Pagi harinya semua tampak sudah berkumpul di meja makan untuk sarapan. Reza yang melihat muka Andra seperti tidak bersemangat bertanya kepada sang anak.
“Abang kenapa? Kok kayak gak semangat gitu mau ke sekolah?”
“Gak ada apa-apa kok, Pa.”
“Jangan bohong. Papa yakit ada sesuatu. Coba abang bilang sama Papa.”
Andra tidak menjawab pertanyaan papanya. Dia tetap menunduk menatap pada sarapannya pagi itu. Namun dia bersuara sangat kecil dan hanya bisa didengar oleh Reza karena Reza duduk disebelah sang anak.
“Abang kangen Bunda.”
Reza yang sedang meminum kopinya langsung menghentikan kegitannya. Dia pun menatap nanar pada anak sulungnya itu.
“Sekali lagi maafkan Papa, Nak,” ucapnya dalam hati.
————
Iseltweld
Selama sarapan di rumah Julian, Dewi hanya menimpali sesekali obrolan Julian, Briggita dan aunty Maria. Dewi senang berada disekitar mereka. Dia merasakan kembali hangatnya keluarga dan sahabat. Aaah sungguh dia merindukan sahabat-sahabat gilanya.
“Apa kabarnya Leo, Tania dan Candra disana ya? Sepertinya pulang dari sini nanti aku harus menghubungi mereka. Aku rindu akan kegilaan mereka,” batin Dewi.
Selama berada di Iseltweld Dewi memang jarang berkomunikasi dengan para sahabat dan orangtua angkatnya. Mami Lisa dan Papi Arya tahu kabar Dewi dari Bik Asih, jadi Dewi tidak terlalu memusingkannya. Kalau untuk para sahabatnya,mereka mendapatkan kabar Dewi dari Mami Lisa.
Dewi benar-benar ingin menutup diri saat ini dari orang-orang yang ada di Indonesia. Tapi hari ini ia ingin mendengarkan suara-suara para kesayangannya.
“Oh iya Wi besok mau tidak kita jalan-jalan ke Giessbach-See? Aku yakin kamu belum pernah kesana sama sekali,” ajak Briggita yang langsung menyadarkan Dewi dari lamunannya.
“Kamu belum pernah kesana sayang?” tanya aunty Maria. “Sayang sekali kalau kamu sudah ada di Iseltwald tapi belum pernah sama sekali kesana. Tempatnya sangat indah.”
“Hari-hari Dewi itu hanya dihabiskannya dengan duduk menung di teras ataupun di balkon atas rumahnya aunty. Terus baca buku. Gitu aja terus tiap hari.” kata Briggita ketus.
“Wah wah aku tidak menyangka kamu begitu perhatian padaku Bri.”
“Eh enak aja. Bukannya perhatian. Aku hanya merasa heran dengan tetangga depan rumahku ini. Cantik-cantik tapi banyak menung. Kamu punya masalah? Makanya kabur kesini?” tanya Briggita sambil menatap mata Dewi.
“Kamu benar Bri aku ada masalah yang begitu pelik. Aku harap kamu bisa membantuku untuk melupakan kepelikan ini,” jawab Dewi sambil tersenyum.
“Ok baby kau tidak salah memilih teman. Aku orang yang paling tepat saat ini untuk membantumu melupakan masalahmu itu. Let’s rock”.
Dewi bersyukur menerima ajakan Briggita pagi tadi. Seenggaknya hidupnya kini mulai berwarna kembali walau belum sepenuhnya berwarna seperti dulu. Dia kembali meyakinkan dirinya untuk benar- benar bangkit dan menerima dengan ikhlas yang sudah menjadi ketetapan-Nya.
———
Seperti janji mereka kemarin, hari ini Dewi, Briggita dan Julian pergi ke Giessbach-See. Suatu kebetulan ternyata mereka bertiga memiliki hobi yang sama, yaitu pecinta aktivitas outdoor. Maka dari itu mereka bisa menjajal rute hiking dari Iseltwald menuju Giessbach-See atau sebaliknya. Rute ini menawarkan jalur sepanjang kurang lebih 5,2 kilometer di tepian danau dengan trek cenderung datar membelah hutan yang rindang.
Di Giessbach-See kita bisa menjumpai Giessbach waterfalls yang indah. Giessbach waterfalls merupakan salah satu air terjun yang terindah dan terbesar di dunia. Air terjun Giessbach memiliki ketinggian sekitar 400 m dan terbentuk dalam 14 kaskade yang kemudian jatuh pada sebuah danau Brienz yang indah dengan airnya yang bening sejernih kristal dan diselimuti salju putih, dikelilingi puncak-puncak gunung yang menghijau. Betul-betul tempat yang tepat bagi kamu yang ingin healing. Tetapi pengunjung hanya bisa berada ditepiannya saja karena tak diizinkan untuk bermain air di spot ini.
Setelah menempuh perjalanan lebih kurang 2 jam mereka sampai di Giessbach waterfalls. Mereka mencari tempat yang nyaman untuk beristirahat.
“MasyaAllah indahnya tempat ini,” kagum Dewi.
“Thankyou Bri udah mau ngajak aku ke tempat yang indah ini”.
“Makanya enam bulan udah disini gak kemana mana di rumah mulu. Kamu udah jauh-jauh dari Indonesia datang ke Switzerland cuma diam-diam di rumah. Rugi banget tau.”
“Aku dari kemaren- kemaren kan gak punya teman Bri. Kamunya juga gak pernah ngajak cuma nyapa nyapa doang selama ini.”
“Hi Frau. Aku nyapa kamu aja cuman jawab senyum aja sambil ngangguk-ngangguk. Ini aja tumben mau jawab sapaan aku kemaren.”
“Ehehee bosen aku Bri. Kayaknya udah cukup buat aku ngerenungin semuanya.”
“Emang masalah apa sih kamu? Putus cinta?”
“Cintaku putus sebelum terbalas Bri,” lirih Dewi.
Julian yang sedari tadi hanya menjadi pendengar meminta izin untuk pergi sebentar.
“Baby aku kesana sebentar ya. Teman kantorku menelfon,” pamit Julian.
“Julian berapa lama cutinya Bri?”
“Hampir seminggu sih sepertinya.”
“Kalian tidak berencana untuk menikah?”
“Julian sudah sering mengajak aku untuk menikah. Tapi aku belum siap Wi.”
“Kenapa?”
“Menikah bukan sesuatu yang mudah Bri. Kita berjanji dihadapan Tuhan untuk menjadi pasangannya seumur hidup kita. Kita tidak bisa dengan seenaknya memutuskan untuk mengakhiri hubungan kalau merasa sudah tidak cocok.”
“Kau tak percaya dengan Julian?”
“Tidak,aku percaya dengan Julian. Aku hanya tak percaya dengan diriku. Kau sendiri kenapa belum menikah?” tanya Briggita balik.
Dewi menghela nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan Briggita.
“Aku sudah menikah Bri,” jawab Dewi sambil melihat lurus ke arah Giessbach waterfalls.
“Lalu dimana suamimu?”
“Di rumahnya mungkin.”
“Kenapa dia tidak menemanimu disini? Apa tidak masalah kamu meninggalkannya selama ini?” tanya Briggita dengan rasa penasaran yang tinggi.
Dewi tidak menjawab pertanyaan Briggita. Dia sendiri tidak tahu apakah pria itu statusnya masih bisa dikatakan suaminya. Bukankah Dewi sudah meminta dia mengurus perceraian mereka.
Menemani Dewi di Swiss? Tidak. Dia tidak akan mau. Sejak awal pernikahan dia memang tidak menginginkan Dewi sebagai istrinya. Dewi tidak pernah menjadi prioritas. Ketika Dewi sedang berada diujung kematiannya pun pria itu tidak ada. Bahkan ketika dokter ingin meminta izin melakukan pengkuretan terhadap anak mereka pun pria itu tidak ada.
Ooh betapa menyakitkannya hati Dewi mengingatnya. Apakah barang setitik saja nama Dewi tidak ada dalam hatinya?
Tak terasa air matanyapun menetes membasahi pipi Dewi. Briggita yang melihatnya pun merasa bersalah karena dia fikir Dewi sedih karena pertanyaannya tadi.
“Hei Wi aku minta maaf kalau pertanyaanku menyakitimu. Tidak apa-apa kalau kamu tidak mau menjawabnya,” ucap Briggita menyesal.
“Tak apa-apa Bri. Aku sendiri tidak tahu kenapa sampai saat ini ketika aku mengingatnya hati aku masih saja sakit. Hampir tujuh bulan dan rasa sakitnya masih sama seperti saat pertama,” jawab Dewi sesugukan. Air matanya tak berhenti mengalir dari kedua bola mata indahnya.
Briggita membawa Dewi dalam pelukannya. Wanita itu menangis dalam pelukan Briggita. Cukup lama dalam posisi itu sampai akhirnya Dewi melepaskan pelukan Briggita.
“Aku minta maaf Bri kamu harus melihatku seperti ini.”
“Its okay Wi. Justru aku yang meminta maaf karena pertanyaanku tadi kamu jadi teringat dengan hal yang ingin kamu lupakan.”
“Apa kamu mau mendengar cerita aku Bri?”
“No Wi. I mean kamu tidak perlu memaksa untuk bercerita kalau hanya menambah luka dihatimu.”
“Aku rasa dengan bercerita kepada orang lain hatiku akan sedikit membaik. Aku ingin kembali Bri ke kehidupanku sebelumnya. Ada banyak yang aku tinggalkan di Indonesia. Keluargaku dan pekerjaanku yang menjadi mimpiku selama ini. Aku tidak ingin terus-terusan kabur. Aku harus melanjutkan hidupku.”
“Yeeah itu baru bagus. Kamu harus tetap semangat. Harus cepat move on. Hidup kita masih panjang jangan di sia-siakan.”
Dewi tertawa mendengar jawaban dari Briggita yang baru dia kenal beberapa hari ini. Sepertinya ia akan cocok dengan Briggita.
—————
Hai hai hai.. Mulai bab selanjutnya itu akan berisi tentang flashback tentang Dewi,Rena dan Reza ya teman-teman. Dimulai dari cerita tentang Dewi yang seorang anak yatim piatu yang akhirnya diangkat menjadi anak oleh mami Lisa dan papi Arya sampai Dewi yang akhirnya terdampar di Iseltwald..
Jangan lupa like dan komentarnya ya teman-teman 😍😍🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Zhree
semangat dew...
2022-05-26
0
Ssttttt!!
Dewi punya masalah apa ya?
semoga masalahnya tidak berat.
2022-05-24
0
Yen Lamour
Aku msh blm tau masalah sperti apa yg kamu hadapi, dew. Tp apa pun itu, tetap semangatlah 💪
Aku bacanya cicil dulu ya kak 🤗
Silence selalu hadir bersama cinta dan dendam 🥰
2022-05-21
0