dan juga Rara, yang menjabat sebagai sekertaris. Lyra memilih untuk membersihkan ruangan ini, menyapu juga merapikan meja dan kursi-kursi yang berantakan, sedangkan Rara juga Pandu tengah berdiskusi dan mencatat semua susunan untuk acara ulang tahun sekolah yang akan di adakan satu bulan lagi.
“Bebeb Pandu, gue pulang duluan ya, mau siap-siap buat acara keluarga nanti malam.” Pandu menatap pada gadis mungil itu, mengernyitkan keningnya. Setelah mendapat kedipan mata dari cewek konyol itu barulah Pandu mengangguk mempersilahkan.
“Ra, gue duluan ya. Jangan genit-genit lo sama bebeb gue!” ancam Lyra sambil menunjuk wajah cantik Rara.
“Lo tenang aja, cowok es dan triplek kayak dia bukan tipe gue,” ujar Rara kemudian terkekeh di ikuti Lyra sebelum akhirnya pergi meninggalkan kedua orang itu di ruang OSiS.
Lyra berjalan santai melewati koridor, menuruni tangga untuk menuju gerbang depan dan menunggu angkutan umum yang akan membawanya pulang ke rumah. Jam di pergelangan tangan kiri Lyra sudah menunjukan pukul empat sore, sekolah sudah sepi begitu pun dengan angkutan umum yang sudah jarang melintas.
Berkali-kali Lyra menghembuskan napasnya, lima belas menit sudah menunggu, namun tidak ada juga kendaraan yang mengangkut dirinya. Berkali-kali menghubungi Levin tidak juga mendapat jawaban begitu pun saat menghubungi kedua orang tuanya. Lyra duduk di bangku halte seorang diri, sambil mengayunkan kedua kakinya dan menatap jalanan berharap ada seseorang yang ia kenal dan bisa di tebengi.
Senyum Lyra mengembang saat di lihatnya motor Dimas melaju di depan sana. Dengan cepat dan suara yang keras ia memanggil laki-laki itu. Dimas menghentikan motornya tepat di depan halte, membuka helmnya dan menaikan sebelah alisnya seolah bertanya ‘apa’.
“Anterin gue pulang dong, Dim. Gue harus cepat-cepat pulang, tapi dari tadi gak ada angkutan yang bawa gue. Please anterin, ya?” mohon Lyra dengan tatapan memelas.
Dimas menghela napas pasrah, kemudian mengangguk. Setelah mengucapkan terima kasih, dengan cepat Lyra menaiki motor besar milik Dimas, duduk di jok belakang dan meletakan tangannya di pundak laki-laki tampan yang sedikitpun tidak membuatnya naksir.
“Berangkat, Dim!” satu tepukan pada pundak, Lyra berikan memberi tahu laki-laki tampan itu untuk melajukan Motornya.
Sepanjang perjalanan tidak pernah sunyi, karena Lyra yang terkenal tidak bisa diam itu selalu mengoceh dan bertanya aneh-aneh. Sesekali Dimas tertawa saat Lyra melayangkan lelucon atau melayangkan pertanyaan yang menurutnya sangat konyol.
“Dim, gue heran deh kenapa lampu lalu lintas harus berwarna merah saat menyuruh untuk pengendara berhenti? Kenapa juga mesti lampu hijau untuk tanda jalan, dan kuning untuk bersiap? Warna kan masih banyak, ada abu-abu, hitam, putih, biru, ungu dan masih banyak lagi. Kenapa yang di pilih cuma tiga warna itu aja?” itu adalah pertanyaan Lyra saat mereka berhenti karena lampu lalu lintas menunjukan warna merah.
“Gue gak tahu, Ra. Lo coba tanya sama Pak polisinya aja.”
dua puluh menit akhirnya Dimas menghentikan laju motornya di depan rumah besar dua tingkat yang halamannya luas dan di tumbuhi beberapa macam tanaman bunga mempercantik halaman tersebut.
“Terima kasih Dimas sayang udah nganterin gue dengan selamat sampai rumah,” ucap Lyra dengan senyum manisnya.
“Aduh, Ra please jangan panggil gue gitu, nanti kalau gue baper lo yang repot.” Dimas terkekah.
“Ah, iya gue kan udah mau nikah. Lo jangan sampai deh baper sama gue, bukan apa-apa tapi gue takut nanti lo patah hati.” Balas Lyra pura-pura bersalah. Keduanya terkekeh geli sebelum kemudian Dimas pamit.
Lyra masuk ke dalam rumah dan melihat Leon tengah duduk di sofa ruang tamu seorang diri sambil menikmati kopi dan juga bolu pisang sambil memainkan ponsel hitamnya. Menyadari kehadiran sang putri, Leon meletakan benda persegi itu lalu menyuruh anaknya untuk duduk.
“Kok baru pulang sih, Princess?”
“Tadi rapat OSIS dulu Dadd, pulangnya sore dan gak ada angkutan yang lewat. Daddy sama Bang Levin jahat, Princess telepon mau minta jemput, tapi gak pada angkat.” Adu Lyra dengan wajah yang sengaja di buat sesedih mungkin.
“Maaf ya, Princess tadi ponsel Daddy di kamar waktu kamu telpon.”
“Dadd, tunangannya jadi 'kan?”
“Jadi dong Princess, kenapa memangnya?”
“Kok Daddy masih santai-santai aja, belum siap-siap, inikan udah mau jam enam Dadd?” ucap Lyra sambil menunjukan jam di pergelangan tangannya.
“Astaga! Ya udah ayo kita siap-siap, acaranya jam tujuh harus sudah mulai. Daddy sampai gak sadar waktu saking asyiknya main game.” Lyra cemberut dan melipat tangannya di dada, merajuk pada sang ayah.
“Kalau kamu diam dan cemberut gini nanti yang ada kita malah gak datang tepat waktu. Siap-siap ya, Princessnya Daddy. Dandan yang cantik.”
Tidak ada satu pun yang tahu tentang pertunangan yang akan di laksanakan malam ini. Sengaja Lyra dan keluarga juga keluarga calon suaminya menyembunyikan acara pertunangan ini, yang akan di adakan secara privat di rumah makan yang beberapa hari lalu menjadi tempat mereka bertemu.
Acara hanya di hadiri keluarga besar keduanya, namun meski begitu acara tetap berlangsung meriah dan penuh canda tawa, siapa lagi kalau bukan gara-gara Lyra dan sang Ayah yang sangat suka membuat Drama. Keceriwisan Lyra juga menjadi hiburan sendiri untuk mereka.
Pandu, si cowok kaku dan jarang berekspresi pun malam ini sesekali ikut tertawa, dan tentu saja ia mendapat ledekan dari Lyra kemudian menjadi candaan gadis itu juga keluarganya sendiri. Wajah pandu bahkan sudah memerah, antara kesal dan juga malu.
“Pandu lucu deh kalau wajahnya merah gitu. Gemesss!!” Lyra mencubit kedua pipi tirus Pandu saking gemasnya.
“Lyra lepas, sakit tahu gak, lo!” sentak Pandu. Lyra bukannya merasa tersinggung dengan nada bicara laki-laki tampan itu, tapi malah semakin menjadi menguyel pipi Pandu meski laki-laki itu sudah meringis kesakitan.
“Princess, udah sayang, kasian itu tunangan kamu,” ucap Leon melerai. Lyra menurut dan kemudian mengusap-usap lembut pipi Pandu yang memerah.
“Baru tunangan loh ini, Pan, lo udah di aniaya aja sama Lily. Apa kabar kalau nanti udah nikah? Bisa-bisa lo di cincang sama dia.” Levin tertawa berbahak melihat Pandu yang bergidik ngeri.
Cincin pertunangan sudah tersemat di jari manis kedua pasangan baru itu. Lyra tidak hentinya tersenyum sambil memperhatikan benda bulat sederhana yang cantik dan manis di jari lentiknya. Pandu, laki-laki yang ternyata menjadi mempelai pria menambah kebahgaian Lyra yang nyatanya sudah menyimpan rasa dari sejak ia melihat laki-laki datar itu.
Berbeda dengan Pandu yang merasa ini adalah awal dari sebuah bencana di hidupnya. Pandu memang mengakui bahwa Lyra adalah gadis cantik dan juga menyenangkan, tapi kalau boleh jujur, Lyra bukan lah perempuan yang menjadi tipenya. Sudah ada perempuan yang sebenarnya Pandu suka selama ini dan itu adalah perempuan pertama yang membuat seorang Pandu tertarik. Tidak ada satu pun yang tahu termasuk Dimas dan Leo, sahabat dekatnya.
“Gue senang banget akhirnya bisa tunangan sama lo, Pan,” ucap Lyra saat berada di taman sampinh restoran. Senyumnya tak pernah surut dari bibir mungilnya, sedangkan Pandu masih setia dengan wajah datarnya.
“Lo gak bahagia ya, Pan tunangan sama gue?” Lyra bertanya saat tak sedikitpun mendapat respons dari laki-laki di sampingnya.
“Biasa aja.” Jawaban datar dan singkat yang Pandu keluarkan membuat Lyra tersenyum kecil.
♥♥♥
“Selamat pagi semua,” sapa Lyra dengan ceria seperti biasanya.
“Pagi juga Princess-nya Daddy.”
“Pagi sayang.” Linda mengecup pipi sang putri lalu memberikan piring yang sudah diisi nasi goreng juga sosis goreng dan telur mata sapi.
“Abang mana, Ma, Dadd?”
“Abang kamu udah berangkat tadi pagi-pagi banget. Katanya ada kegitan di kampus.” Jawab Linda yang kemudian diangguki Lyra.
Selesai dengan sarapannya, Lyra pamit untuk berangkat sekolah tidak lupa mengecup pipi kedua orang tuanya bergantian. Menunggu bus jemputan sekolah di depan gerbang rumah, Lyra memainkan ponselnya membuka beberapa chat dari ketiga sahabat perempuannya, juga dari grup OSIS yang membicarakan tentang acara yang akan mereka susun untuk sekolah, dan ada beberapa nomor tanpa nama yang juga ikut meramaikan ponsel Lyra.
Lima menit menunggu, akhirnya bus sekolah berhenti tepat di depannya. Lyra naik dan tidak lupa menyapa semua yang ada di dalam dengan suara membahana ala Lyra. Sang supir sudah tidak asing lagi, malah merasa senang karena berkat gadis ceriwis itu bus yang dikendarainya selalu ramai.
“Devi!!” teriak Lyra saat dirinya turun dari bus tepat di depan sekolah dan melihat sahabat satu kelasnya yang juga baru sampai.
“Berisik banget sih lo, ih, pake teriak-teriak segala. Budek nih kuping gue!” dengus Devi sambil mengusap-usap telinga kanannya.
Lyra hanya cengengesan dan merangkul pundak sahabatnya itu berjalan menuju kelas. Tidak pernah sepi jika itu bersama dengan Lyra, cewek galak juga ceriwis. Perjalanan menuju kelas XI IPS A di temani dengan canda dan tawa keduanya. Hingga sampai di kelas pun masih berlanjut.
“Ra, itu cincin apa?” tanya Devi saat matanya menemukan yang baru jari manis tangan kiri Lyra.
“Cincin tunangan.” Jawabnya cengengesan sambil menatap cincin putih dengan permata kecil berwarna biru muda.
“Jadi lo benar-benar di jodohin, dan bakalan nikah muda, Ra?” tanya Devi tak percaya, Lyra mengangguk membuat Devi membelalakan matanya dan mulutnya menganga, sulit untuk percaya.
“Selamat pagi sayang-sayangku.” Suara yang sangat Lyra dan Devi kenal itu mengalihkan tatapan keduanya. Di depan sana Luna dan Amel berjalan sok anggun menghampiri ke dua sahabat itu.
“Bel bentar lagi, kok kalian malah ke sini?” Luna dan Amel tertawa mendengar tanya yang keluar dari mulut Devi lalu duduk di bangku depan yang kosong.
“Duh kalian belum tahu ya, kalau hari ini semua kelas *fre*e?”
“Yang benar Lun?” gadis manis itu mengangguk.
“Lo wakil ketua OSIS, tapi info gini doang lo gak tahu?” Luna menggelengkan kepalanya tak habis pikir.
“Ya, lo maklumin aja kali, Lun, dia kan cuma numpang nama doang di OSIS,” ledek Amel pedas.
“Lun, Mel liat noh jari si Lyra udah ada cincinnya.” Tunjuk Devi.
“Lo kalau mau jari lo ada cincinnya juga tinggal beli aja, Dev. Jangan kayak orang susah deh lo!” sudah tahukan siapa orang yang selalu melayangkan ucapan tajam seperti ini? Amel memang deh tukang makan cabai.
“Ck, lo harus tahu ini bukan sekedar cincin, tapi ini cincin tunangan.”
“Whatt! Serius lo, Dev? Gila, jadi beneran lo udah tunangan? Sama siapa? Kok gak undang kita-kita sih?” pertanyaan beruntun dan heboh itu berhasil menarik perhatian orang-orang yang juga berada di kelas ini, mereka semua menatap ke arah empat perempuan cantik itu dengan penasaran.
“Siapa yang tunangan?” teriakan laki-laki tinggi dan kurus dari ambang pintu, berjalan menghampiri kumpulan empat wanita cantik idola SMA Negeri 2 Kebaperan.
“Pergi lo, Van. Ganggu aja sih ah!” dengus Luna mengibaskan kedua tangannya mengusir Revan.
“Harusnya lo yang pergi, nenek sihir! Kelas lo bukan disini.” Cibir Revan.
“Suka-suka gue dong, ini juga bukan kelas lo, tapi milik sekolah. Bebas dong gue mau kemana aja,” balas Luna tak terima.
Amel berdiri dari duduknya, berkacak pinggang dan menatap tajam kedua orang yang saling adu mulut itu. "Udah kalian jangan berantem disini, mau lo berdua gue jodohin?” Luna dan Revan bersamaan menggelengkan kepala dan bergidik jijik.
“Ke ruang OSIS aja yuk, bosen gue disini,” ajak Lyra.
“Ke kantin dulu tapi, ya?” semua mengangguk dan melangkah meninggalkan kelas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Suzieqaisara Nazarudin
Pandu itu suka cewek yg jual mahal,anggun dan sopan,bukannya kayak Lyra..
2022-06-09
0
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
penasaran siapa cewek yg di sukai pandu
2022-01-04
1
Riska Wulandari
jangan2 yg d sukai Pandu si Rara ya??
2021-11-04
0