Belum mengisi perutnya dari mulai meninggalkan rumah, Maya membeli sebungkus nasi uduk saat turun dari angkutan umum. Menu sarapan pagi yang menjadi pavoritnya selain bubur ayam langganannya.
Sudah terbiasa sarapan, perutnya akan berontak berteriak minta di isi saat waktu makan pagi sudah melewati angka 8. Membeli dari seorang Ibu yang menggelar meja dagangannya di sisi jalan.
Dan sebelum jarum jam sampai di pukul sembilan, Maya sudah sampai di butiq dengan langkah panjang.
"May, aku pikir kamu tidak masuk kerja."
Dina sudah sampai lebih dulu, duduk di undakan lantai depan ruko. Dengan rollingdoor yang masih tertutup rapat karena Maya yang membawa kunci gemboknya.
"Maaf, ya sayy …aku kesiangan." Maya beralasan
"Untung bukan jemuran."
"Emang kenapa kalau jemuran?"
"Aku sudah kering terkena sinar matahari pagi." Dina menjawab sambil menggerutu dengan bibir yang maju melewati batas hidungnya.
"Siap di setrika donkk.." Maya menggodanya
"Lihat.., bedakku sampai luntur karena keringat." dengan jari telunjuk di arahkan ke wajahnya.
"Belum lagi perutku yang sudah berbunyi, seperti gendang di tabuh minta segera di isi." wanita itu terus mengomel kepada Maya yang sedang membuka gembok berukuran jumbo.
"Iya, iya.. Maaf dehh, lagian kalau sudah lapar kenapa gak makan aja sih sambil nunggu aku datang?"
"Yaelahh Mayy.. Tega bener sih nyuruh wanita cantik ini makan di emperan ruko! Apa kata dunia coba?"
"Apa katanya?" entah kenapa, tiba-tiba, Maya senang sekali menggoda temannya yang belum berhenti ngedumel.
"Ya, turunlah pamorku sebagai idola para kaum adam seantereo jagad raya khususnya sepanjang jalan kenangan ini."
"Hahaha..." Maya tertawa lepas, mendengar ucapan Dina.
"Kaya-kaya-nyahhh nih anak lagi seneng? Datang-datang udah bisa ketawa, terus puas banget liat temen kesiksa?" Dina memindai Maya, dari ujung rambut sampai ujung kaki seperti yang biasa ia lakukan dengan bertolak pinggang.
"Silahkan masuk Mbak Dina nan cantik jelitahhh.." Maya mempersilahkan Dina masuk, setelah ia mendorong rollingdoor dan membuka pintu kaca sebagai pintu kedua.
Selesai merapihkan, menyusun ulang semua pakaian yang akan di pajang. Maya dan Dina menyempatkan sarapan sebelum ada pelanggan yang datang.
Berada di ruang belakang, keduanya duduk di lantai dengan menggelar nasi uduk yang di bungkus untuk di nikmati, sambil sesekali matanya melihat layar cctv, saat kedua pegawai itu tidak berada di depan.
"Din, mulai besok kamu yang bawa kunci ruko ya?" Maya bicara saat sebungkus nasi uduk itu sudah berpindah ke dalam perutnya.
"Jangan bilang kamu mau keluar ya May?" Dina menghentikan suapan terakhirnya dengan wajah menegang.
"Ishh... Kamu tuhh, ya enggak lah Din, aku masih butuh uang."
"Terus? Kenapa kuncinya kamu serahin ke aku?"
Ahirnya mau tidak mau, Maya harus menjeleskan alasannya kenapa ia menyerahkan kunci agar Dina yang membawanya.
"Jangan sampai kejadian tadi terulang lagi, kamu harus menunggu aku datang untuk bisa masuk ke dalam. Belum lagi kalau aku sampai telat? Jangan sampai sudah jam 9 butiq ini belum juga buka."
"Karena untuk sementara, aku akan menjalani dua pekerjaan yang aku lakukan di pagi hari sebelum aku tiba di Ros Butiq.."
"Yang penting kamu sanggup menjalaninya May, jangan lupakan kesehatanmu.. Kita memang butuh uang, tapi jangan sampai kamu mengabaikan kondisi fisikmu.. Aku akan mendukung apapun yang kamu lakukan."
"Tetep semangat!!" Dina mengangkat lengan dengan mengepalkan telapak tangannya.
°°°°°
Hanya berjarak sekitar 10 menit dari tibanya Maya di Ros Butiq. Audi yang di kendarai Lingga melintas melewati jalan kenangan, menuju Ling’s Caffe yang berada dua blok dari tempat Maya bekerja. Pria itu sudah memiliki janji dengan seseorang tepat pukul 10. Lingga sengaja tiba lebih cepat satu jam dari waktu yang di janjikan.
Sebagai pemilik Ling's Caffe, ia ingin memantau perkembangan bisnis sampingannya yang di kelola oleh Lendra.
"Selamat pagi, Pak Lingga." salah satu karyawan pria yang sedang mengelap seluruh meja menyambut kedatangannya.
"Pagi. Nang." Lingga membalas sapaan karyawannya.
Lingga masuk ke dalam ruangan berukuran sedang yang di gunakan sebagai ruang kerja dan tempat beristirahat. Duduk di sofa, Lingga mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Lendra. Sekali tekan, panggilannya langsung terjawab.
"Kamu dimana?"
Setelah bertanya, Lingga mendengarkan jawaban yang di sampaikan.
"Abang ada Caffe."
"Ok, lanjutkan tugasmu dulu." Lingga memutuskan panggilan setelah pembicaraannya dengan Lendra selesai.
30 menit berada dalam ruangan, karyawan yang bernama Nanang memberitahukan Lingga bahwa ada seorang pria yang sudah menunggunya
"Nang, buatkan kopi 2."
"Baik, pak.."
"Hai Bro.." Lingga menyapa pria yang sudah di tunggunya. Kedua berjabat tangan dan berpelukan khas pria.
"Sudah lama?" Pria itu balik bertanya kepada Lingga.
"Kurang lebih 30 menit, It’s ok.. Gua sengaja datang lebih awal." Keduanya duduk di sofa bulat, sebagai fasilitas tempat duduk yang di miliki Ling's Caffe.
"Gimana Han?" Lingga bertanya kepada pria yang menjadi orang suruhannya sekaligus sahabatnya.
Pria yang di kenalnya dari semasa ia kuliah di Jakarta, saat ia mengambil jurusan jurnalistik sebelum Cjokro mengirimnya berangkat ke Jerman untuk belajar ilmu bisnis. Pria yang menjadi teman nongkrong saat kuliah, pria yang pernah bekerja di club malam demi mewujudkan segala impiannya.
Dan pria gagah di hadapannya saat ini tengah memiliki karir yang cemerlang sebagai lawyer di firma hukum milik Hadi Darma. Dia adalah Johan prawira, pria yang berasal dari panti asuhan delima.
"Akan sulit meminta bukti rekaman kepada pihak penyidik Ling." Johan mulai bicara. "Gua sudah telusuri kasus yang menjerat bini lo dengan pria itu.
"Keterlibatan istri lo sebenarnya sangat membahayakan poisinya. Tapi lo gak usah khawatir, tim gua akan bekerja lebih keras supaya kasus yang menimpa Alisa hanya sebatas pemakai, bukan pengedar."
"Dan untuk masalah rekaman yang lo minta sebelum penangkapan. Lo harus ikut turun tangan, karena cuma lo yang bisa mendapatkannya."
"Maksudnya ? Lingga memperjelas
"Lo harus bisa ketemu dan bicara dengan Dirgantara Damar Wijaya. Pengusaha yang sudah lo kenal dengan baik. Infomarsi yang gua dapat, penangkapan Steven ada campur tangan dari Tuan Dirga.."
Johan menyampaikan dengan detail kasus yang menimpa Steven hingga penembakan yang di lakukannya terhadap Bayu Lesmana orang kepercayaan Dirga saat berada di Negara Singapura.
"Gua saranin lo atur pertemuan dengan Bayu Lesmana secepatnya. Karena saat ini Tuan Dirga tengah berada di Negara Eropa. Gua yakin mereka memiliki salinan rekamannya. Mereka memiliki orang-orang yang kuat baik di dalam maupun di luar. Gua yakin lo udah paham, apa yang gua maksud."
"Ya, gua paham.. Thank you Bro.. Info yang lo sampaikan sangat berarti buat langkah yang akan gua ambil."
"Gua harap lo siap saat mengetahui kebenarannya Ling."
Pembicaraan mereka terhenti saat Nanang datang membawakan dua cangkir kopi dan roti bakar sebagai kudapan. "Silahkan, di nikmati Pak."
"Terimkasaih, Nang.."
Johan dan Lingga melanjutkan lagi obrolannya sambil menyeruput kopi panas yang telah di sediakan, dan membuat Lingga teringat akan Maya.
Kopi yang di buatkan Maya tadi pagi sungguh berbeda rasanya.
"Sedang apa kamu May?"
Lingga bertanya dalam hatinya.
****
Bersambung ❤️
Mohon dukungannya ya.. Terimakasih 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Puji Rahayu
eehhh...aya si johan...
kacian yak gk jodoh ma mantan dirga..cm bertmn.pdhl mo smp dh wik2 wlw gk jd.
2024-06-02
0
Ani Ani
hati dah berkenan ask teringat
2024-05-12
0
Imas Tuti
sedang diem aja bang.....nungguin Abang jemput lama bener 🤣🤣🤣
2024-04-17
1