Bab 18

Sudah menjadi rutinitas disetiap paginya, Dewi, Tania, Leo dan Candra akan berkumpul terlebih dahulu sambil menyicip kopi yang ada di cafetaria rumah sakit tempat mereka bekerja. Obrolan mereka kali ini tentu saja mengenai acara pernikahan Leo dan Tania yang akan diadakan 2 minggu lagi.

Ketika ketiga lainnya tengah asyik ngobrol, tampak Dewi hanya diam mendengarkan obrolan mereka. Ia hanya menjawab pertanyaan dari sahabatnya dengan ‘hmm’ saja.

“Lo ngapa sih Wi daritadi kita perhatiin diam mulu,” tanya Leo yang duduk tepat didepannya.

“Tau nih anak ngapa. Ada masalah lo?” tanya Candra yang duduk disebelahnya.

“Guys, kok gue ngerasa kayak ada yang disembunyiin sama kak Rena ya?” ujar Dewi.

“Maksud lo Wi?” tanya Tania.

“Udah 2 kali gue nemuin Kak Rena sering banget pusing sakit kepala. Mukanya juga akhir-akhir ini pucet banget. Gue udah ajak dia buat check ke rumah sakit tapi dia gak mau,” jawab Dewi.

“Apa jangan-jangan kak Rena hamil lagi?” tanya Tania lagi.

“Gue juga curiga gitu pertama. Tapi dia bilang enggak, dia baru aja selesai datang bulannya beberapa hari yang lalu,” jelas Dewi.

“Lagi kecapean aja kali jadinya gula darahnya nurun,” jelas Leo.

“Gue harap sih iya.”

“Khawatir lo berlebihan Wi,” sambung Candra

“Masa sih?” tanya Dewi.

“Iya. Bagus sih lo khawatir, tandanya lo peduli lo sayang. Tapi kalau berlebihan jatuhnya ntar dianya ngerasa gak nyaman Wi.”

“Gimana gak khawatir, Kak Rena udah berasa kayak kakak kandung lho ini,” kata Dewi.

Kring kring

Bunyi handphone Dewi menghentikan obrolan mereka.

“Halo dokter Dewi, apakah anda sudah sampai di rumah sakit sekarang?” tanya salah seorang dokter residen bedah saraf diujung telfon.

“Iya saya sudah di rumah sakit. Ada apa?” tanya Dewi.

“Dok ada pasien di IGD. Perempuan 18 tahun kecelakaan motor. Dari hasil CT Scan, ada Hematoma Subdural akut di sebelah kiri. Dan garis tengah otaknya bergeser sekitar 1,5cm. Kondisi mental stupor. Pupil kiri membesar sekitar 0,4-0,5. Motorik kiri normal, sementara kanan menurun sekitar tingkat dua”, jelasnya.

“Tekanan darahnya?”

“Di angka 160/90 dok.”

“Oke saya kesana sekarang,” Dewi memutuskan panggilan.

“Guys

“Iya lanjut aja,” kata Tania.

“Selamat bekerja.”

“Hmm ….”

Dewi berlari meninggalkan sahabatnya menuju ruang IGD. Setiba disana, Dewi langsung memeriksa kondisi pasien tersebut.

“Pasien harus segera di operasi. Kamu hubungi ruang operasi dan dokter anastesi secepatnya,” kata Dewi memberi perintah pada dokter residennya.

“Baik dok.”

Ketika Dewi ingin beranjak meninggalkan IGD, tampak olehnya seseorang yang sangat dia kenali.

“Kak Reza?”

Dewi berlari mengejar brankar yang didorong oleh beberapa perawat menuju salah satu bilik yang berada di IGD.

“Kak Rena? Kak Rena kenapa Kak?” tanya Dewi setelah melihat Renalah yang terbaring di brankar.

“Tadi pas Kakak mau berangkat dia pingsan Wi. Kakak pegang tangannya, dingin banget. Kak panik makanya kak bawa kesini,” kata Reza.

Dewi dibantu perawat langsung memeriksa kondisi Rena.

“Tolong dibantu untuk CT Scan lengkap ya. Hasilnya nanti kasih tau ke saya,” kata Dewi ke perawat yang bertugas.

“Baik dok.”

Selanjutnya dokter residen yang tadi menangani pasien kecelakaan datang sambil berlari menghampiri Dewi di bilik Rena.

“Dok persiapan operasinya sudah siap. Pasien juga sudah dibawa keruang OK. Operasi sudah bisa dilakukan sekarang.”

“Oke saya akan segera kesana.”

“Kak Reza, Kak Rena akan dibawa oleh perawat untuk di CT Scan. Kalau hasilnya sudah keluar nanti akan dikabari. Kakak gak usah risau, sekarang Kakak udah di rumah sakit dan Kak Rena akan ditangani dengan baik. Sekarang Dewi ada operasi, nanti Dewi akan mengirim seorang dokter residen untuk menemani Kak Rena,” jelas Dewi.

“Iya Wi gapapa. Terimakasih ya.”

“Iya Kak. Kalau gitu Dewi pergi dulu.”

Reza hanya menganggukkan kepalanya tanda mengiyakan.

Segera Dewi bersama seorang dokter residen pergi menuju ruang operasi meninggalkan Reza yang masih menggenggam erat tangan Rena.

“Permisi ya Pak, saya bawa pasien untuk CT Scan. Bapak bisa mengurus administrasi terlebih dahulu agak setelah selesai pasien bisa langsung dibawa ke kamar perawatan,” kata perawat.

“Baik sus, saya titip istri saya ya sus,” ,jawab Reza. Sebelum beranjak Reza mengecup kening Rena terlebih dahulu.

———

Hasil pemeriksaan Rena keluar saat operasi yang dilakukan Dewi hampir selesai. Dirasa bisa ditinggalkan, Dewi meminta dokter residen untuk menyelesaikan sisanya.

Sebelum ke ruangannya, Dewi menemui terlebih dahulu keluarga pasien kecelakaan tadi untuk menjelaskan kondisi pasien saat ini. Kemudian Dewi pergi ke ruangannya yang berada di lantai 5 untuk membaca hasil pemeriksaan Rena. Sebelumnya Dewi sudah meminta perawat yang memeriksa untuk meletakkan berkas pemeriksaan di ruangannya saja.

Ketika Dewi masuk ruangannya, tampak berkas itu sudah ada di atas mejanya. Tak sabar, ia langsung membuka map itu dan membaca baris per baris kalimat dan angka yang tertulis di kertas itu.

Sontak Dewi langsung terduduk di kursinya. Sesekali tampak ia juga memijat keningnya. Tak terasa air matanya menetes membasahi pipinya.

“Kenapa bisa seperti ini,” batinnya.

“Bukankah aku seorang dokter? Kenapa aku bisa kecolongan? Sama keluarga aku sendiri lagi.”

“Bodoh. Tidak berguna!”

Umpatan demi umpatan ia berikan untuk dirinya sendiri. Dan selanjutnya ia bingung bagaimana caranya ia menjelaskan ke Reza, anak-anak, mami Lisa dan papi Arya, kemudian ayah dan ibu Rena. Sanggupkah ia?

Deringan handphone miliknya membangunkan Dewi dari lamunannya. Terlihat nama dokter residen yang menemani Rena tadi yang menghubungi. Segera ia mengangkat telfon itu, takut terjadi sesuatu dengan kakaknya.

“Halo Ki, ada apa?” tanya Dewi.

“Dok hasil pemeriksaan kakak dokter sudah keluar,” kata Kiki, si dokter residen.

“Iya sudah saya terima dan saya baca,” jawab Dewi.

Terdengar helaan nafas panjang Dewi.

“Pasien sudah dipindahkan ke ruang perawatan dok. Kamar 714,” tambahnya.

“Oke, terimakasih Ki,”

Haruskah aku beritahu semuanya langsung sama kak Reza?

———

* Hematoma subdural atau juga disebut perdarahan subdural adalah kondisi ketika darah menumpuk di antara dua lapisan di otak, yaitu lapisan arachnoid dan lapisan dura atau meningeal.

* Stupor atau obtundasi adalah penurunan kesadaran yang menyebabkan seseorang sama sekali tidak dapat merespons percakapan. Seseorang yang mengalami stupor hanya bisa merespons rangsangan secara fisik, misalnya cubitan atau garukan yang menimbulkan rasa sakit.

—-

Tolong jejaknya dong, kasih jempolnya gitu biar otor semangat nulisnya. Hehehhee

Terpopuler

Comments

Zhree

Zhree

berasa lagi ngbrol sama anak kedokteran...

2022-06-25

1

Senajudifa

Senajudifa

nyicil dulu y...banyak ketinggalan bab nih

2022-06-19

1

VLav

VLav

waah kaka authornya keren, dulu kuliah kedokteran ya

2022-06-14

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!