Bab 2

Dewi dan Briggita berjalan berdampingan ke rumah Julian. Julian adalah kekasih Briggita selama dua tahun. Saat ini mereka harus menjalani Long Distance Relationship karena Julian bekerja di salah satu kantor swasta yang berada di kota Zurich.

Dewi begitu menikmati pemandangan sekitarnya. Iseltweld adalah tempat impian yang sangat ia kunjungi selama ini. Disepanjang perjalanan menuju rumah Julian, mata Dewi dimanjakan tidak hanya dari pemandangan pegunungan Alpen, tetapi juga lahan pertanian milik warga. Diujung juga terlihat sebuah kastil yang menjadi ikon terkenal di Iseltwald yang wajib didatangi.

Sebenarnya Dewi ingin datang ke tempat ini dalam keadaan hati yang tenang dan damai, tapi takdir berkata lain. Dia malah berkunjung kesini dalam keadaan hati yang penuh luka. Dan dia pun berharap setelah dari sini dia akan kembali menjadi dirinya yg dulu.

Setelah berjalan kaki selama sepuluh menit tibalah mereka di rumah Julian. Di rumah itu Julian tinggal bersama nenek dan juga ibunya.

“Halo sayang guten morgen (selamat pagi),” sapa Briggita ketika melihat Julian keluar dari rumahnya.

“Guten morgen ach (selamat pagi juga) sayang.” Julian langsung mengecup bibir kekasihnya itu.

“Oh aku tidak melihat dia sebelumnya.”

“Dia ini Dewi, Lian. Yang sering aku ceritakan kepadamu itu,” ujar Briggita.

“Hai aku Julian. Briggita sering bercerita tentangmu. Katanya dia mendapatkan teman baru di sini yang berasal dari Indonesia.”

“Hai juga Julian, aku Dewi. Aku yakin Briggita pasti menceritakan aku yang tidak baik kepadamu, kan.”

“Iya aku bercerita kepadanya tentang kamu yang tidak pernah mau aku ajak jalan dan selalu terlihat bermenung ataupun membaca buku diteras rumahmu. Aku takut sewaktu-waktu kamu malah melompat ke dalam danau,” canda Briggita.

Dewipun tersenyum. “Apakah wajahku terlihat seperti orang yang sangat putus asa?”

“Memang. Di wajah kamu tergambar kalau kamu baru baru kehilangan kekasih.”

Dewi hanya tersenyum mendengar ucapan Briggita.

“Huust sudah daritadi kalian berdua ribut saja,” tegur Julian. “Baby ajaklah Dewi masuk. Ada ibuku di dalam.”

Di dalam rumah tampak seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik sedang menata bunga-bunganya. Rumah inipun terlihat hangat dan menyenangkan ketika dimasuki.

“Hi aunty. Aku datang membawa sarapan untuk aunty, Julian dan nenek. Oh iya nenek dimana aunty?”

“Hi juga sayang. Nenek ada di kamarnya. Nenek sedang kurang sehat,” jawab aunty Maria.

“Aku akan melihat nenek dikamarnya.”

Sepeninggal Briggita, Maria melihat seorang wanita berhijab yang berdiri menatap kepergian Briggita.

“Bukankah kamu orang Indonesia yang menyewa rumah Alex itu?” tanya aunty Maria ketika melihat Dewi.

“Halo aunty. Nama saya Dewi. Benar saya yang menyewa rumah uncle Alex,” ujar Dewi.

“Sering-seringlah main kesini sama Bri. Aunty kesepian karena Julian juga pergi bekerja.”

“Iya aunty aku sudah sering mengajaknya tapi dianya tidak mau. Entah ada angin ribut apa dia mau aku ajak hari ini,” teriak Briggita dari arah meja makan. Wanita itu langsung keluar dari kamar nenek setelah melihat nenek yang sedang tidur di ranjangnya dan langsung menuju meja makan untuk menyusun makanan yang dia bawa sebagai sarapan mereka

“Sudah ayo kita sarapan dulu. Ayo Dewi kamu ikut juga,” ajak aunty Maria.

“Saya sudah sarapan tadi di rumah sebelum Bri menjemputku,” ucap Dewi.

“Ayolah Dewi makan lagi. Tidak akan membuatmu menjadi gemuk,” ajak Briggita.

Tampak keraguan diwajah Dewi dan itu terlihat oleh Julian.

“Aku punya jus jeruk kemasan dan roti dari temanku yang berasal dari Turki. Aku tau kau tak bisa makan sembarangan. Temanku juga seorang muslim sama sepertimu,” kata Julian yang datang dari arah kamarnya.

“Danke schön (terima kasih banyak) Julian.”

“Bitte (sama-sama).”

Sarapan pagi itu dipenuhi obrolan canda tawa mereka semua. Dewi sesekali ikut menanggapi obrolan mereka. Dia kini sadar dia harus secepatnya memulihkan dan menyiapkan dirinya untuk kembali ke kehidupannya di tanah air. Banyak orang-orang yang menunggu kepulangannya. Mami Lisa dan Papi Arya,sahabat-sahabatnya Candra,Tania,dan Leo, para mahasiswanya, dan tentu saja pasien-pasiennya.

Orang itu, apakah dia juga menginginkan kepulangannya? Apakah orang itu masih memikirkannya? Hmm entahlah. Dewi sudah tidak mau memikirkannya lagi.

———

Sedangkan di tempat lain, ribuan kilometer dari Iseltweld tepatnya di ibukota Jakarta saat ini sedang tengah malam. Seorang pria terlihat sedang berbaring di samping kedua anaknya. Walaupun jarum jam menunjukkan angka dua pagi,matanya masih belum bisa terlelap. Rentetan peristiwa-peristiwa setahunan ini melintasi pandangannya.

Penyesalan demi penyesalan dirasakannya terus. Hari ini tepat dua bulan kepergian wanita yang sudah memberikannya dua orang anak yang tampan dan cantik. Wanita yang sangat dia cintai. Wanita yang memberikan warna dalam hidupnya. Wanita yang dengan setia bersamanya sejak enam tahun silam.

Menyesal karena tidak pernah memperhatikan kesehatan istrinya, sehingga wanita itu harus pergi karena sakitnya. Menyesal karena kebodohannya juga dia harus kehilangan tiga orang yang dia sayangi dalam waktu yang berdekatan. Entah dosa apa yang pernah dia lakukan sehingga Tuhan memberikan dia cobaan yang teramat berat untuk dia pikul.

Mungkin jika tidak ada putra dan putrinya, dia akan memilih untuk ikut bersama istrinya. Terlalu malu baginya untuk menghadapi dunia ini lagi. Pria inipun sudah tidak mempunyai muka untuk bertemu dengan om dan tantenya yang mana mereka sebagai pengganti orangtuanya sejak ayah dan ibunya meninggal dunia.

“Rena, kenapa kamu harus pergi begitu cepat? Apakah terlalu memuakkan hidup bersamaku sehingga kamu memilih untuk meninggalkanku? Apakah kamu tidak ingin melihat putra dan putri kita tumbuh dewasa dan menjadi sukses?” batin Reza.

“Ren,apakah dia sehat? Apakah dia sudah memaafkan aku, Ren? Aku mohon Ren jaga dia dari sana, Ren. Aku sungguh ingin meminta maaf padanya, Ren. Aku berharap dia mau memaafkan aku.

Renaku sayang, kenapa kamu bisa cinta sama pria bodoh seperti aku, Ren? Pria bodoh yang tidak bisa menjaga orang-orang yang dia sayangi? Tolong tanyakan pada Tuhan, Ren apa dosaku sampai-sampai aku harus kehilangan kalian.

Rena aku merindukanmu. Datanglah dalam mimpiku malam ini, Ren. Aku ingin memelukmu walau itu hanya dalam mimpi.” Reza pun mulai terlelap dengan tetesan air mata yang membasahi kedua pipinya.

———-

Hai hai gimana ni readers sampai sini ada minat gak buat lanjut buat baca?

Fyi kenapa saya memilih Iseltweld sebagai latar cerita. Karena jujur setelah kota Makkah dan Madinah, Iseltweld adalah tempat yang pengen banget saya kunjungi. Pengeeeen banget someday dengan hasil sendiri berkunjung ke tempat ini.

Kalau Mbak Kinan kan dreamnya itu ke Cappadocia, kalau saya ke Iseltweld, nah kalau kamu mau kemana??

Terpopuler

Comments

guntur 1609

guntur 1609

aku belum tahu alur cetitanya. masih mengijuti duku ya thor

2023-06-07

0

VLav

VLav

jangan nyemplung ke danau dewi. jalan masih panjang, ntar novelnya tamat 😁
kota yg mau dikunjungi, banyak banget 😅

2022-05-20

1

Zhree

Zhree

mampir lagi kak...

2022-05-15

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!