Saat jam sudah menunjukan pukul lima sore, Lyra baru saja sampai di rumah. Dengan langkah lesu, Lyra masuk dan langsung menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tengah. Celingak-celinguk saat tak mendapati siapa pun, lalu bangkit dari duduknya memaksakan langkah menuju dapur demi untuk meneguk segelas air.
Tiba di dapur masih tidak ada siapa pun. Rumah besar bernuansa serba putih ini sangat sepi membuat Lyra heran, karena tidak biasanya di jam-jam sore seperti ini penghuni rumah tidak ada.
Setelah dirasa tenggorokannya sudah basah, barulah ia melanjutkan langkahnya menuju kamar yang berada di lantai atas.
Saking lelahnya, Lyra tanpa mengganti seragam terlebih dulu langsung membaringkan tubuhnya di atas ranjang Queen size-nya. Dan baru saja ia terlelap suara teriakan yang amat memekakan telinga terdengar dari lantai bawah, tapi karena rasa kantuk yang sudah amat menyiksa akhirnya Lyra memilih tidur dan tidak memedulikan teriakan itu.
“Lily bangun.”
“Lily capek, Ma ngantuk juga, please biarin Lily tidur untuk sejenak. Lily terlalu lelah dengan semua ini.” Jawaban ngaco yang keluar dari mulut Lyra, yang masih dengan mata terpejam itu membuat Linda - mama Lyra mengernyitkan keningnya.
“Bangun dong, Ly. Mama mau bicara serius sama kamu.” Lagi Linda menguncang tubuh anaknya.
“Lily ngantuk banget, Ma. Bicaranya nanti aja ya, beneran Lily gak sanggup lagi meskipun untuk melek.” Linda akhirnya mengalah dan membiarkan anak perempuan cantiknya itu untuk istirahat. Tidak tega juga ia melihat wajah capek Lyra yang sangat ketara.
Linda menyalakan pendingin kamar, menarik selimut hingga batas perut Lyra kemudian melenggang keluar dan tidak lupa menutup pintu bercat putih tersebut.
Di sofa ruang tengah sudah menunggu dua orang laki-laki beda usia, namun sama tampannya. Linda membuang napasnya lebih dulu sebelum menatap satu per satu laki-laki kesayangannya itu.
“Gimana Ma?” tanya laki-laki yang lebih tua. Linda menggelengkan kepalanya membuat kedua laki-laki yang duduk mengampit perempuan cantik berusia 45 tahun itu menghela napas kecewa.
“Tuh, kan, kata Levin juga apa, Lily gak akan ma…”
“Lily tidur jadi, Mama belum bicara.” Potong Linda sebelum anaknya itu selesai bicara.
“Kirain dia nolak,” ucap Leon menghela napas lega.
Linda meninggalkan kedua laki-laki kesayangannya itu menuju dapur saat dilihatnya jam sudah menunjukan pukul setengah enam sore. Bi nani, ART keluarga Leonard Michael Atamaya tengah berkutat dengan penggorengan dan teman-temannya, menyiapkan untuk makan malam nanti. Perempuan cantik yang sudah berusia empat puluh lima itu menghampiri wanita baya berbobot lumayan gendut, berusia di atas lima puluh itu dan mengambil alih pekerjaannya.
“Bibi kerjain yang lain aja, biar saya yang lanjutkan goreng ayamnya.” Ramah Linda berucap. Wanita tua itu tersenyum kemudian mengangguk dan melangkah menuju wastafel untuk mencuci perabotan dapur yang kotor bekas dirinya gunakan.
Jam sudah menunjukan pukul setengah delapan malam. Levin adalah orang pertama yang duduk di kursi meja makan, lalu dua menit kemudian di susul oleh Leon dan juga istrinya. Tinggal menunggu satu orang lagi, yaitu Lyra, anak perempuan dari pasangan Linda-Leon.
Sepuluh menit menunggu, namun gadis berusia 16 tahun itu belum juga menampakan diri, sedangkan Levin sudah tidak sabar ingin segera melahap makanan yang berada di depannya, tapi aturan tetaplah aturan dimana dalam keluarganya jangan dulu ada yang makan jika belum berkumpul semua.
Levin bangkit dari duduknya, berlari menaiki tangga dengan cepat menuju kamar Lyra, tanpa menoleh sedikitpun ketika kedua orang tuanya memanggil.
Di mulai dari ketukan halus dan panggilan yang lembut Levin lakukan untuk memanggil sang adik untuk keluar, tapi sudah tiga kali, belum juga ada suara yang menyahut dari dalam. Ketukan berubah jadi kencang dan tidak sabaran, tapi masih juga tidak ada sahutan.
Akhirnya Levin menerobos masuk ke kamar Lyra yang gelap dan jendela yang masih terbuka. Berdecak sambil menghentakkan kakinya kesal, Levin menghidupkan lampu dan menarik selimut yang membalut tubuh mungil Lyra dengan kasar. Kembali laki-laki tinggi dengan wajah tampannya itu berdecak saat tak ada juga pergerakan dari adiknya itu.
“Woy Lily bangun!” teriak Levin tepat di depan telinga Lyra. Gadis cantik yang masih mengenakan seragam sekolahnya itu langsung terlonjak bangun saking kagetnya.
“Astaga kaget gue. Levin sialan lo! Gak bisa apa banguninnya lembut dikit?”
“Buruan lo cuci muka, ganti baju, terus turun ke bawah. Mama, Papa udah nunggu buat makan malam.” Levin menarik adiknya itu ke dalam kamar mandi.
“Cepat Lily, gue udah lapar!” sentak Levin saat melihat Lyra yang malah menampilkan wajah bengong bodohnya.
Setelah menyaksikan sendiri sang adik membasuh wajah, barulah Levin keluar dari kamar Lyra dan kembali menuju ruang makan dimana orang tuanya berada. Sepuluh menit kemudian Lyra turun dengan pakaian tidur bergambar kucing berwarna putih, dan duduk di samping kakaknya.
“Kamu lama banget sih, Cess,” kata Leon pada putri bungsunya dengan wajah cemberut.
“Maafin Princess, Daddy. Princess lelah banget di sekolah,” jawab Lyra merasa bersalah.
“Udah, stop nge-drama. Sekarang makan!” Levin dengan cepat memotong saat Leon baru saja akan membalas ucapan sang putri.
“Anak sama Bapak sama-sama tukang drama, heran gue.” Dengus Levin sangat pelan.
Selesai dengan makan malam. Linda menyingkirkan semua piring dan juga lauk serta nasi yang masih tersisa, menggantinya dengan piring-piring kecil dan satu Loyang puding coklat yang siang tadi dirinya buat. Dengan telaten Linda memotong dan mengisi piring-piring kecil itu degan puding yang kemudian ia lumuri fla susu.
“Ekheemm!”
Deheman yang cukup keras mengalihkan semunya dari hidangan manis itu dan menatap Leon. Tatapan laki-laki berusia 46 tahun itu tertuju pada Lyra, membuat si bungsu menaikan sebelah alisnya, bertanya.
“Princess usia kamu sekarang berapa?” Leon mulai mengeluarkan suara.
“Masa Daddy lupa sama usia anak sendiri,” jawab Lyra cemberut.
“Bukan lupa, tapi cuma mau memastikan.”
Lyra mengangguk-anggukan kepala. "Kenapa emang tanya umur?"
“Daddy mau jodohin kamu sama anak temannya Daddy.” Lanjut Leon dengan ragu.
Kedua mata Lyra yang bulat semakin membulat saat mendengar kata ‘jodoh' keluar dari mulut Leon.
“What! Daddy, ini beneran? Daddy gak bercanda?”
“Daddy serius Pricess. Daddy lakuin ini kar…”
“Lily harus nikah diusia yang sangat muda ini?” tanyanya tak percaya.
Mata Lyra sudah berkaca-kaca, menatap satu per satu orang yang duduk di sana.
Levin adalah yang paling tidak tega melihat adiknya yang sudah akan menangis, laki-laki 20 tahun itu membawa adiknya ke dalam pelukan, sedangkan kedua orang tuanya menunduk dengan rasa menyesal.
“Mama, apa benar Lily akan menikah di usia yang masih sangat muda ini?” Linda mengangguk pelan.
“Oh my god, oh my god, Lily gak percaya ini nyata.” Ketiga orang itu menatap aneh Lyra.
“Siapa calon suaminya Lily, Daddy? Masih muda 'kan? Ganteng gak?” tanya Lyra dengan semangat. Levin menarik tangannya yang semula memeluk sang adik, lalu menoyor kepala Lyra cukup keras.
“Gue kira lo bakalan nolak, nangis-nangis nge-drama. Mogok makan dan kabur gara-gara gak mau di jodohin. Taunya ...!” Levin menggeleng-gelengkan kepala tak habis pikir.
“Lo tuh yang kebanyakan nonton drama, pikirannya jadi drama semua. Sadar woy, lo hidup di dunia nyata bukan di dunia khayalan!” satu jitakan mendarat di dahi Levin.
“Jadi, Princess-nya Daddy mau nih di jodohin?” tanya Leon memastikan. Lyra mengangguk.
“Kamu yakin?” kini giliran Linda yang bertanya. Sekali lagi Lyra mengangguk dengan yakin.
“Eh, tapi calonnya masih muda kan, ganteng, tinggi, putih, pokoknya kaya pangeran-pangeran di cerita dongeng?” tanya Lyra. Pasangan suami istri itu mengangguk dan Lyra menghela napas lega.
“Emang siapa cowoknya, Pa?” tanya Levin penasaran.
“Besok kalian siap-siap aja, kita akan makan malam bersama keluarga calon suaminya Lily.” Jawab Linda.
“Bukan Leo kan, Dadd?” Leon menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Kembali Lyra menghela napas lega.
“Se-gak mau itu lo di jodohin sama Leo? Bukannya dulu lo naksir berat sama dia?” tanya Levin menggoda sang adik.
“Gak usah bahas itu lagi deh, sebel gue.” Tawa Leon, Levin dan Linda membahana di ruang makan. Sedangkan sang objek tertawaan semakin memajukan bibirnya.
♥♥♥
Hari ini Lyra tidak lagi datang sangat pagi seperti kemarin karena dirinya sudah membenarkan jam di ponsel, juga jam weker di kamarnya. Setelah turun dari bis yang menjemputnya tadi, Lyra dengan santai melangkahkan kakinya menuju ruang OSIS yang berada di lantai dua, tidak jauh dari kelasnya. Tanpa mengetuk pintu terlebih dulu Lyra langsung membuka pintu berwarna coklat itu dan menampilkan senyum manisnya saat kurang lebih dua puluh pasang mata menatapnya dengan tatapan berbeda.
“Selamat pagi semuanya,” sapa Lyra tanpa merasa bersalah.
“Kenapa lo kebiasaan banget datang telat? Gue kemarin udah bilang untuk datang lebih awal!” omel laki-laki tinggi, berkulit putih dan tatapan tajam itu.
“Maafin Lyra ya, Pak Ketu, semalam Lyra gak bisa tidur karena sibuk menghayal.” Senyum Lyra masih mengembang, meskipun tatapan sang ketua OSIS sangat menusuk.
“Duduk!” Lyra menurut dan duduk di kursi kosong satu-satunya, tepat berada di dekat Pandu.
Rapat kembali berlanjut hingga bel masuk berbunyi, dan satu per satu meninggalkan ruangan untuk kembali ke kelas masing-masing. Lyra masih duduk di tempat, meski ruangan berangsur kosong.
“Kenapa lo belum pergi, bel udah bunyi, Ra.” Suara datar itu terdengar indah di telinga Lyra.
“Ke kelas bareng yuk, gue pengen ngabisin waktu jalan berdua sama lo untuk hari ini, karena besok mungkin gue gak bisa selalu dekat sama cowok.” Lyra berucap lalu mengedip-ngedipkan matanya sedikit menggoda.
“Kenapa?” kening Pandu mengernyit bingung.
“Gue harus jaga hati calon suami gue.” Pandu mendengus sebal, lalu melenggang pergi meninggalkan Lyra seorang diri di ruangan sedikit luas itu.
Devi menatap aneh pada Lyra yang sedari memasuki kelas terus tersenyum. Pelajaran Matematika yang selalu membuat Lyra bosan dan tidur pun kali ini tidak terjadi pada perempuan cantik itu. Devi mencubit kecil lengan Lyra yang tengah memainkan balpoin pink-nya masih dengan senyum yang mengembang.
“Lo kenapa sih senyum-senyum terus dari tadi, gila?” bisik Devi.
Lyra menoleh sebentar lalu kemudian menatap ke arah depan kembali. Senyumnya tidak juga luntur dan malah semakin lebar. Devi mengusap leher belakangnya, kemudian bergidik ngeri.
Revan yang duduk di bangku belakang menarik rambut sepunggung Lyra yang sedikit bergelombang cukup kuat hingga sang empu rambut menoleh dan menatap laki-laki cungkring itu dengan tajam, tapi kemudian senyum itu kembali terbit dan mengedipkan sebelah matanya pada Revan sebelum kembali menatap guru yang sedang menjelaskan di depan sana.
Laki-laki tipis dengan tinggi yang menjulang meski sedang duduk, terdiam melongo mendapat kedipan dari gadis cantik yang biasanya galak dan ketus saat bicara itu, takjub juga terpesona karena perempuan galak di kelas ini bisa semanis itu dengan mata genitnya.
“Lo cacingan, Ra?” kembali Revan menarik rambut Lyra.
“Revan diguna-guna! Kalau tangan lo gak bisa diam juga, silahkan keluar!” ucap Lyra dengan galak.
“Gue cuma mau mastiin kalau lo masih galak atau udah berubah jadi cewek manis. Gue repot soalnya kalau nanti lo berubah manis, gue takut naksir,” ucap Revan. Lyra memutarkan matanya jengah.
🍒🍒🍒
Bell istirahat pertama berbunyi. Devi yang sedari tadi penasaran langsung menatap sahabatnya itu dan menanyakan ada apa dengan Lyra yang hari ini lebih banyak tersenyum. Perempuan cantik dengan rambut yang di urai indah itu hanya mengedikan bahunya singkat, lalu berdiri dari duduknya dan berjalan meninggalkan Devi.
“Ra, ayo dong cerita. Gue kepo nih,” ucap Devi saat langkahnya sudah sejajar.
Lyra merangkul pundak sahabatnya, “ceritanya di kantin aja ya sayang, gue lapar.”
Ternyata Luna dan Amel sudah lebih dulu sampai di kantin, bahkan sudah menikmati makanannya. Untuk Lyra dan juga Devi sudah tersedia, membuat dua gadis yang baru tiba itu tersenyum senang.
“Tahu aja lo gue udah laper,” ucap Devi lalu melahap mie ayam di depannya.
“Nanti kalian berdua yang bayar ya, gue lagi boke.” Santai Amel bicara.
“Hari ini biar gue yang teraktir deh, mumpung lagi bahagia,” ucap Lyra tanpa menatap ketiga temannya.
“Tumben? Biasanya lo paling pelit!” heran Luna yang diangguki Amel dan Devi.
“Gak usah banyak nanya, makan aja deh!" Lyra memutar bola matanya jengah.
Tidak lama ketiga laki-laki tampan duduk di bangku yang di isi oleh keempat perempuan itu. Lyra hanya melirik sekilas dan tersenyum, lalu kembali sibuk dengan makanannya. Leo menggeser sedikit mangkuk mie ayam Lyra lalu mengambil garpu di tempat sendok yang berada di tengah-tengah meja itu, dan ikut makan mie ayam milik Lyra tanpa meminta izin terlebih dulu. Makan semangkuk berdua memang sudah biasa keduanya lakukan dan Lyra tidak terlalu mempermasalahkan itu. Ia senang-senang saja karena dengan begitu makanannya akan habis, tidak terbuang percuma. Kelima orang lainnya sudah terbiasa dengan pemandangan itu dan tidak merasa risi lagi.
Lyra lebih dulu menyelesaikan makannya lalu meneguk es jeruk di depannya hingga habis setengahnya, menatap satu persatu teman dekatnya yang masih menikmati makanannya masing-masing, sesekali di selangi dengan obrolan dan candaan dari salah satunya.
“Gue di jodohin, guys,” Lyra membuka suara setelah semua menyelesaikan makannya. Enam pasang mata itu menatap Lyra dengan tatapan tak percaya.
“Serius lo, Ly?” tanya Leo. Lyra mengangguk.
“Siapa cowok yang di jodohin sama lo?” kali ini Pandu yang bertanya.
“Gue belum tahu, baru nanti malam mau ketemu."
“Terus lo setuju gitu, Ra di jodohin?” Dimas ikut bertanya. Lyra kembali mengangguk.
“Kok, lo mau-mau aja sih di jodohin di usia semuda ini. Lo tahu kan, kalau di jodohin itu artinya lo bakalan nikah muda?” tanya Amel. Lagi Lyra mengangguk, namun kali ini di barengin dengan senyuman manis andalannya.
“Gue malah senang di jodohin, nikah muda. Ah, gak sabar gue ketemu calon suami,” ucapnya sambil tersenyum-senyum dan telapak tangannya Lyra gunakan untuk menangkup pipinya.
Luna menoyor kepala Lyra, “lo yakin mau nikah muda? Ingat, Ra pernikahan bukan untuk main-main, ini menyangkut mas depan lo juga.”
“Iya gue tahu.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
maylinda
ada nama aku 🤣🤣
2022-01-29
0
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
lyra menikmatin hidup banget ya
2022-01-04
1
Riska Wulandari
beda nih sama ceruta perjodohan lainnya..moga2 cowoknya si Pandu biar dapet yg tinggi putih tampan seperti yg d mau Lyra..
2021-11-04
0