“Sering sakit kepala gini Kak?” tanya Dewi ketika mereka sudah sampai di dalam kamar.
“Sering banget sih enggak. Kalau kecapean aja sih dek,” jawab Rena.
Dewi membantu Rena untuk berbaring. Tak lupa ia menyelimuti Rena.
“Besok ikut Dewi aja yuk Kak, kita periksa di rumah sakit “ ajak Dewi.
“Gak perlu Dek, paling cuma kecapean aja kok. Ntar dibawa tidur juga udah enakan,” tolak Rena.
“Yakin ni gak mau?” tanya Dewi lagi.
“Yakin. Kakak titip anak-anak dulu ya.”
“Jangan pikirin anak-anak dulu. Ada Dewi dan Mami Lisa juga kok yang bakalan jagain mereka. Yang penting sekarang Kakak istirahat aja dulu ya.”
“Iya. Udah gih sana.” Rena yang terasa kepalanya semakin berat mulai memejamkan matanya. Berharap esok pagi sakit kepala yang dia rasakan sekarang akan hilang.
——
Minggu demi minggu berlalu. Dewi kini sudah disibukkan dengan kesibukannya di rumah sakit. Walau tergolong dokter baru disana, namun pasiennya sudah lumayan banyak.
Karena jarak antara rumah dan rumah sakit yang cukup jauh, akhirnya Dewi memutuskan untuk pindah ke apartemen yang dibelinya beberapa waktu lalu dengan uang hasil tabungan dan kerjanya selama di Korea kemarin. Bukan apartemen mewah memang. Hanya apartemen tipe studio yang hanya bisa menampung 1 orang saja. Simpel dan minimalis. Sesuai dengan tipe Dewi yang tak terlalu suka dengan kemewahan.
Awalnya Mami Lisa tidak setuju dengan keputusan Dewi ini. Tetapi melihat Dewi yang tiap hari pulang hampir tengah malam dan harus pergi pagi-pagi membuatnya kasihan dan luluh juga, akhirnya mengizinkan Dewi untuk pindah, dengan catatan tiap akhir pekan Dewi akan menginap di rumahnya.
Dewi juga sering memanfaatkan waktu akhir pekannya dengan berpetualang di alam. Terkadang ia akan mendaki gunung bersama teman-teman mapalanya dulu sewaktu kuliah,atau terkadang ia akan melakukan olahraga offroad menggunakan mobil SUV miliknya yang menjadi kado ulangtahun dari Reza 3 tahun lalu.
Kegiatan-kegiatan ini tak luput untuk Dewi ceritakan kepada Andra. Tak jarang terkadang Andra meminta izin untuk ikut dengan Dewi berjelajah alam. Tapi sayang ia belum diizinkan karena masih kecil.
Dewi juga sering menginap di rumahnya Rena atas permintaan kedua ponakannya itu. Dewi yang sangat menyayangi kepokanakannya tentu saja menuruti keinganan mereka.
Seperti akhir pekan hari ini, pagi-pagi sekali Dewi sudah berada dikediaman Reza. Semalam ia telah berjanji dengan Andra akan mengajarinya bermain basket hari ini. Dan disinilah ia berada sekarang.
Tampak di meja makan mereka semua telah berkumpul untuk memulai sarapan. Ara yang telah diajari bacaan doa sebelum makan tampak sedang memimpin doa.
“Bunda habis sarapan kita langsung main basket ya,” ajak Andra.
“Tunggu dulu makanannya turun ke perut, dicerna dulu sama perutnya baru kita main. Kalau tidak entar yang ada abang perutnya sakit,” jelas Dewi.
“Gitu ya bun?” tanya Andra lagi.
“Iya sayang. Habisin dulu sarapannya ya, setelah itu istirahat sebentar baru main basket ya,” jelas Rena.
“Siap Ma,” kata Andra patuh.
“Kamu gimana Wi di rumah sakit?” tanya Reza.
“Alhamdulillah lancar Kak. Udah lumayan rame juga pasien Dewi. Jadi harus pandai-pandai ngatur waktu buat ngajar juga ke kampus. Dan untungnya kampus ngerti. Paling kalau mahasiswa yang mau bimbingan atau konsul mereka Dewi arahkan buat ke rumah sakit aja buat ketemuannya,” jelas Dewi.
“Ingat kesehatan kamu jangan dilupakan Wi. Makan harus tetap teratur,” kata Rena mengingatkan.
“Siap laksanakan ibu komandan,” jawab Dewi.
“Mas lanjut kerja dulu ya Ren,” pamit Reza setelah menghabiskan sarapannya.
“Iya Mas, nanti Rena antar kopinya ke ruang kerja Mas Reza,” jawab Rena.
Rezapun beranjak dari kursinya menuju ruang kerjanya yang berada di lantai 2. Tak lupa ia mengecup kening istrinya terlebih dahulu sebelum meninggalkan area ruang makan.
“Kerja mulu si boss. Weekend pun ini,” kata Dewi sambil menatap punggung Reza yang telah berlalu.
“Biarin aja Dek, lagi ada mega proyek katanya. Kurang paham juga sih Kakak. Tunggu bentar ya, Kakak buat kopi buat Mas Reza dulu.”
“Oke.”
Rena yang hendak berdiri merasakan sakit kepala yang teramat yang membuatnya oleng dan hampir terjatuh. Untung saja didekatnya ada Dewi yang kemudian bisa menangkap Rena sehingga tidak sampai terjatuh mengenai meja makan.
“Mama.”
“Kak Ren,” pekik Dewi dan Andra bersamaan.
*“*Kak gwenchana? Kenapa?” tanya Dewi beruntun.
“Mama kenapa, Ma?” tanya Andra.
“Mama ngga apa-apa sayang sedikit pusing aja. Ngga apa-apa kok Wi, tiba-tiba pusing aja tadi,” jawab Rena sambil mengelus kepala sang anak dan tangan Dewi yang memegang lengannya secara bergantian.
“Duduk di sofa dulu yuk. Abang bantu Bunda ya kita bawa Mama ke sofa.”
Dewi yang dibantu Andra membawa Rena untuk berbaring di sofa. Setelah memastikan sang mama sudah diposisi yang sempurna, si anak sulung ini langsung berlari ke meja makan mengambilkan minum untuk mamanya.
“Ini Ma, minum dulu,” kata Andra sambil menyodorkan gelas.
Rena menerima gelas itu, meminumnya dan kemudian mengembalikan gelas tersebut ke Andra.
“Terimakasih ya Bang,” kata Rena.
“Abang temanin Adek dulu main diluar ya. Nanti bunda nyusul,” kata Dewi.
“Hem.”
Andra pun meninggalkan wanita-wanita itu untuk menemui sang adik yang sudah lebih dulu menghabiskan sarapannya dan langsung bermain di taman belakang yang ditemanin oleh pengasuhnya.
“Kakak sering sakit kepala kayak gini?” tanya Dewi setelah melihat Andra pergi.
“Lumayan sih. Tapi sekarang Ngga kok.”
“Kita cek ke rumah sakit aja ya. Dewi takut ada apa-apa sama Kakak,” pinta Dewi.
“Kakak gapapa Wi, jangan risau kayak gitu. Istirahat sebentar juga hilang kok pusingnya.”
“Undaaa ayok kita main,” teriak Ara dari arah luar.
Dewi dan Rena melirik ke arah pintu belakang yang menghubungkan ruang makan dan taman. Tampak Ara sudah memanggil Dewi untuk segera bergabung bersamanya.
“Ini udah 2 kali lho yang Dewi tau kakak pusing-pusing gini, yang ngga Dewi tau udah berapa?” tanya Dewi lagi.
“Kamu gak usah cemas gitu, Kakak ngga apa-apa. Udah gih sana ke belakang, Ara udah manggil kamu daritadi. Kakak mau disini aja sebentar.”
“Ngga ke kamar aja Kak?”
“Engga. Kakak belum buatin kopinya Mas Reza.”
“Beneran bisa ni? Mau dipanggilin Bibik aja ngga buat bantu buatin kopinya Kak Reza?”
“Gak perlu Wi. Kakak masih bisa kok. Udah gih sana.”
“Yaudah ntar kalau ada apa-apa teriak aja ya panggil Dewi. Dewi ke anak-anak dulu.”
“Iya, terimakasih ya,” jawab Dewi.
“Hem.” Dewi tersenyum manis ke arah Rena.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Zhree
lah kenapa tuh?
2022-06-25
0
VLav
dewi knp tuh?
2022-06-13
0
Mom FA
kenapa itu kk nya dewi?
2022-05-31
0