Tidak seperti hari-hari biasanya, hari ini Maya harus menambah jam kerja, ia harus mempersiapkan beberaba seragam pakaian untuk acara pesta pernikahan seorang pengusaha besar. Besok pun ia harus ikut Tante Rossa ke rumah mewah di kawasan elit di tengah ibu kota.
Calon pengantin dan seluruh keluarga meminta melakukan fitting baju agar di lakukan di kediamannya karena sang calon pengantin pria tak mengijinkan wanitanya keluar rumah. Semua sudah Maya persiapkan dan di masukkan ke dalam pelastik sebagai pembungkus dan di gantung dengan hangger agar bisa menggantungnya. Selain baju, sebagian kain songket yang sudah di lipat sudah ia masukkan ke dalam tas besar.
"May, sudah selesai?" Tante Rossa bertanya, memastikannya sebelum ia meninggalkan butiq.
"Sudah Tante, besok tinggal di masukkan ke dalam mobil."
"Jangan sampai ada yang tertinggal ya May, kamu cek lagi. Tante pulang duluan ya, Tante sudah di jemput sama Bapak."
Bisa di lihat dengan jelas, wanita itu tersenyum bahagia ketika mengatakan kepada Maya kalau dirinya sudah di jemput pria yang menjadi suaminya. Tak banyak yang tau kalau Tante Rossa wanita dari Sutan Cjokro Hanunggara
"Ya, Tante.."
"Kamu kalau sudah selesai segera pulang May.." Tante Rossa memberikan uang sebesar seratus ribu sebagai pengganti ongkos kepada Maya.
"Terimakasih Tante.." Maya menerimanya dengan penuh syukur, jujur saja persediaan uang di dalam dompetnya sisa 20 ribu. Paling tidak, ia masih bisa menyambung dua, tiga hari kedepan sampai tanggal gajian. Dengan selembar kertas merah itu, ia bisa membeli lauk dan sayuran.
Memakai cardigan rajut, Maya mencangklongkan tas kecil di pundaknya, ia bersiap-siap akan segera pulang.. Di luar, udara sudah tampak gelap, petang sudah meninggalkan siang begitu lamanya. Maya melihat jam di dinding ruangan sudah menunjukkan pukul 9 malam. Ia segera turun ke bawah saat mendung bergelayut pekat di atas cakrawala, ia harus cepat mendapatkan angkutan umum sebelum air hujan jatuh mendarat membasahi tanah yang masih kering.
"Neng Maya butuh bantuan?" petugas parkir yang biasa di panggil Kang Oleh itu menawarkan bantuan saat melihat Maya sedang mendorong Rolling Door
"Tidak usah Kang Oleh.. Terimakasih."
Maya sudah selesai menutup rapat pintu besi berlipat itu dan menggemboknya dari luar.
"Neng Maya sendirian?" Kang Oleh bertanya lagi, ketika tak melihat keberadaan Dina
"Iya Kang... Dina sudah pulang duluan sore tadi."
"Hati-hati Neng di jalan, sepertinya akan turun hujan." Kang Oleh menenggadahkan kepalanya ke atas menatap langit yang semakin hitam pekat dan terpaan angin yang mulai kencang.
"Ya, Kang.. Maya duluan ya.."
Dengan langkah cepat, Maya melangkahkan kakinya berjalan melewati Raya Square untuk bisa sampai ke pinggir jalan. Rintik hujan sudah mulai menetes di atas kepalanya, hujan yang di harapkan agar sedikit bersabar mau menunggunya sampai tiba di rumah, sepertinya sudah tidak bisa menahan derasnya laju hujan.
Dengan seketika rintik kecil itu berubah menjadi guyuran deras yang membasahi baju dan kepalanya. Untuk menghindari air hujan, Maya berjalan di pinggir-pingir outlet yang masih buka, sebagian para pedagang sudah mulai menutup dan merapihkan dagangannya. Keluar dari deretan toko, Maya harus berlari saat jarak untuk sampai di halte beberapa langkah kaki lagi, suara geluduk dan petir saling bersahutan mewarnai derasnya hujan malam hari ini.
Mengibaskan cardigannya yang terkena air hujan, Maya merapatkan tangan dengan saling bersilang di depan dada. Rasa dingin dan angin kencang menusuk masuk ke sela-sela baju dan lubang pori-porinya. Di keremangan gelapnya kabut di bawah derasnya hujan, Maya memasang mata, memperhatikan angkutan yang lewat agar tak salah memilih jurusan.
Maya harus bersabar menunggu angkot yang belum juga muncul, entah karena macet atau karena hujan, kendaraan yang di tunggunya itu belum juga datang. Beruntungnya, bukan hanya ia saja yang sedang menunggu angkutan umum, seorang ibu dan pria dengan seragam kerjanya juga tengah menunggu bersama.
Maya bisa sedikit merasa lega, paling tidak ia tak sendirian, ada teman di halte yang pastinya akan aman dari kejahatan.
Sekitar 30 menit, barulah dari kejauhan terlihat sorot lampu dari kendaraan yang di nanti-natinya, angkot itu berhenti tepat di depannya.
Maya mempersilahkan seorang ibu agar naik lebih dulu, ia memilih naik belakangan dan mendapatkan tempat duduk di pinggir pintu.
Beberapa meter perjalanan, wanita itu mengajak Maya bicara dan bertanya.
"Neng baru pulang kerja ya?"
"Iya Buk." Maya menjawabnya dengan tersenyum ramah.
"Kerja dimana?" wanita itu bertanya lagi.
"Saya kerja di butiq Buk.."
"Jam kerjanya sampai malam ya, Neng?"
"Enggak Bu, biasanya jam 5 sudah pulang.. Kebetulan hari ini saya lembur."
"Ooo.." Wanita itu tampak berpikir
"Maaf, sebelumnya ya Neng, ibu bukannya mau merendahkan penghasilan Neng.. Tapi kalau Neng membutuhkan uang tambahan, Neng bisa menghubungi saya. Kebetulan majikan saya sedang mencari pekerja harian, hanya 2 jam setiap harinya."
Wanita tua yang berumur sekitar 40 tahun itu memberika nomor kontaknya kepada Maya. Menjaga etika dan saling menghargai, Maya menerima catatan yang di berikan kepadanya.
"Namanya siapa Neng? Dari tadi ngobrol tapi kita tidak saling mengenal."
"Saya, Maya Buk."
"Panggil saja saya Mak Kom.. Nama lengkap saya Kokom jumariah."
"Iya, Mak.. Terimakasih tawarannya, saya akan pikirkan dulu."
"Jangan lama-lama ya Neng, kasih kabarnya.." wanita bernama Kokom itu berpesan sebelum ia turun lebih dahulu di perempatan lampu merah.
Sepanjang perjalanan karena asik mengobrol dengan wanita yang baru di kenalnya, tak terasa hujan sudah sedikit mulai surut, walau masih bergerimis kecil, dan Maya pun telah sampai di tujuannya.
Maya menyebrang jalan di pertigaan lampu merah kedua yang mengarah ke tempat tinggalnya, ia berjalan cepat sambil menutup kepala dengan tas kecilnya, menerjang sisa-sisa air hujan yang masih belum sepenuhnya berhenti.
Ia mulai masuk ke dalam gang berjarak 50 meter, melewati kontrakan berpetak yang berjejer di sepanjang jalan untuk sampai di depan pintu rumah kontrakannya.
Lima langkah lagi akan sampai, Maya melihat celah pintu yang setengah terbuka, ia juga dapat mendengar jelas suara seorang wanita tengah berbicara keras.
"Mama tidak mau tau Haris. Kamu harus bisa menegur istrimu sebelum Mama yang bertindak! Jangan sampai kelakuan istrimu itu merusak rumah tangga adik perempunmu.!"
"Tika itu sedang hamil.! Jangan sampai ia tau apa yang di lakukan isrimu. Mama masih mau merahasikannya dari Tika karena melihatmu. Kamu juga anak Mama.!"
"Tidak ada kucing yang akan menolak sekalipun itu ikan asin busuk. Herman tidak akan mendekat, kalau Maya tidak mengodanya.!"
Bagai tertancap ribuan paku ke ulu hatinya, Maya menghentikan langkahnya. Reflek.. Ia langsung meremat dadanya yang terasa ngilu dan sesak saat mendengar ucapan, lebih tepatnya tuduhan dari mulut wanita yang ia kenal sebagai Mamanya Haris. Belum sempat ia menetralkan perasaannya, suara itu terdengar lagi dan membuat hatinya tersayat.
"Apa kerena Herman pria gagah, sehat dan tidak penyakitan? Maya mulai tidak mengurusmu? Herman juga pria mapan, yang kamu sendiri pasti tau kalau Herman memiliki uang, sehingga Maya dengan beraninya mengusik rumah tangga adikmu?"
"Malam ini saja dia pulang telat kan? Kemana saja dia? Bukannya segera pulang agar bisa cepat mengurusmu? Tapi dia malah memilih kelayapan. Mana ada butiq buka sampai tengah malam?"
"Toko biasa saja paling malam jam 9. Ini sudah mendekati jam 11 dan Mama lihat juga tidak ada makanan tersedia di atas meja makanmu? Untung saja Mama membawa makanan untukmu Haris."
****
Bersambung ❤️
Mohon dukungan like komen ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
tri Wijayanti
ya udah mah,mamah ambil tuh anaknya biar cepet Maya bisa terlepas dr beban hidupnya
2024-05-16
1
Sri Siyamsih
orgtua mulutnya setajam silet. hadew maya
tar lm" d suruh cerai tu anaknya
2024-05-19
0
semaumu aja
kita lihat si Haris ini thereal beban apa nggak
2024-05-01
0