"Siapa namanya? Mungkin aku bisa membantu."
"Namanya Lingga.." Maya mengingat kembali nama lengkapnya.
Sutan Lingga Hanunggara.
Pria di hadapannya itu tersenyum simpul.
"Ada urusan apa ingin bertemu dia?"
"Mengantarkan berkas. Tapi sudah aku titipkan di bagian resepsionis yang bernama Ana. Ohya, kalau kakak bertemu dengannya. Tolong sampaikan kalau ada titipan untuknya dari Maya."
"Ya, akan aku sampaikan.." dengan sedikit mengangguk-anggukkan kepala, senyum itu belum hilang dari sudut bibirnya.
Lingga bukanlah seperti pengusaha lainnya yang selalu berpakaian rapih dengan kemeja putih di balut jas, lengkap dengan dasinya. Bukan juga sepertia pria kantoran dengan celana bahan hitam mengkilat dengan garis setrika yang lurus memanjang di garis tengah.
Ia lebih suka mengenakan pakaian santai, memakai celana denim dengan kaos hitam berkerah dan jaket kulit paforitnya. Ia akan mengenakan setelan kemeja lengkap dengan jas dan dasinya saat menghadiri acara penting yang menyangkut kepentingan perusahaannya.
Penampilannya yang santai tidak mengurangi kewibawaan serta aura kepemimpinannya. Pria itu tetap terlihat tampan dan memukau.
"Siapa nama kamu?"
"Maya... Maya Mawanda."
"Baiklah, Maya. Kalau bertemu dengannya pasti akan aku sampaikan."
"Apa Kakak juga seorang wartawan?"
"Anggap saja seperti itu." Pria itu kembali tersenyum.
Di rasa sudah cukup, Maya meletakkan washlap ke dalam mangkuk berisi air yang telah dingin.
"Terimakasih ya Kak. Sakitnya sudah mulai berkurang." Maya beranjak dari kursi. ia segera pamit karena teringat Kang Ojek menunggunya.
"May tunggu." Lingga memanggil sebelum Maya menghilang dari pandangannya.
"Ya Kak.." Maya membalikkan badanya.
"Aku akan meghubungimu."
"Untuk?" Maya mengerutkan dahinya.
"Untuk.. Emm... Untuk mengabarimu kalau pria yang bernama Lingga sudah mendapatkan titipannya." dengan cepat Lingga mencari alasan.
"Ooh.." Maya membulat kan mulutnya.
"Ya, Kak terimakasih.. Tetapi bagian resepsionis akan balik menghubungiku kalau Pak Lingga sudah menerima berkasnya." Maya memberikan senyum manisnya sebelum meninggalkan ruangan.
Aku harap kita bisa bertemu lagi di kemudian hari May.
Lingga bicara dalam hatinya, entah mengapa, ia ingin bertemu lagi dengan wanita itu, yang ia sendiri tidak tau alasannya. Ia hanya mengikuti kata hatinya yang spontan merasa seperti memiliki ikatan batin yang ia pun masih belum bisa meng-artikannya.
Ia hanya merasa nyaman saat berada di dekatnya. Seakan wanita itu mampu memberikan energi positif kepadanya dan ia berharap bisa bertemu lagi dengannya.
©©©©©
Seperginya Maya dari ruangan itu, Lingga langsung melangkah menuju meja resepsionis.
"Selamat Siang Pak." Wanita itu berdiri saat Lingga menghampiri mejanya
"Siang Ana …apa ada titipin berkas buat saya?"
"Oh, iya Pak. Ada... Seorang wanita menitipkannya barusan." Ana memberikan map kepada atasannya.
Terimakasin Ana.." Lingga mengambil map yang di sodorkan Ana.
"Oh, ya.. Nomor kontaknya mana? Lingga hampir saja melupakannya.
Ia meninggalkan lantai dasar dan kembali ke dalam ruangannya yang berada di lantai lima. Gedung ini memang tak seperti gedung pencakar langit seperti perusahaan lainnya. Gedung Media Cetak ini hanya memiliki 7 lantai.
Setiap hari para karyawan akan sibuk dengan tugasnya di bagian management masing-masing. Lingga sebagai pemilik salah satu stasiun TV yang sedang naik ratingnya dalam menayangkan dan memprioritaskan beragam macam berita tentang negara, hukum, politik, olahraga, kriminal, budaya dan lainnya.
Chanel TVnya tidak menampilkan acara drama ikan terbang ataw azab yang membawa petaka.
Duduk di kursi kerjanya, Lingga membuka berkas yang berisikin tulisan dalam bentuk ketikan. Sebuah proposal pengajuan serangkaian berita tentang kesehatan yang akan menjadi artikel bulanan di tabloid Kabar Grup. Bukan berita krimanal ataw politik yang sedang berkembang.
"Haris.." Lingga menyebut nama pemilik berkas yang sedang di pelajarinya. Seorang teman seperjuangan sewaktu ia masih berada di lapangan.
Sebelum menjabat bagian teratas di Top Management. Cjokro mengemblengnya dari bawah, tak semata-mata sebagai pewaris ia langsung duduk enak di singgasananya. Bahkan sampai hari ini, Ayahnya masih memangku kekuasaan tertinggi di perusahaan ini. Ia di tuntut mampu bekerja dengan loyalitas tinggi dalam mengembangkan sayap Media Cetak ini. Salah satunya, ia sudah berhasil merambah ke dunia pertelevisian.
Tentunya, itu sebuah keberhasilan yang luar biasa dan dapat di banggakan oleh seorang Sutan Cjokro Hanunggara. Hanya saja, keberhasilannya harus tercoreng dengan kasus istrinya.
Terahir kali ia berkomunikasi dengan Haris, saat pria itu mengundurkan diri karena sakit. Setelah itu, ia los kontak tidak ada komunikasi, nomor kontaknya ganti ataw memang tidak bisa di hubungi.
"Kenapa tidak dia sendiri yang menemuiku? Kenapa harus menyuruh Maya yang menyampaikannya?" Lingga bicara sendiri dengan bertanya-tanya.
"Siapa wanita itu? Apa kerabatnya Haris?"
Lingga memang mengetahui kalau Haris sudah menikah, tetapi ia tidak mengenal wanita yang di nikahi temannya, sampai Haris harus mengundurkan diri.
Lingga langsung menyalin nomor yang tertulis di atas selembar kertas. Setelah tersimpan ternyata nomor itu terhubung dengan aplikasi pesan berwarna hijau.
Ia membuka aplikasinya untuk melihat foto profile yang terpasang. Jempolnya menekan dan memperbesar gambar agar bisa di lihat dengan jelas. 'Cantik' satu kata keluar dari mulutnya. Bibir yang biasanya terkatup rapat itu, saat ini bergerak kesamping tersenyum tipis.
Karena rasa penasaran, ia membuka status yang baru saja update yang di unggah oleh Maya. Senyum tipis menghiasi wajahnya saat wanita itu mengunggah foto pelipis yang masih memar dengan kepsen ' Kepentok
©©©©©
Sedangkan Maya, wanita itu baru saja turun dari ojek langganannya yang ia pesan tanpa aplikasi. Cukup mengirim pesan singkat Kang ojek langsung datang menjemputnya. Setelah membayar sesuai harga kesepakatan, ia segera masuk ke dalam ruko dan akan melanjutkan pekerjaannya sampai berahir waktu jam kerjanya.
"Kenapa pelipismu May?" Dina bertanya sambil memperhatikan jidad Maya.
"Terbentur alias kepentok."
"Kog bisa?"
"Ya bisa lah, ini buktinya." Maya mendekatkan pelipisnya ke wajah temannya.
"Kamu itu!" Dina mendelik melihat kelakuan Maya. "Kamu itu mau ngantar berkas apa mau jadi pemain sirkus? Kog bisa kepentok? Matamu di taruh dimana?"
"Di sini.." lagi-lagi Maya menarik kedua kantung matanya kebawah dan menunjukkannya ke Dina.
"Mayaaa..." Dina berteriak gemas dan mengejar Maya yang berlari ke arah sofa.
"Jangan bilang kalau kamu sudah mulai stres May. Akibat kepentok kelakuanmu jadi aneh." Dina ikut menghempaskan bokongnya di sofa tunggu di samping Maya.
Selagi belum ada pelanggan yang datang untuk membeli ataw hanya sekedar melihat-lihat pakaian. Maya dan Dina akan duduk di sofa sambil mengobrol ngalor ngidul, bercerita banyak hal. Apalagi kalau bukan soal rumah tangga dan tingginya angan-angan.
Meninggalkan kampung halaman dengan membawa ijasah seadanya mereka berharap kehidupannya berubah menjadi layak di ibu kota.
Tetapi nasip membawa mereka di keadaan seperti ini. Dina memilih meninggalkan suaminya karena tak tahan dengan kelakuannya yang senang berjudi mengadu ayam, punya uang sedikit hasil taruhan, di habiskan untuk beli minuman.
Puncaknya keributan hingga memutuskan bercerai, sang ayam di jadikan menu makan malam dengan bumbu rendang. Sedangkan Maya, masih bertahan dengan keadaan suaminya yang tak lagi mampu memberikan nafkah lahir dan bathin walaupun pria itu tak pernah mengasarinya, tapi tekanan dan perlakuan sang ibu mertua sangatlah menyakitkan.
"Sampai kapan kamu akan bertahan May?" ini untuk kesekian kalinya Dina bertanya kepada Maya.
"Entahlah … aku tidak tau. Mungkin sampai batas kesabaranku mulai habis terkikis jaman."
"Bahasamu May.. Ketinggian." Dina mencebikkan bibirnya.
Keduanya bicara sambil mentap langit-langit ruangan yang bersuhu dingin.
"Lebih baik menjadi seperti Tante Rossa May, walaupun menjadi istri kedua tetapi hidupnya tercukupi, di cintai suaminya. Lihat, keadaannya, dia tak kekurangan. Dia bergelimang harta.. Mau apapun, dia mampu lakukan. Mau ini, mau itu, mau beli barang-barang mahal, sampai jalan-jalan ke luar negri. Apa coba namanya kalau tidak nyaman."
Dian terus mengoceh dan Maya hanya mendengarkan.
"Hustt. Jangan ngomong sembarangan! Apa yang kita lihat dan kita dengar belum tentu sesuai dengan kenyataannya. Setiap manusia memiliki jalan hidup berbeda.. Untuk mendapatkan sesuatu yang besar pasti penuh perjuangan dan rintangan. Terkadang kita hanya melihat enaknya saja, gak liat susahnya."
"Kamu mau? Mendapatkan segala yang kamu inginkan tapi tak di akui di mata dunia?"
"Maksudnya May?" Dina tidak paham dengan ucapan Maya yang terahir.
"Sudah ah, kog kita malah menggibahkan Tante Rossa sih.."
"Ayokk.. Lebih baik kita jajan, cari amunisi ke kang cilok gebetanmu yang sangat tamvan sejagad raya."
****
Bersambung❤️
Tinggalkan dukungannya gaesss... Untuk Maya.. Jangan lupa di paforitin ya
Terimakasih 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
🤎ℛᵉˣ𝐀⃝🥀OMADEVI💜⃞⃟𝓛
jarang komen Thor🙏🏻🙏🏻
2024-07-16
1
Mari Anah
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/dasar si maya
2024-06-20
0
Ani Ani
ubah lah hidup kamu
2024-05-12
0