“Dev, lo ke kantin sendiri ya, sekalian beliin gue sosis bakar sama jus wortel. Nanti bawa ke ruang OSiS. Mau tidur gue, ngantuk banget,” ucap Lyra sambil sesekali menguap.
“Kenapa ruang OSIS? Kan yang ada ranjangnya di UKS, lebih enak buat tidur.”
“Gak mau gue di UKS, suka ada yang mesum.” Jawabnya, lalu pergi meninggalkan Devi seorang diri di kelas.
Lyra mulai menata beberapa kursi di pojok ruangan, mengambil jaket yang semulai ia simpan di atas meja dan ia gunakan untuk menutupi kakinya yang terekspos. Lengan kirinya ia gunakan sebagai bantalan, setelah merasa nyaman, barulah ia memejamkan mata.
Lyra terlalu mengantuk untuk sekedar kembali membuka mata hanya demi melihat seseorang yang baru saja masuk jadi, Lyra lebih memilih melanjutkan tidurnya.
Dengan membawa kantong kresek berwarna bening yang berisikan jus berwarna orange dan sosis bakar, Pandu perlahan duduk di kursi kosong tidak jauh dari tempat Lyra tertidur. Saat makan di kantin tadi bersama Amel, Luna, Leo dan Dimas, Devi datang seorang diri dan duduk di samping Pandu dengan delikan mata yang tajam, sarat akan permusuhan.
Pandu jelas tidak mengerti, karena ia merasa tidak memiliki salah. Devi tidak bicara apa-apa dan asyik melahap baksonya yang baru saja diantarkan oleh Si Mamang penjual, tidak lama setelah itu pedagang kesayangan Lyra yang tak lain adalah Mamang sosis bakar datang memberikan pesanan Devi. Pandu hendak akan bertanya mengenai ke mana Lyra, tapi Leo lebih dulu menanyakan keberadaan gadis mungil itu.
Dengan alasan akan mengerjakan laporan acara kemarin untuk ia berikan kepada pihak sekolah, jadilah pesanan Lyra dirinya yang bawa ke ruang OSIS. Semenjak semalam Lyra memergokinya tengah berpelukan bersama Amel, tiba-tiba timbul rasa bersalah di hati Pandu. Semalam saat pulang ke rumah ia berniat untuk meminta maaf, tapi perempuan itu sudah tidur, dan saat pagi menjelang pun istrinya sudah lebih dulu berangkat ke sekolah.
Rasa bersalah Pandu semakin besar, saat dirasanya bahwa perempuan yang hampir dua minggu ini ia nikahi seakan menghindar. Jujur saja entah kenapa Pandu merasa tidak bahagia, meskipun kini perempuan yang sejak lama ia taksir sudah resmi menjadi pacarnya. Hatinya seakan tak tenang dan seolah ada yang mengganjal. Ia selalu memikirkan Lyra, meski pun tengah berada di samping perempuan tercintanya. Pandu tidak mengerti dengan perasaannya sendiri, karena saat ini yang ia pikirkan bagaimana caranya meminta maaf pada Lyra.
Pandu mengangkat kepala Lyra dengan hati-hati, tidak ingin membuat tidur istrinya terganggu dan kembali ia letakan kepala itu di pangkuannya. Menatap wajah damai itu dengan intens lalu Pandu meletakan kepalanya sendiri di atas meja, membuat posisinya sedikit menunduk. Bel sudah berbunyi beberapa menit yang lalu, tapi ia tidak tega membangunkan Lyra yang tertidur pulas.
🍒🍒🍒
Entah sudah berapa jam Lyra tertidur, karena ia merasa sudah sangat lama. Lyra mengerjapkan matanya beberapa kali, sebelum akhirnya mata bulat itu terbuka sempurna, betapa terkejutnya saat melihat wajah Pandu yang lumayan dekat, dengan mata terpejam. Lyra juga baru sadar bahwa ia tidur berbantalkan paha suaminya. Menatap jam yang menempel di dinding, mata Lyra membulat, saat waktu ternyata sudah menunjukan pukul 15:15, itu berarti sekolah sudah berakhir lima belas menit yang lalu.
“Pan, Pandu bangun.” Lyra menguyel hidung mancung Pandu sedikit keras, membuat sang empunya meringis dan membuka mata. Lyra bangkit dari tidurnya menjadi duduk, merapikan rambut dan seragamnya, lalu hendak berdiri jika saja Pandu tidak menariknya kembali hingga ia terduduk di atas lahunan laki-laki tampan itu.
“Apa sih Pandu, ih, ini udah sore tahu! Gue mau pulang, keburu gerbangnya di kunci!” Dengus Lyra berusaha melepaskan diri dari Pandu yang malah melingkarkan tangannya di pinggang Lyra.
“Pandu lepas, gue mau pulang! Amel juga pasti nunggu lo buat pulang bareng.” Bukannya melepaskan, Pandu malah semakin erat memeluk Lyra, kepalanya ia simpan di pundak sempit perempuan mungil itu.
“Maaf,” lirihnya berkata. Lyra berhenti meronta saat mendengar bisikan itu.
“Gue minta maaf, Ra.” Lagi Pandu berbisik lirik.
“Soal semalam yang lo liat itu...”
“Haha. Gue tahu kok, Pan lo udah jadian sama dia. Selamat ya, akhirnya perempuan yang lo cinta membalas perasaan lo.” Cepat Lyra memotong ucapan Pandu.
“Ra…”
Dreett... Drett... Drett...
“Tuh cewek lo nelpon, mungkin dia nyari lo.”
“Gue pulang duluan, kangen Daddy.”
Setelah mengucapkan itu Lyra langsung melepaskan tangan Pandu yang melingkar, lalu meraih jaketnya dan keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Pandu yang masih terdiam di tempatnya dengan suara ponsel yang masih terus berdering.
Berpas-pasan dengan Devi di tengah koridor, Lyra tersenyum dan meraih tas merah bergambar kucing itu dari tangan Devi, lalu mengajaknya turun ke bawah untuk pulang bersama.
“Lo tidur apa mati sih, Ra sampai jam pulang gini?” cibir Devi. Lyra terkekeh.
“Abis gue gantuk banget, Dev. Gue juga mana tahu bakal tidur selama itu," Lyra menggarung kepalanya yang tiba-tiba gatal. “Oh iya, pas istirahat kan gue pesan sosis sama jus wortel, mana?”
Devi menjitak kepala Lyra penuh perasaan. “Laki lo tadi yang bawa, katanya sekalian mau kerjain laporan. Emang dia gak ada ke sana?”
Lyra terdiam sejenak. “Gue gak sadar dia datang, tiba-tiba pas bangun gue liat dia tidur. Bahkan gue juga gak sadar dia pindahin kepala gue ke pangkuannya.”
“Serius lo Ra, gak halu?”
“Ye, curut, mana mungkin gue halu! Emang nyata kok.”
“Ahh, sweet banget sih, gue juga pengen, Ra.” Lyra bergidik melihat wajah menjijikan sahabatnya itu, kemudian berlari menuju angkutan umum yang berada di depan sana.
🍒🍒🍒
Padahal jam sudah menunjukan pukul setengah enam sore, tapi seseorang yang Lyra tunggu belum juga menampakan batang hidungnya. Masih dengan pakaian sekolahnya Lyra duduk bersandar di kepala sofa sambil menonton tayangan televisi yang sebenarnya tidak sama sekali dirinya sukai.
Di sampingnya ada Levin yang tengah berbaring berbantalkan pahanya, memandang fokus pada televisi yang tengah menampilkan permainan sepak bola, tangan kirinya memeluk toples berisi kripik nanas kesukaan laki-laki itu, sedangkan tangan kanannya tidak berhenti menyuapkan kripik tersebut ke dalam mulutnya sendiri.
“Abang, Lily pegel, ih. Kepala Abang tuh berat." Protes Lyra sambil terus mencoba menyingkirkan kepala laki-laki tampan berkulit putih dan bibir merah alami itu.
“Diam, Ly bentar lagi juga selesai kok. Abang kan kangen, udah lama gak kayak gini sama lo.” Kata Levin tanpa mengalihkan pandangannya dari televisi. Lyra mendengus kesal, kemudian kembali menyandarkan punggungnya di sandaran sofa, tangannya memainkan rambut tebal Levin dengan cara memilin-milin dan sesekali menariknya pelan.
“Laki lo sibuk ya, Dek?” Lyra mengangguk.
“Sibuk pacaran.” Gumamnya dalam hati.
“Gimana rasanya udah nikah?” tanya Levin lagi.
“Enak, Bang. Tidur ada yang nemenin, ada yang meluk, ada yang bisikin selamat tidur, kecupan di kening sebelum terlelap. Pokoknya masih banyak lagi, Bang.”
“Jangan terlalu larut dalam kebahagiannya aja, Ly, karena dalam sebuah hubungan pasti akan ada masa sedihnya, bertengkar, kesalahpahaman dan masih banyak lagi. Lo harus mempersiapkan diri untuk itu juga. Saat lo memutuskan untuk menikah, itu artinya lo sudah siap berkomitmen. Lo sudah siap dengan segala hal yang menjurus ke itu semua. Apa lagi menikah karena sebuah perjodohan. Gue bukan doain ada krikil di rumah tangga lo, tapi gue hanya mengingatkan! Lo udah punya suami, status lo pun berubah dan itu berarti pemikira lo juga harus berubah. Lo harus lebih dewasa dalam berpikir dan bertindak.”
Lyra mendengarkan dengan seksama, mencerna setiap kata yang Levin ucapkan hingga dirinya paham apa yang sebenarnya laki-laki dua puluh tahun itu maksud. Lyra mengangguk dan tersenyum, lalu memeluk laki-laki tersayangnya itu, tidak lupa mengucapkan terima kasih.
“Sayang, tuh Papa kamu sudah pulang. Dia di ruang tamu,” ucap Linda memberitahu. Lyra yang masih memeluk Levin dengan cepat mendorong kakaknya hingga laki-laki tampan itu terjungkal. Tidak perduli dengan teriakan kesal Levin, Lyra terus berlari menuju dimana sang ayah berada.
“Daddy, Pincess rindu!” Lyra berlari sambil berteriak, dan langsung memeluk erat laki-laki bertubuh tinggi besar yang masih terlihat gagah di usianya yang sudah hampir setengah abad itu.
“Daddy juga rindu kamu, Princess.” Leon membalas pelukan putri tersayangnya itu tak kalah erat, dan mengecup puncak kepalanya berkali-kali.
“Ekhhemm!”
Suara deheman itu menyadarkan kedua orang yang tengah berpelukan, melepas rindu yang menurut Levin terlalu berlebihan. Levin duduk di sofa single di susul oleh Linda yang memilih duduk sendiri di sofa yang berukuran sedang, berhadapan dengan sofa panjang yang Lyra dan Leon kini duduki.
Dalam keadaan duduk pun, Lyra terus memeluk laki-laki pertama yang menjadi kesayangannya. Bersandar di dada bidang Leon yang hangat dengan manja.
“Kok, kamu masih pakai seragam?” tanya Leon baru menyadari.
“Princess langsung ke sini sepulang sekolah. Mama 'kan bawa semua pakaian Princess ke rumah baru. Jadi disini Princess gak punya baju lagi." Adu Lyra dengan wajah sedih.
“Daddy kenapa Mama sejahat itu? Apa istri Daddy itu udah gak mau lagi Princess tinggal disini?” Lyra melirik sekilas ke arah sang mama yang sudah menatapnya tajam dari sofa seberang sana.
“Princessnya Daddy jangan sedih gitu dong. Biar nanti Daddy isi lagi dengan yang baru lemari kamu,” ucap Leon lembut dan tersenyum manis pada anak perempuannya itu.
“Benar Dad? Daddy gak akan bohong 'kan?” mata bulat Lyra berbinar senang. Leon mengangguk sembari tersenyum, mengelus lembut rambut panjang Lyra penuh sayang.
“Ahh Daddy, Princess love Daddy!”
“Udah belum dramanya? Mama udah panas banget nih dari tadi, pengen banget timpuk Lily pake balok kayu!”
“Kamu kalau mau Papa-mu beliin baju baru tinggal langsung minta, gak usah so nge-drama Mama gak sisain baju kamu di sini. Itu lemari kamu masih banyak baju yang bisa kamu pakai,” ucap Linda dengan wajah kesal yang di buat-buat.
“Udah waktunya makan malam, ayo semuanya kita ke ruang makan. Abang lapar,” ujar Levin seraya bangkit dari duduknya. Tidak ingin lebih lama lagi melihat drama yang membosankan yang terjadi antara adik dan sang papa.
Keluarga 4L itu makan malam dengan penuh canda tawa. Sudah hampir satu bulan ini mereka makan tidak dalam formasi lengkap, setelah Lyra menikah dan tinggal di rumahnya sendiri. Leon jelas sedikit tak ikhlas dengan perpisahannya bersama sang Princess kesayangannya, begitu pun Linda yang kadang melamun karena kesepian.
Malam ini Lyra begitu bahagia bisa berkumpul kembali bersama orang tua juga sang kakak yang terkadang menyebalkan, tapi juga ngangenin. Selama hampir satu bulan semenjak menikah, ini adalah kali pertamanya berkunjung ke rumah ini. meskipun jaraknya hanya terhalang beberapa blok, tapi tetap saja Lyra tidak sempat untuk sekedar mampir, karena kesibukannya waktu itu mengurusi acara di sekolah yang mengharuskannya pulang sore bahkan malam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
sakit ya tuh di sini💔💔💔😭😭😭
2022-01-04
1
Riska Wulandari
aku kok suka geli baca nama sekolahnya thor..🤣🤣🤣
2021-11-04
0
Titinaniza
ujung"x si Amel bakalan jadi plakor
2021-03-14
1