Selesai merazia, semua anak OSIS kembali keruangan begitu pun bu Rini. Lyra berkali-kali menghela napas lelah dan memijat-mijat kakinya yang pegal. Tidak jauh berbeda dengan Luna, dan yang lainnya, sementara Pandu dan Rara tengah merekap catatan hasil tangkapan murid yang tidak lengkap atributnya dan menghitung berapa kali si siswa melakukan hal yang sama selama sebulan ini sebelum nanti di serahkan pada guru kesiswaan untuk di beri peringatan atau bahkan hukuman.
“Ra, kenapa sih setiap lo yang razia selalu banyak drama dulu? Heran gue, harusnya lo langsung tarik aja, di galakin kek tuh muka jangan malah dimanis-manisin!” seru Boby menggerutu.
“Cape Kak kalau marah-marah, yang ada nanti pita suara gue putus lagi.” Jawab Lyra santai.
“Gak apa-apa lagi Kak Bob, lagian dengan cara gitu juga berhasilkan merazia mereka. Setiap orang itu punya caranya masing-masing.” Bela Rindu, dan diangguki yang lainnya.
“Iya sih, tapi gue geli denger dramanya,” ucap Boby bergidik.
“Bilang aja lo cemburu, Kak!”
Semua yang ada di sana tertawa mendengar ucapan Lyra yang dibarengi kedipan mata, membuat Boby menjadi salah tingkah. Pandu si muka datar hanya menggelengkan kepala lalu kembali fokus pada buku besar di depannya.
“Kalau udah pada selesai kerjaannya kalian balik ke kelas masing-masing sana. Pelajaran udah di mulai.”
Suara Pandu terdengar di tengah-tengah tawa yang lain. Beberapa siswa berdiri dan pamit untuk kembali ke kelas, termasuk Luna. Tersisa Pandu, Lyra, dan Boby yang masih membereskan sepatu, topi, ikat pinggang, dan beberapa barang lainnya hasil razia yang akan di kembalikan nanti jika ada yang meminta dengan syarat dan ketentuan yang berlaku atas izin dari guru.
“Udah selesai 'kan, Ra, Pan? Gue duluan ya, jam selanjutnya ada ulangan.” Pamit Boby yang diacungi jempol oleh keduanya.
Tinggal sisa Lyra dan Pandu di dalam ruang OSIS yang sepi ini, tidak ada percakapan apa pun di antara mereka, membuat Lyra bosan dan akhirnya memilih mendekati Pandu yang duduk di kursi, masih fokus pada laptop dan buku di depannya. Lyra duduk di kursi yang bersebelahan dengan laki-laki dingin itu, melihat apa yang dikerjakan oleh Pandu.
“Lo lagi ngapain sih, Pan? Serius banget.”
“Gue lagi nyari konsep buat acara ulang tahun sekolah nanti. Tinggal tiga minggu lagi loh, Ra.”
“Nanti jam istirahat adain rapat aja, kasih tahu lewat grup.”
Pandu mengangguk dan segera mengeluarkan ponselnya, mengetik dengan cepat untuk memberi tahu soal rapat. Setelah itu Pandu kembali memasukan ponselnya ke dalam saku celana seragam.
“Nanti gue yang pimpin rapat. Lo jangan ikut campur, jangan komentar sebelum gue selesai bicara!” Pandu sudah akan melayangkan protes, namun tatapan mengancam dari mata bulat itu mengurungkan niatnya dan terpaksa mengangguk untuk menyetujui.
🍒🍒🍒
Lima belas menit lagi menuju istirahat, Lyra dengan cepat keluar dari ruang OSIS tanpa pamit terlebih dulu pada sang ketua. Berjalan menuju kantin yang masih terlihat sepi dan langsung memesan sosis bakar kesukaannya, tidak lupa membeli air mineral juga beberapa cemilan lain.
Lima menit berselang pesanan sosisnya sudah selesai, saat satu gigitan ia kunyah dalam mulut, tiba-tiba banyangan beberapa hari lalu melintas dimana gara-gara sosis ini, ia bisa merasakan bibir pandu yang hangat dan kenyal. Juga tidak menyangka bahwa laki-laki yang kini menjadi suaminya itu berani melakukannya. Lyra terkikik geli kemudian melangkah untuk kembali ke ruang OSIS sambil membawa beberapa kantong kresek ditangannya.
Bel istirahat padahal sudah berbunyi beberapa menit lalu, tapi belum juga ada satu pun anggota OSIS yang datang. Lyra mengedikkan bahunya acuh, kemudian berjalan menghampiri Pandu dan meletakan keresek-keresek yang di bawanya di hadapan laki-laki itu.
“Apaan nih?” tanya Pandu mengernyitkan dahi.
“Itu namanya makanan sayang.” Jawab Lyra santai sambil menikmati sosis bakarnya.
“Banyak banget?”
“Udah deh Pandu, suami gue yang ganteng! Lo gak usah banyak protes mending makan aja. Apa mau makan bibir gue lagi kayak waktu itu?” goda Lyra. Dengan cepat Pandu menggeleng dan meraih satu bungkus roti keju yang segera di lahapnya. Lyra hanya terkekeh geli melihat salah tingkah suaminya.
Sepuluh menit kemudian satu per satu anggota OSIS berdatangan, tidak sedikit yang membawa beberapa cemilan dan juga minuman. Lyra mau pun Pandu tidak pernah melarang asal tidak mengotori ruangan dan tetap tertib saat mengikuti rapat, karena mereka tahu bahwa manusia memang membutuhkan makanan.
Melihat semuanya sudah duduk menempati bangku masing-masing. Lyra mulai mengabsen, takut-takut ada yang tidak hadir. Masih dengan mengunyah sosis bakar yang baunya menyebar memenuhi ruangan. Merasa sudah lengkap, ini lah saatnya Lyra yang pecicilan menjadi serius dan berwibawa. Lyra meletakan sosis yang tersisa separuh itu ke plastik mika bening yang dimana masih ada beberapa potong sosis yang utuh. Memfokuskan diri untuk lebih dulu menyampaikan maksud dan tujuan rapat kali ini.
“Oke semua, rapat hari ini akan gue mulai. Tolong perhatiannya. Maaf sebelumnya gue udah ganggu waktu istirahat kalian.”
“Gue, Lyra Amalia Yeima selaku wakil ketua OSIS ingin menyampaikan maksud dan tujuan di adakannya rapat hari ini. Berhubung acara ulang tahun sekolah tingal tiga minggu lagi, maka sudah seharusnya kita memulai untuk mempersiapkan. Seperti yang sudah beberapa hari ini kita juga diskusikan. Dan hasil rapat beberapa hari lalu pun sudah di diskusikan dengan guru-guru ...”
“... pertama yang harus kita lakukan adalah memberi tahu semua warga sekolah SMA Negeri 2 Kebaperan. Mendata siapa saja yang akan ikut berpartisipasi, meminta semua eskul untuk tampil termasuk eskul teater, vocal, tari daerah, dance. Jangan lupa untuk anak bahasa mempersiapkan pidato juga puisi untuk dipersembahkan. OSIS boleh ikut berpartisipasi asal tidak melalaikan tugasnya sebagai penyelenggara juga kepanitiaan. Kita bisa gentian saat tampil nanti. Info ini akan kita sampaikan hari ini!”
Lyra mulai membagi kelompok dan memberi tugas kelas mana saja yang menjadi bagian mereka masing-masing kelompok. Menyudahi rapat hari ini untuk segera melaksanakan tugas yang akan di diskusikan lagi nanti. Satu per satu meninggalkan ruangan membawa serata alat tulis untuk mencatat siapa saja yang akan berpartisipasi.
Lyra meneguk minumannya terlebih dulu, kemudian ikut keluar bersama yang lainnya dan mulai berpencar. Satu kelompok tiga orang dan di bagi secara merata. Lyra, Luna dan Boby bertugas untuk memasuki kelas XII IPS. Mulai dari IPS A dan berlanjut hingga selesai.
Pandu satu kelompok dengan Rindu dan Bagas untuk memberi info pada kelas XI IPS. Dan yang lainnya pun berpencar ke kelas-kelas yang sudah Lyra tugaskan. Tidak semua kelas yang mudah di beritahu, karena pada dasarnya banyak murid yang tidak setuju bahkan menilai bahwa kegiatan yang akan dilaksanakan ini hanya buang-buang waktu. Di sini-lah OSIS harus sabar dan tidak terpancing emosi.
“Nyesel gue pilih kelas XII IPS, kalau tahu semelelahkan ini gue lebih milih diam aja di ruangan.” Gerutu Lyra saat kembali ke ruang OSIS.
“Maklumin aja, Ra namanya juga senior.” Balas Boby menepuk pelan pundak Lyra.
“Nyesal gue bawa lo, Kak! Lo sama-sama kelas XII makanya gak bisa mihak.” Dengus Lyra melayangkan tatapan tajam pada laki-laki bertubuh tinggi besar itu.
♥♥♥
Selesai mandi dan mengganti pakaian, Lyra membaringkan tubuhnya di ranjang kamar. Pandu tidak pulang ke rumah orang tua Lyra melainkan ke rumah orang tuanya sendiri setelah lebih dulu mengantarkan gadis mungil itu hingga depan gerbang rumahnya. Jam masih menunjukan pukul tujuh malam, namun rasa kantuk sudah menyerang Lyra, karena terlalu lelah dengan aktivitas di sekolah.
Tak lama, Pandu datang membawa koper hitam yang cukup besar dan meletakannya di sudut ruangan samping lemari putih tiga pintu. Menatap sekilas ke arah ranjang dimana Lyra terlelap. Menghampirinya dan menarik selimut tebal berwarna merah muda hingga batas leher Lyra. Setelah itu Pandu keluar dari kamar menuju dapur untuk makan.
“Non, Lily gak makan, Den?” Bi Nani bertanya saat Pandu baru saja mendaratkan pantatnya di kursi
“Lyra tidur, Bi kelelahan kayaknya.” Bi Nani mengangguk paham, kemudian pamit untuk ke kamar.
Selesai makan malam dan membereskan piring kotornya, Pandu mengambil satu piring bersih dan mengisinya dengan nasi dan beberapa lauk, tidak lupa membuat susu putih kesukaan Lyra lalu meletakannya di nampan, kemudian di bawanya menuju kamar Lyra.
“Ra, bangun, makan dulu.”
“Ngantuk Dady,” gumam Lyra masih dalam keadaan terpejam.
“Gue Pandu, bukan Papa lo! Ayo cepat ah, bangun dulu, makan.” Pandu menarik selimut yang menutupi tubuh Lyra lalu menarik tubuh perempuan itu agar bangun.
Dengan malas, Lyra membuka matanya dan melahap nasi yang di bawakan oleh sang suami. Ada rasa hangat di hati mendapat perhatian kecil seperti ini.
“Lo kapan datang? Udah makan?” Pandu menjawab dengan anggukan tanpa mengalihkan fokusnya dari buku yang sedang ia baca.
Lyra meletakan kembali piring yang sudah kosong beserta gelas yang juga kosong, kemudian berniat untuk kembali tertidur sebelum Pandu mencegah.
“Besok kita udah pindah ke rumah baru, tadi, Papa gue telpon katanya udah siapin rumah, masih ada di komplek ini juga, cuma beda beberapa blok.” Lyra mengangguk paham.
“Tapi besok 'kan kita ada rapat, Pan mana sempat mau pindahan!”
“Lo tenang aja, orang tua kita yang bakal urus, mereka juga ngerti sama kesibukan kita di sekolah,” ucap Pandu lalu membaringkan tubuhnya di ranjang.
Lyra sudah berniat ikut berbaring, tapi suara Pandu yang datar dan menyebalkan kembali menggagalkannya. Laki-laki tampan dengan tatapan dingin dan tanpa ekpresi itu menyuruhnya untuk meletakan dulu piring kotor ke dapur. Dengan kesal Lyra menurut meskipun dalam hati ia menyumpah serapahi laki-laki yang menjadi suaminya itu.
Lima menit kemudian, Lyra kembali ke kamar, mematikan lampu utama dan menyalakan lampur tidur. Berbaring di atas ranjang sebelah Pandu yang sudah memejamkan matanya.
“Pan, gak mau sambil peluk gue gitu tidurnya?” tanya Lyra dengan cemberut.
“Gak!” ketus Pandu.
“Ih jahat lo mah, kalau kayak gini sama aja gue tidur sendiri!"
“Yakin lo mau sambil gue peluk tidurnya, kalau nanti gue khilaf dan kebablasan gimana?” tanya Pandu dengan nada menggoda.
“Ya, gak apa-apa udah sah juga 'kan?”
“Emang lo mau hamil di usia semuda ini? Yakin lo udah siap?” Pandu perlahan mendekat ke arah Lyra yang terdiam mencerna ucapan dari suaminya itu.
Cepat Lyra mendorong Pandu dengan sekuat tenaga hingga laki-laki tampan dengan tatapan menggodanya itu terjungkal ke lantai.
“Lyra! Sakit nih badan gue, ah!”
“Sorry Pan, gue kekencangan dorongnya, salah lo sendiri malah nakutin.”
“Gue bukan nakutin, ya!”
“Au ah, sebel gue!”
Pandu terkekeh puas melihat wajah merah Lyra yang menahan malu juga kesal. Setelah meregangkan tubuhnya, Pandu kembali berbaring, menarik selimut hingga batas pinggang kemudian menarik Lyra ke dalam pelukannya. Lyra sempat terkejut, namun kemudian ia tersenyum tipis, menikmati pelukan hangat Pandu yang baru pertama kali ini ia rasakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Karandang
auwwoooo.....
lama2 pandu bisa jatuh cinta juga sma lyra
2020-12-24
7
Wayan Karmini
ingat masih sekolah cuyy
2020-11-27
3
SAD🌷𝕸y💞Putri°𝐍𝐍᭄
gak ngerti sama jalan pikirannya pandu
2020-11-19
2