“Maksud dokter hilangkan hasil-hasil dari variabel lain ya?” tanya seorang dokter residen.
“Iya. Kamu harus memasukkan hasil yang tersignifikan secara statistik, jadinya ngga berantakan,” jelas Dewi.
Saat ini Dewi sedang memberikan bimbingan pada Kiki, seorang dokter residen yang sedang mengerjakan tesisnya.
“Baik dok.”
“Terakhir dibagian kesimpulan taraf volume meningioma yang mengakibatkan pembengkakan otak adalah 14 cc. Jadi saya rasa pembahasannya harus difokuskan pada mekanisme pembesaran meningioma yang mengakibatkan edema serebral. Sudah saya tuliskan beberapa poin penting. Tetapi coba kamu tuliskan ulang bagian ini, lalu kirim kepada saya. Nanti saya kirim punya saya lewat email dan jadikan itu referensi kamu,” lanjut Dewi.
“Baik dok, terimakasih.”
“Hmmm sudah waktunya kita visit. Masih ada waktu sebelum operasi. Ayo,” ajak Dewi ketika melihat jam dipergelangan tangan kirinya.
Dewi mulai beranjak dan berkunjung ke kamar pasien lantai demi lantai. Biasanya untuk ke kamar Rena akan menjadi kamar terakhir, karena setelah pemeriksaan yang ia lakukan bersama dokter residen maupun perawat, ia akan tinggal sejenak disana untuk mengobrol.
Tapi sudah 2 hari ini sejak permintaan Rena yang menurutnya sangat sangat aneh, ia tak pernah tinggal setelah pemeriksaan. Dewi akan keluar juga walaupun Rena ingin menahannya. Ia berasalan kalau harus visit ke ruangan pasien lain. Dewi juga tak mengunjungi Rena di pagi dan malam hari seperti biasanya. Entahlah ia hanya merasa sedikit malas bertemu apalagi harus mendengarkan permintaan konyol dari kakaknya.
Pernikahan poligami? Istri kedua? Sekalipun tak pernah terbersit dalam pikirannya. Memang ia sudah ingin menikah setelah melihat betapa antusiasnya Tania yang akan menjalani pernikahannya beberapa minggu lagi. Tapi kan tidak harus dengan suami dari wanita yang sudah ia anggap sebagai kakak sendiri. Jadi istri kedua lagi. Apa kata dunia?
Setelah semua ruangan pasien sudah dikunjunginya, sekarang tinggal kamarnya Rena. Dewi termenung sejenak ketika ia dan Kiki berada di dalam lift. Ia harus memikirkan alasan supaya ia tidak menemui Rena lagi hari ini.
“Ki, kamu saja yang masuk ke kamarnya kakak saya. Katakan saja hari ini ia sudah bisa pulang. Sudah saya tanda tangani juga suratnya. Kalau mereka tanya bilang saja saya mau istirahat sebentar sebelum operasi,” pinta Dewi.
“Dokter tidak mau menemui kakak dokter dulu?” tanya dokter Kiki.
Dewi menggelengkan kepalanya. “Saya mau memperlajari lagi kasus untuk operasi nanti.”
Ting
Pintu lift terbuka di lantai 7. Kiki keluar sendirian di lantai itu sementara Dewi masih di dalam dan menekan tombol 6 menuju kamar pasien terakhirnya.
Kiki berjalan ke ruangan VVIP didampingi seorang perawat lantai itu.
“Dokter Dewi sepertinya sedang ada masalah dengan keluarganya ya dok. Biasanya beliau pasti sempetin pagi dan malam sebelum pulang untuk ke kamar kakaknya. Tapi udah beberapa hari ini enggak ada. Terus biasanya beliau juga tinggalkan diruangan itu kalau visit,” kata perawat wanita tersebut.
“Mungkin saja, saya juga tidak tau. Yasudah kita profesional aja sus.”
Tok tok tok
Dokter Kiki dan perawat masuk keruangannya Rena. Di dalam ruangan sore itu ada Reza dan Ibu Ratna yang menemani Rena. Reza hari ini kebetulan bisa cepat balik ke rumah sakit karena pekerjaannya sudah dia take over ke asistennya.
“Lho Dewi nya mana?” tanya Ibu Ratna yang tidak melihat Dewi hari itu.
“Dokter Dewi izin Bu mau istirahat sebentar sekalian mau mempelajari kasus untuk operasi nanti. Sekitar 1 jam lagi beliau ada operasi,” jelas dokter Kiki.
“Jam berapa selesai operasinya dok?” tanya Rena.
“Baru selesai besok pagi Bu.”
“Kok lama?” tanya Rena lagi.
“Nanti itu operasi tumor dasar tengkorak Bu. Waktu yang dibutuhkan memang lama bisa sampai 15 jam. Tapi karena dokter Dewi salah satu dokter saraf hebat, beliau bisa menyelesaikan dalam waktu 13 jam,” jelas dokter Kiki.
“Lama banget itu. Tadi Dewinya sudah makan?” tanya Ibu Ratna yang khawatir dengan kesehatan Dewi. Ia tidak mau anak sahabatnya itu harus sakit karena kelelahan.
“Sudah makan tadi Bu sama dokter Leo dan dokter Candra,” tambah dokter Kiki.
“Tolong kasih tau putri Ibu itu ya dok supaya tidak terlalu kecapean. Dewi anaknya suka lupa waktu kalau udah asik sama sesuatu,” pinta Ibu Ratna.
“Iya Bu, nanti saya sampaika,” jawab dokter Kiki sambil tersenyum ke Ibu Ratna.
“Hmm oh iya dokter Dewi bilang juga kalau Ibu Rena sudah bisa pulang hari ini. Surat pengantarnya sudah ditanda tangani oleh dokter Dewi. Pak Reza hanya tinggal mengurus administrasinya lagi di lantai bawah. Ibu Rena tinggal ke rumah sakit sesuai jadwal yang sudah diberikan kemarin,” tambar Dokter Kiki.
“Oh yasudah kalau begitu. Terimakasih ya dok,” kata Reza.
“Sama-sama Pak. Kalau begitu saya permisi ya Bu,Pak,” pamit dokter Kiki.
“Mas apa Dewi marah sama Rena ya?” tanya Rena pelan takut Ibu Ratna dengar. Saat ini posisi Ibu Ratna berada di sofa sambil menelfon ayah.
“Bukan cuma Dewi aja yang marah Ren. Tapi Mas juga. Kenapa kamu sampai minta Mas untuk menikahi Dewi?” tanya Reza sambil menggelengkan pelan kepalanya.
“Mas, Rena cuma mikirin anak-anak aja Mas.”
“Kenapa anak-anak? Selama ini anak-anak baik-baik saja Rena. Dewi dan Tante Lisa selama ini juga bantu kita kan menjaga anak-anak, tanpa Mas harus nikah sama Dewi,” jelas Reza.
“Bagaimana dengan kamu Mas? Rena gak yakin bisa mengurus Mas seperti dulu.”
“Kamu ngga perlu Ren mikirin Mas. Cukup kamu pikirin tentang kesembuhan kamu.”
Ibu Ratna yang telah selesai menelfon menghampiri mereka. Ia melihat seperti terjadi ketegangan diantara putri dan menantunya itu.
“Kalian kenapa?” tanya Ibu Ratna.
“Gak ada apa-apa Bu,” jawab Rena.
Reza langsung memalingkan wajahnya dari hadapan Rena dan mertuanya. Ia sedang menahan emosinya yang cukup terpancing karena perdebatan antara dirinya dan Rena tadi.
“Nak Reza bisa urus administrasi kepulangan Rena. Biar Ibu yang beres-beres di kamar,” kata Ibu Ratna.
Reza yang mendapat intruksi itu langsung pergi meninggalkan ruangan Rena.
“Kalian lagi ada masalah?” tanya Bu Ratna.
“Gak ada Bu.”
“Ren, kamu gak akan pernah bisa bohong sama Ibu. Ibu bisa lihat muka suami kamu seperti menahan marah.”
Rena tampak menimbang, apakah ia harus bercerita kepada Ibunya atau tidak. Sampai akhirnya ia merasa harus mendapat persetujuan juga dari keluarganya atas keputusan besar yang akan dibuatnya ini.
“Bu, bagaimana pendapat Ibu kalau Mas Reza nikah lagi?”
“Reza minta untuk menikah lagi?” tanya Ibu dengan nada yang terdengar tidak senang.
“Disaat kamu sakit sekarang dia mau nikah lagi? Kurang ajar sekali dia mau menduakan putri Ibu!”
“Bukan Bu. Mas Reza tidak pernah meminta untuk menikah lagi.”
“Terus maksud kamu apa bicara seperti itu Rena?”
Rena diam sejenak.
“Rena Bu. Rena yang minta Mas Reza untuk menikah lagi.”
“Astaghfirullah, Nak!” Ibu Ratna langsung menggenggam tangan putrinya itu. “Kenapa kamu malah nyuruh suami kamu nikah lagi?”
“Bu … dengan kondisi Rena sekarang ini Rena gak akan bisa buat ngurusin Mas Reza Bu. Mas Reza butuh pendamping. Anak-anak juga butuh sosok Ibu yang bisa selalu menemani mereka. Setidaknya kalau Rena pergi nanti, mereka tidak akan kehilangan kasih sayang seorang Ibu.”
“Ya ampun Renaa, kenapa kamu jadi pesimis seperti ini Nak,” kata Ibu yang menangis mendengar perkataan anaknya itu.
“Kamu harus yakin Ren kalau kamu pasti sembuh. Kamu masih bisa mengurus suami dan anak-anak kamu Rena. Kamu gak boleh pesimis seperti ini.”
Rena mengambil kedua tangan Ibunya dan dibawanya kedekapannya.
“Bu, Rena ngga tau usia Rena sampai mana. Ibu juga dengar kan kesempatan untuk sembuh Rena sangat tipis. Rena gak mau kalau waktu itu tiba, anak-anak dan Mas Reza berlarut-larut dalam kesedihannya. Rena mau ada sosok yang bisa menghibur mereka, yang selalu akan menyayangi mereka, dan akan menggantikan Rena untuk menjaga mereka Bu. Rena sayang sama Mas Reza, sayang sama anak-anak. Setidaknya ketika waktu Rena habis, Rena bisa tenang untuk pergi karena mereka dapat pengganti Rena yang baik.”
“Darimana kamu tau kalau wanita itu akan bisa menyayangi cucu-cucu Ibu? Kalau malah sebaliknya bagaimana?? Dia hanya mencintai suami kamu dan tidak menyayangi anak-anak kamu bagaimana?” tanya Ibu yang mulai terpancing emosinya. Beliau heran kenapa anaknya bisa berpikir jauh seperti ini.
“Ngga Bu. Rena yakin Dewi bisa jadi Ibu dan istri yang baik untuk Mas Reza.”
“Dewi? Maksud kamu?”
“Dewi yang akan menjadi istri kedua Mas Reza.”
“APA?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Senajudifa
sehat2 ya agar bisa up trs
2022-06-21
1
VLav
duhhhh pasti shock berat yaa, tetiba bnget minta dewi jd istri ke 2 😢😢
2022-06-19
1
triana 13
nyicil dulu dan kirim bunga mawar supaya makin semangat
2022-05-25
1