Lyra menatap cermin besar yang ada di kamarnya. Pantulan dirinya yang mengenakan dress selutut lengan panjang berwarna biru muda itu sangat cantik terlihat, wajahnya yang sudah di bumbui make up tipis dan natural memberi kesan segar dan manis. Puas dengan penampilannya, Lyra mengambil tas selempang kecil berwarna hitam yang senada dengan wedges 5cm-nya dan keluar dari kamar untuk menghampiri orang tua juga sang kakak.
Berjalan dengan anggun menuruni tangga membuat ketiga orang di bawah sana terpesona. Leon berjalan mendekati tangga paling bawah, menunggu sang putri dan segera mengulurkan tangannya saat Lyra sudah berada di dua tangga terakhir. Mengampit lengan mungil itu dan berjalan menghampiri Levin juga Linda.
“Putri Mama cantik banget sih,” puji Linda seraya mengusap lembut pipi kanan Lyra.
“Harus cantik dong, Ma 'kan mau ketemu calon suami,” ucap Lyra terkekeh kecil. Levin mengusak rambut adiknya dengan gemas lalu memiting kepala Lyra dan membawanya keluar dari rumah.
“Abang lepasin ih, dandanan gue jadi ancur nih gara-gara lo. Nanti kalau yang di jodohin sama gue gak mau nikahin gue gimana? Masa gue gak jadi nikah!”
“Gampang itu, nanti Abang nikahin aja kamu sama Leo.”
“Dih ogah!”
Leon, Levin dan Linda tertawa, sementara Lyra cemberut seraya memperbaiki tatanan rambut dan make up-nya yang kebetulan perlengkapan itu ia bawa di dalam tas selempang kecilnya.
Sekitar 45 menit dalam perjalanan akhirnya mereka sampai di sebuah rumah makan yang cukup terkenal di kotanya. Lyra merapikan rambutnya menggunakan jari juga dres birunya yang sedikit berantakan akibat duduk tadi. Leon kembali mengampit lengan sang putri, sedangkan Linda yang berstatus sebagai istri dibiarkan berjalan tanpa pegangan bersama Levin yang berada di belakang Ayah-anak itu.
“Daddy, Princess deg-degan nih,” bisik Lyra pada sang Ayah. Leon tersenyum dan mengecup singkat kening sang putri.
“Rileks, Cess. Kalau gugup nanti cantiknya gak kelihatan.”
“Mama, Lily masih cantik gak?” Linda tersenyum dan mengangguk sebagai jawaban, ia sebagai seorang ibu mengerti kegugupan anak perempuan semata mayangnya karena dulu pun dia merasakan hal yang sama dimana Leon yang saat itu melamarnya.
Seorang pelayan mengantar ke empat orang itu masuk ke dalam ruang privat yang sudah di pesan oleh Leon terlebih dulu. Di ruangan luas dengan meja makan cukup panjang dan lebar itu sudah duduk tiga orang laki-laki beda usia dan juga satu perempuan seusia Linda, Lyra menebak bahwa mereka satu keluarga kecil dan ia juga seakan tidak asing dengan mereka. Lyra menundukan kepalanya belum siap melihat sang calon suami saat Leon berhasil menuntunnya untuk duduk.
Levin menyikut tangan tangan Lyra pelan. “Dek, coba lo lihat laki-laki yang duduk berhadapan sama lo, gue yakin dia yang akan jadi suami lo,” bisik Levin tepat di telinga Lyra. Perlahan Lyra menganggat kepalanya menuruti titah sang kakak.
“Oh my god, bebeb Pandu ada disini? Jangan-jangan lo, yang di jodohin sama gue?” heboh Lyra saat di dapatinya laki-laki yang duduk di depannya adalah Pandu, si Ketua OSIS SMA Negeri 2 Kebaperan. Cowok datar dan jarang berekspresi.
“Lily, Adik Abang yang cantik kayak nenek sihir, coba mana tingkah anggun yang tadi di perlihatkan saat di rumah?” ucapan bernada rendah, syarat akan ejekkan itu Levin layangkan. Lyra berdehem pelan kemudian mengubah posisinya dan bersikap seanggun mungkin. Semua orang yang berada di sana tertawa merasa lucu dengan wanita muda itu, kecuali Pandu. Laki-laki itu tetap menampakan wajah datarnya.
“Percaya diri banget sih kalau Pandu yang bakal di jodohin sama kamu,” ujar sang Mama saat menghentikan tawanya.
“Ah iya, ada kak Panji juga ternyata.” Lyra mengangguk-anggukan kepala beberapa kali dengan cengiran manisnya.
“Papa Bayu, duh ganteng banget sih malam ini. Udah lama rasanya Lyra gak ketemu. Rindu ini semakin menumpuk dan tak ingin menyusut.” Kembali semua tertawa mendengar celotehan gadis 16 tahun itu.
“Ekhemm!” Lyra berdehem sebentar kemudian menatap Ratih, ibu dari Panji-Pandu.
“Mama Ratih yang cantik, jadi anak Mama yang mana nih yang bakal jadi pendamping Lyra di pelaminan?” tanya Lyra dengan penasaran. Kedua orang tua saling bertatapan dan tersenyum bersamaan. “Pandu deh pasti ini mah, kan kak Panji udah punya gandengan,” tebak Lyra yang sudah tak sabar.
“Dih pede banget lo!” jawaban datar dari Pandu keluar mengalihkan tatapan semua orang termasuk Lyra. Gadis itu tersenyum manis, menatap Pandu yang menatapnya datar.
“Tapi Kak Panji juga gak apa-apa deh, gak kalah ganteng dari Pandu dan ada plus-nya, yaitu ramah dan murah senyum,” ucap Lyra mengalihkan tatapannya pada Panji yang juga tengah tersenyum lembut kearahnya. “Gak kayak adeknya yang datar tanpa ekspresi!” lanjut Lyra, mendelik pada laki-laki di depannya, yang tak lain adalah Pandu.
“Sudah-sudah, lebih baik kita makan dulu, nanti di lanjut lagi obrolannya.” Lerai Bayu.
Makan malam ini terasa lebih berwarna dan hangat karena celotehan Lyra yang selalu menghidupkan suasana, juga Leon yang tak jarang ber-drama dengan anak perempuan satu-satunya itu. Lyra tidak menyangka akan di jodohkan dengan anak dari keluarga Bayu Athala Sahreza. Ia emang tahu bahwa Ayahnya adalah Adik tingkat Bayu semasa kuliah dulu dan Ratih adalah sahabat sedari kecilnya.
Lyra juga memang sudah beberapa kali main kerumah Pandu, karena tugas OSIS . Bertemu dengan Panji yang asik diajak ngobrol. Juga kedua orang tua mereka yang memang kerap kali berkunjung. Lyra masih tidak mempercayai ini, tapi juga pikirannya bertanya-tanya tentang siapa diantara kedua pria itu yang akan menjadi suaminya nanti. Ia sedikit berharap bahwa laki-laki itu adalah Pandu, pria yang memang Lyra sukai. Tapi jika pun Panji, Lyra tetap tidak akan menolak, karena baginya Panji mau pun Pandu sama saja.
“Jadi apa alasan kalian dalam perjodohan ini?” tanya Levin saat acara makan-makan sudah selesai.
“Alasannya kare..."
“Apa pun yang menjadi alasannya Lyra terima kok perjodohan ini. Jadi, kapan nikahannya?” tanya Lyra tak sabar memotong ucapan Leon.
“Princess kamu yakin gak mau dengar alasannnya?” Lyra membalikan tubuhnya, menatap sang Ayah dengan seksama. Menangkup wajah tampan Leon yang di tumbuhi bulu-bulu tipis.
“Daddy, Princess sering baca novel, nonton drama juga. Princess tahu perjodohan dilakukan karena ada perjanjian, entah bisnis, wasiat orang tua atau emang kesepakatan yang lainnya, tapi Princess menyetujui pernikahan ini bukan karena terpaksa menuruti keinginan kalian. Apa pun alasan kalian, Princess tahu itu yang terbaik, dan berhubung Princess juga memang ingin menikah muda dan kalian berniat menjodohkan, ya, udah Princess setuju, apa lagi di jodohinnya sama salah satu diantara dua laki-laki beda karakter itu, tapi kalau sama dua-duanya boleh juga.” Panjang lebar Lyra memberi penjelasan yang membuat kedua orang tua itu mendesah lega.
“Maruk amat sih, Dek sampai pengen dua-duanya." Levin Mengusak gemas rambut Lyra, yang dibalas kekehan oleh wanita muda itu.
“Jika sudah seperti ini, Papa senang jadinya. Jadi kita langsung saja bicarakan pertunangannya, bagaimana, Ly?” tanya Bayu.
“Tunangan dulu ya, Pa? Lyra kira langsung nikah minggu depan.” Ucapan polos yang gadis cantik itu layangkan membuat Levin menjitak kepala Adiknya dengan sadis.
“Lo kebelet kawin, Dek?
“Kakakku yang jomblo diam aja, oke.” Levin mendengus kesal dan melipat kedua tangannya di dada. Mendengarkan kedua keluarga yang membicarakan pertunangan yang akan diadakan dua hari lagi, di susul dengan pernikahan yang akan di laksanakan seminggu kemudian.
Tepat pukul sebelas malam Lyra dan orang tua juga kakaknya baru sampai di rumah. Merasa lelah dan juga ngantuk, Lyra pamit untuk langsung ke kamar dan istirahat. Setelah membersihkan wajah dari make up yang dikenakan juga mengganti pakaian menjadi baju tidur, barulah Lyra membaringkan tubuh lelahnya.
☻☻
Sosis bakar adalah kesukaan Lyra, dan di jam istirahat kedua ini, gadis cantik dengan rambut kuncir satu di pinggir kiri itu sudah menghabiskan 3 sosis bakar dengan ukuran besar. Amel yang memiliki tubuh langsing ideal artis-artis korea itu bergidik ngeri melihat porsi makan Lyra, sedangkan Luna dan Devi merasa sudah biasa dan malas berkomentar karena gadis itu tidak akan berhenti sebelum perutnya merasa kenyang.
“Hallo Lily cantik, hari ini sudah habis berapa sosis bakarnya?” tanya Leo yang baru saja menginjakan kaki di kantin bersama kedua sahabatnya, Pandu dan Dimas.
“Baru tiga.” Jawab Lyra santai.
“Lo bilang baru? Gila, emang lo niat ngabisin berapa biji, Ra?” tanya Dimas menggeleng tidak percaya.
“Tuh, Pak Beno masih bakarin lima sosis lagi buat gue.” Jawab Lyra sambil menunjuk ke arah stand Sosis bakar di belakang sana dengan santai. Semua orang yang duduk semeja dengannya membelalakan mata.
“Yakin lo mau habisin semua itu?” tanya Pandu. Lyra mengangguk dan terus melahap Sosis yang tinggal sedikit.
Lyra melirik ke arah Leo duduk, menampilkan mata kucingnya. “ Lele bayarin semua sosisnya, ya?”
Leo yang sedang memakan baksonya yang pedas tersedak hingga wajahnya memerah dan tenggorokannya sakit. Habis es teh satu gelas baru lah Leo melirik teman kecilnya itu dengan tatapan horror.
“Emang Lily pesan berapa Sosisnya?” Lyra menunjukan kesepuluh jarinya dan melipatnya dua sambil tersenyum semanis mungkin. Lagi, Leo tersedak, tapi kali ini oleh liurnya sendiri.
“15 ribu di kali 8 berapa, Pan?” tanya Leo pada Pandu yang duduk di sebelahnya.
“120 ribu.” Jawaban singkat Pandu adalah keterkejutan Leo dan kebahagaian bagi temannya yang lain.
Mata Lyra berbinar saat Pak Beno, si penjual sosis bakar datang mengantarkan pesanannya. Gadis itu berkata bahwa Leo lah yang akan membayar dan diangguki oleh si penjual tersebut, sedangkan Leo meneguk ludahnya susah payah membayangkan nasib uang jajannya selama tiga hari ini habis dalam sekejap oleh perempuan yang memiliki bibir mungil, tapi jago makan itu.
Lyra mengambil steropom berisi sosis bakar yang masih hangat itu lalu bediri dari duduknya. Mengecup singkat pipi Leo dan tidak lupa mengucapkan terima kasih sebelum dirinya benar-bener pergi meninggalkan kantin dan juga teman-temannya yang melongo, termasuk Leo sendiri yang mendapat kecupan hangat itu.
“Kalau balasannya kecupan sih gue rela beliin lo sosis bakar se-truk juga, Ly.” Senyum di bibir tipis Leo terbit, dan tangannya menyentuh pipi kiri yang di kecup Lyra tadi. Pandu berdiri dari duduknya meninggalkan ke lima orang di meja itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Lyra dengan santai bejalan melewati koridor-koridor yang lumayan ramai oleh penghuni sekolah sambil memakan sosis bakarnya. Tersenyum saat ada yang menyapa atau pun menggodanya. Pandu mensejajarkan langkahnya dengan gadis mungil itu dan membawanya ke ruang osis yang memang sudah tidak jauh dari posisi mereka.
“Lo apa-apaan sih cium-cium Leo gitu?!” datar dan ketus Pandu berucap.
“Kenapa Pandu sayang, lo cemburu?” tanya Lyra menggoda.
“Mana ada!” sanggahnya cepat.
Lyra tersenyum simpul, “duh lucu banget sih calon suami, eh, apa calon adik ipar ya?”
Pandu mendengus kesal saat dirasanya perempuan aneh itu selalu tidak bisa diajak bicara serius. Selalu saja tingkah dan ucapan konyol yang diberikan gadis mungil itu.
“Pan, mau gak?” tawar Lyra sambil menyodorkan sosis bakar terakhirnya. Pandu menaikan satu alisnya.
“Yakin mau di kasih sama gue?”
Lyra menggeleng, “satu berdua!”
cepat Pandu menggelengkan kepalanya. Lyra mengedikan bahunya acuh kemudian melahap sosis bakar tersebut.
Melihat cara Lyra makan dan juga mencium bau enak dari sosis tersebut membuat Pandu tergiur dan menalan ludahnya susah payah. Tinggal setengah lagi, dengan cepat Pandu melahap sosis yang berada di tangan mungil Lyra. Namun, siapa sangka akan berbarengan dengan Lyra yang juga berniat untuk melahap sosis tersebut. Jadilah bibir Lyra dan pandu bertabrakan, sementara sosis yang berada di tangan Lyra terjatuh kelantai karena ia tidak cukup erat memegangnya.
Mata mereka saling bertemu dan menampakan keterkejutan, tapi bibir keduanya masih tetap menempel. Lyra menjauhkan wajahnya, tapi sebelum itu berhasil Lyra lakukan, bibir Pandu lebih dulu meraih bibir mungil itu untuk memperdalam ciuman mereka. Bertambah keterkejutannya membuat Lyra bingung harus berbuat apa. Pandu melepaskan ciumannya saat dirasa napas Lyra mulai menipis.
“Astaga bibir gue yang suci ternodai!” panik Lyra seraya menyentuh bibirnya yang sedikit membengkak dan terasa kebas.
“Sorry, Gue kebablasan. Abis enak, gimana dong?” Pandu menggaruk tengkuknya salah tingkah.
“Lo kalau mau cium bilang-bilang dong, Pan! Jadi, gue bisa siap-siap, dan tahu harus ngerespon kayak gimana.” Gerutu Lyra yang membuat Pandu melongo tak percaya. Ia bingung dengan perempuan di depannya. Antara polos dan b*g* memang sulit untuk dibedakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Suzieqaisara Nazarudin
Lyra nlom tau ya kalau dia dijodohin ama siapa..tp dari perlakuan pandu itu,kayaknya pandu deh...
Tp aku kesel aja dengan sikapnya Lyra,kok kayak kebelet nikah gitu ya..
biasanya kan kalo dijodohin pasti ceweknya prustasi gak terima gitu...
2022-06-09
0
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
lyra humble
2022-01-04
0
Riska Wulandari
tambah ngakak..🤣🤣🤣
lah si Lyra blum d kasih tau juga siapa calon suaminya...
2021-11-04
0