Di hari sabtu ini sekolah libur, dan semalam dalam grup yang berisikan Lyra, Pandu, Leo, Luna, Devi, Amel dan Dimas mereka ngotot untuk main ke rumah pasangan pengantin. Sebenarnya Devi dan Luna yang memaksa, sedangkan yang lain hanya mengikuti. Pertemanan mereka sudah kembali membaik meskipun sedikit Lyra merasa canggung pada Amel, dan Leo yang kadang bersikap ketus pada Pandu.
Hubungan Lyra dan Pandu semakin membaik dan tak jarang Pandu memperlihatkan sisi manis dan perhatiannya pada Lyra di depan sahabat-sabatnya yang lain. Teman OSIS dan beberapa siswa lainnya mengira bahwa mereka pacaran, yang hanya Lyra dan Pandu balas dengan senyuman.
Lyra baru saja selesai membuat pudding untuk nanti ia suguhkan saat teman-temannya datang. Pandu menyapu dan mengepel lantai, karena kebetulan hari ini Bi Nani di pinjam oleh Linda, membantu perempuan kesayangan Lyra itu menyiapkan untuk arisan.
Sudah jam sembilan pagi, Lyra dan Pandu naik ke kamar untuk mandi dan istirahat sejenak sebelum teman-temannya datang jam sepuluh nanti.
“Gue duluan, ya, mandinya,” ucap Lyra seraya mengambil baju dari lemari.
“Barengan aja gimana?” goda Pandu.
“Dasar setan mesum!” teriak Lyra membanting pintu, sementara Pandu tertawa puas.
Tidak butuh waktu lama untuk Lyra mandi, karena tiga puluh menit kemudian perempuan cantik dan mungil itu keluar sudah mengenakan pakaian santai, celana jeans di atas lutut dan kaos tipis yang terlihat kebesaran berwarna pastel.
Menyiapkan pakaian untuk Pandu ganti, setelah itu Lyra keluar dari kamarnya meninggalkan Pandu yang sedang mandi. Masih memegang handuk putih kecil untuk mengeringkan rambutnya, Lyra membuka pintu utama saat mendengar bel berbunyi dengan tidak sopannya.
“Yang kalem dong tekan belnya! Kalau rusak gimana?” ketus Lyra pada orang yang berdiri paling depan. Satu persatu dari mereka masuk tanpa memperdulikan gerutuan Lyra yang masih saja tak berhenti.
“Jir gede juga nih rumah lo, Ra. Gak beda jauh sama rumah orang tua lo,” ucap Dimas.
“Jangan duduk di situ!” teriak Lyra heboh saat melihat Leo yang baru saja hendak mendaratkan pantatnya di sofa ruang tamu.
“Kenapa?” tanya Leo dengan wajah heran begitu juga dengan temannya yang lain.
“Sofanya masih baru. Kalian duduk di ruangan sebelah aja, gue udah gelar tikar disana.”
“Najis Si Lyra.” Toyor Devi, yang kemudian menggerutu kesal pada sahabatnya itu.
“Gue kira apaan! Jangan kayak orang susah deh lo, Ra.” Amel berucap sambil menggeleng-gelengkan kepala dan berjalan menuju ruang sebelah yang di tunjuk Lyra. Dan benar aja, disana tidak ada kursi, melainkan karpet tebal berwarna hitam polos yang cukup lebar, bantal-bantal kecil, lemari kaca yang berisi boneka-boneka kecil milik Lyra, miniatur berbagai bentuk tersusun rapi di dalam lemari tersebut, yang semuanya terbuat dari kaca, dan seperangkat hometeater.
“Emang terniat deh Si Lyra mah.”
“Laki lo mana, Ly?” tanya Leo.
“Gue disini, kenapa? Kangen lo sama gue?” sahut Pandu yang baru saja menginjakkan kaki di anak tangga paling bawah.
“Jir, masih basah-basah gini, curiga gue kalau kalian main keringat-keringatan dulu sebelum kita datang.” Heboh Leo.
“Ya, emang iya.” Jawab Pandu polos, yang kemudian mendapat pelototan dari Lyra. Sedangkan yang lain menatap sambil mesem-mesem terutama Dimas.
“Kok pada natapnya gitu sih, jadi serem gue.” Pandu bergidik ngeri lalu duduk di samping Lyra.
“Benar, Pan lo abis keringat-keringatan bareng Lyra?” tanya Luna memastikan.
Pandu mengagguk yakin. “Ya kali gue nyapu, ngepel rumah segede gini gak keringetan.”
Pletak
Satu jitakan keras mendarat di kepala Pandu, berasal dari Leo yang duduk di sebelah kanan Lyra.
“Sakit ****!”
“Gue kira serius lo abis gituan sama Lyra,” ujar Amel menghela napas lega.
“Gituan? Gituan, ap…? Oh iya-iya gue baru paham. Itu mah nanti malam. Ya kali, pagi-pagi di saat tahu kalian bakalan datang, yang ada nanti kegiatan gue terganggu. Kan gak asyik kalau lagi tegang-tegangnya.”
Pletak.
Jitakkan yang lebih keras di berikan oleh Lyra. Devi dan Leo tertawa paling kencang saat melihat wajah memerah Lyra yang sedang menahan malu.
“Gak ada jamuannya apa nih?” tanya Luna saat baru menghentikan tawanya.
“Hooh, tenggorokan gue kering nih gara-gara kebanyakan ketawa.” Tambah Dimas.
“Ada yang segar-segar gak, Ra? Tiba-tiba gue ngerasa panas nih abis liat itu.” Kini Amel yang berkata sambil menunjuk sebuah pigura besar yang tertempel di tengah-tengah tembok kiri ruangan, dengan dagunya. Pigura dimana berisikan foto Lyra dan Pandu yang sedang melakukan prewedd hampir dua bulan lalu.
Pose terakhir dimana Lyra dan Pandu saling menempelkan kening, mata yang bertatapan dan bibir yang sama-sama mengulas senyum. Lyra meringis kecil mengerti dengan yang di maksud temannya yang satu itu. Keadaan tiba-tiba menjadi hening. Pandu menatap lembut sang istri dan meremas tangan Lyra yang dingin, meyakinkan wanita itu bahwa dirinya dan Amel sudah berakhir.
“Kenapa pada tegang gitu sih mukanya, santai kali gue cuma bercanda doang.” Amel kemudian tertawa, sementara Lyra tersenyum tipis.
“Gue buatin minum dulu bentar ya,” ucap Lyra bangkit dari duduknya. Leo menyuruh Pandu untuk menyusul Lyra dengan gerakan mata. Laki-laki yang hari ini mengenakan kaos hitam polos yang pas di tubuh atletisnya dan celana army selutut itu berdiri dan berjalan menyusul sang istri menuju dapur.
“Sayang, kamu gak apa-apa 'kan?” tanya Pandu yang kini sudah berada tepat di samping Lyra yang tengah memotong-motong buah naga untuk di buat jus. Panggilan Pandu memang sudah berubah, tapi hanya saat di rumah atau ketika mereka berdua, karena di depan orang lain keduanya masih merasa canggung.
“Aku gak apa-apa kok. Wajar Amel bicara gitu, karena meskipun kalian menjalin hubungan sebentar, tapi rasa itu nyata adanya.” Jawab Lyra berusaha tegar.
“Maaf, tapi aku benar-benar udah mengakhiri hubungan sama dia tepat ketika hari itu. Kamu percaya, 'kan?” Lyra mengangguk.
Tidak ada alasan untuk dirinya tidak percaya pada Pandu apa lagi saat melihat sorot mata laki-laki itu yang memang membuktikan bahwa dia jujur. Pandu membawa Lyra ke dalam pelukannya, mengecup puncak kepala gadis mungil itu penuh sayang. Tanpa mereka sadari ada seseorang yang mengintip di balik tembok.
Lyra membawa nampan berisi pudding susu yang sudah di dinginkan sebelumnya. Juga beberapa toples makanan ringan lainnya, sedangan Pandu membawa nampan berisi 7 gelas Jus Naga yang dingin dan beberapa kaleng soda.
Meletakan di tengah-tengah lalu kembali duduk bergabung dengan yang lainnya. Leo dan Devi tengah bermain PS yang memang biasa Pandu mainkan, sedangkan sisanya menonton sambil mengobrol dan sesekali memainkan ponsel.
Pandu berdiri dan berjalan menuju nakas, membuka salah satu laci kayu itu dan mengambil sisir. Kembali menghampiri Lyra yang asik mengobrol dengan Luna dan Amel, meminta perempuan itu untuk mundur sedikit. Pandu mulai menyisir rambut panjang sang istri yang berantakan dan masih lembab dengan telaten. Luna memandang perlakuan sederhana sahabatnya itu takjub sekaligus iri. Lyra melirik ke arah pandu, tersenyum dan mengucapkan terima kasih.
“Gue kira cowok datar dan dingin kayak lo gak bisa berlaku manis!” cibir Dimas.
“Lo kira gue tembok!” sinis Pandu, mendelik tak suka.
“Lah itu lo nyadar.” Kembali semua tertawa saat melihat delikan Pandu yang semakin tajam.
Saat jam sudah menunjukan pukul dua belas siang, Lyra berniat memasak untuk makan siang bersama semua temannya, tapi dengan cepat Pandu melarang istrinya itu. Laki-laki tampan dengan gaya santainya itu malah menyuruh Lyra untuk mengambil ponselnya yang sengaja ia tinggalkan di kamar, dan setelah kembalinya Lyra, Pandu langsung memesan beberapa macam makanan untuk makan siang mereka.
Pandu memilih mengeluarkan uang cukup banyak dari pada harus membiarkan Lyra memasak yang pastinya tidak sedikit untuk mereka bertujuh dan malah membuat sang istri kelelahan.
Hanya butuh waktu satu jam untuk mereka menunggu makanan yang Pandu pesan datang. Lyra dengan di bantu Devi menyiapkan dan menatanya di meja makan, yang untungnya cukup untuk mereka bertujuh bahkan tersisa satu. Setelah semuanya siap barulah Devi memanggil teman-temannya yang tengah kelaparan itu.
“Sumpah deh, gue udah lapar bengat dari tadi,” ujar Leo saat baru saja duduk dan langsung memindahkan satu persatu makanan yang ada di meja ke piring kosong di hadapannya.
“Eh buset, Le, yakin lo mau habisin tu semua?” tanya Luna kaget dengan menu makan Leo.
“Tenang, gak perlu khawatir nyisa. Buat gue segini mah masih kurang.” Jawab laki-laki tampan itu.
Lyra hanya menggelengkan kepala sambil berdecak, kemudian mengambil piring kosong dan mengisinya dengan nasi juga beberapa lauk yang suaminya sukai, lalu memberikan piring tersebut pada Pandu, setelah itu barulah Lyra mengambil untuk dirinya sendiri. Pemandangan itu tak lepas dari penglihatan kelima orang lainnya. Devi dan Leo tersenyum kecil, sedangkan ketiga orang lainnya menatap dengan tatapan yang berbeda-beda.
“Princess, kamu dimana sayang? Daddy rindu!”
Di tengah asiknya menikmati makan siang yang di lengkapi dengan canda tawa. Teriakan membahana yang siapa saja akan tahu siapa pemiliknya sejenak menghentikan aktivitas makannya dan menatap Lyra yang mulai bangkit dari duduknya dengan wajah berbinar memancarkan kebahagian.
“Daddy, Princess disini!” teriak Lyra seraya berlari ke ruang depan.
Pandu berdiri dan melangkah dengan tenang menghampiri sang istri juga mertuanya. Hanya bisa menggelengkan kepala saat melihat pemandangan yang menurutnya alay di depan sana, yang hanya berjarak dua meter dari tempatnya berdiri sekarang.
“Princess, apa teman-temanmu ada disini?”
Lyra mengangguk menjawab pertanyaan sang Papa. “Lagi pada makan siang. Daddy mau ikutan?” cepat Leon mengangguk dan merangkul putri kesayangannya. Pandu mencium punggung tangan ayah mertuanya sebagai rasa hormat, dan sebentar berbasa-basi sebelum akhirnya mereka bertiga sama-sama berjalan menuju ruang makan.
“Mereka semua udah tahu tentang status kalian?” Pandu dan Lyra mengangguk bersamaan membuat senyum lega terbit di bibir tipis Leon yang sedikit kecoklatan.
“Heh kalian! Om datang bukannya nyambut malah lanjut makan, gak sopan!”
“Maaf Om, mau nyamperin juga tanggung, Leo lagi makan. Jadi, biar Om aja yang datengin kita.” Laki-laki tinggi Atletis itu memang sangat dekat dengan Leon jadi, sudah tidak sungkan lagi, berani menanggapi candaan Leon.
“Hallo Om,” sapa keempat orang lainnya sedikit sungkan. Leon membalas dengan senyuman.
“Makan, Pa. Nanti keburu habis sama Leo,” ucap Pandu.
“Ah, benar kamu, Nak. Emang deh bocah itu mah, orang tua punya usaha hotel yang maju, tapi kayak orang susah yang gak pernah makan selama seminggu!” Leo mendelik pada Leon.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Suzieqaisara Nazarudin
Seharusnya Leo ituh loh yg di jodohin ama Lyra,juga udah temenan dari kecil...
2022-06-09
0
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
Leon papanya lyra baik ya
2022-01-04
1
Ayu Lundong
q curiga Amel punya hati yg jahat ...
2021-12-21
0