Tak sanggup melihat, Maya berjongkok di sisi ban. Maya menangis kencang sesegukan, hingga mengundang banyak pasang mata yang memperhatikan.
Sebagian orang yang melihatnya, akan berfikir dan menyangka sepasang remaja sedang bertengkar.
Tak tega melihat wanita itu menangis tak berdaya di pinggir jalan, pria muda itu memberanikan menyentuh pundak Maya yang bergetar karena menangis, pria itu meminta Maya untuk berdiri dan menghentikan tangisannya.
"Ayok Mbak, jangan disini." Pria itu memasangkan helm di kepala Maya dan melajukan kendaraannya setelah Maya naik duduk di jok motor. Pria itu bisa membaca situasi yang sedang Maya hadapi. Ia bisa mendengar dengan jelas pembicaraan Maya dengan Pria yang duduk di dalam mobil, yang ia tebak adalah suami dari wanita yang sedang menangis di belakang punggungnya.
Sepanjang jalan pria muda itu tak bersuara, begitupun dengan waniita itu. Berpegangan erat di pinggang, Maya terdiam tak bersuara, suara isak tangis yang tertahan samar-samar terdengar di telinga, Maya menyembunyikan wajahnya di balik punggung pria muda itu, suara tangisan yang terdengar menyayat hati, membuat pria muda itu ikut merasakan kesedihan yang Maya rasakan.
Maya belum bisa mengurai apa yang baru saja terjadi. Pikirannya pun entah sedang berada dimana. Jiwanya seakan tidak berada di tempatnya. Maya seperti patung yang bernyawa.
Motor sport yang membawanya berhenti di sebuah taman di tengah kota. Taman kecil yang menjadi pusat permainan untuk anak-anak dan para penjaja makanan ringan. Maya sudah duduk di bangku taman setelah pria itu memintanya untuk turun dan mengikutinya. Tidak bertanya, tidak berpikir curiga. Maya sudah tidak perduli dengan sekitarnya.
"Minum dulu Mbak." Pria itu menyodorkan sebotol air mineral yang baru saja di belinya. Tidak mendapatkan respon. Pria itu membantu membukakan tutup botol dan meminta agar Maya meminumnya.
"Supaya lebih tenang. Minum dulu." untuk kedua kalinya, pria itu menyodorkan kembali air mineral yang tutupnya sudah terbuka.
"Terimakasih." dengan suara lirih, ahirnya Maya menerimanya, dan menenggak habis hingga tak tersisa.
"Hidup itu beresiko Mbak." Pria itu duduk di samping Maya dan bersuara.
Tatapannya lurus ke depan sama seperti yang Maya lakukan. Tatapannya kosong menatap rumput liar.
"Hidup tidak akan berarti jika kita masih ragu dalam mengambil keputusan. Menyedihkan, saat kamu bertemu seseorang yang sangat berarti, hanya untuk menemukan bahwa pada akhirnya kamu harus membiarkannya pergi."
"Hidup hanya sekali, hiduplah yang berarti. Jalan di depan masih panjang. Berhenti menangis untuk seseorang yang tak menghargaimu."
Maya menengok ke samping menatap pria yang baru saja menyentil hatinya dengan mata sendu
"Aku Lendra.." pria itu bicara setelah meneguk habis minumannya juga.
"Sepertinya kita seumuran." Pria itu mengulurkan tangannya.
"Kenalkan namaku Lendra." Pria itu menyebut namanya lagi.
"Maya." Maya menyambut uluran tangan pria yang telah membantunya. Ia merasa, pria itu baik dan tulus.
"Terimakasih." ucap Maya.
"Tidak perlu terimakasih. Gua hanya melakukan apa yang harus gua lakukan. Sorry, saat gua sudah merasa nyaman bicara dengan seseorang, gua harus keluar dari karakter orang lain, dan gua harus kembali menjadi diri gua sendiri May.. Gua gak suka obrolan yang terlalu formal. Panggil gua Lendra jangan Mas."
"Tapi aku gak bisa."
"Gak masalah, jadilah diri kamu sendiri. Asal jangan panggil gua Mas.. Gua berasa udah tua May.." pria itu terkekeh pelan
Maya mengangukkan kepalanya.
"Kamu sudah berkeluarga?" Maya bertanya, tetapi dari penampilannya Maya bisa menebak kalau pria itu masih singgle. Penampilannya bukan seperti para pria yang sudah beristri.
"Belum, gua masih singgle.."
"Kamu gak mirip Kang Ojek."
"Kalau lagi gak ada mata kuliah, gua ngojek.., yaahh …sekalian cari inspirasi."
"Kuliah? Dimana?" Maya bertanya dengan menatap Lendra, pria di sampingnya itu cukup lumayan tampan untuk pria seumurannya. Kulit yang bersih, dan cara berpakaiannya yang casual menandakan Lendra dari keluarga berada.
Lendra menyebutkan salah satu universitas bergengsi di ibu kota ini. Gua ambil sastra karena gua suka nulis, dan gua happy menjalaninya. Sebelumnya gua ambil jurusan bisnis karena tuntutan keluarga. Tapi gua berontak, gua gak mau hidup dalam tekanan dan terbebani."
"Oouh..." Maya membulatkan mulutnya dengan menganggukkan kepala. Maya bisa menangkap ucapan Lendra yang syarat akan petuah dan saran.
"Pantes... Kamu pinter ngomong. Kaya orangtua. Udah gitu, mana ada Akang Ojek pake motor gede gitu.." Maya mengarahkan dagunya ke arah motor yang terparkir.
Keluguan dan apa adanya Maya, membuat Lendra tertawa. Wanita itu seakan mempunyai magnet, yang mampu membuat Lendra merasa nyaman bicara dengannya. Sangat jarang sebenarnya untuk seorang Lendra mau membuka sedikit jati dirinya kepada orang yang baru di kenalnya. Tiba-tiba bunyi ponselnya berbunyi. Lendra melihat nama di layar ponselnya.
"Ya, Bang.." Lendra menempelkan ponselnya ke telinga setelah mengusap tombol hijau di layar panggilan. Lendra mendengarkan, Entah apa yang di sampaikan oleh seseorang di ujung telfon, dan sepertinya sangat mendesak.
"Ya, gua otw ke kantor Abang." setelah sambungan terputus, Lendra memasukkan ponselnya ke saku celananya.
"Yokk.. Gua anter lu pulang."
"Totalannya berapa? Maya kan belum bayar."
"Gak usah, gua geratisin khusus buat kamu.."
"Tapii..." Maya seperti berpikir.
"Udah gak usah di pikirin.. Ayokkk.." Lendra memakai helmnya kembali.
"Nganternya ke tempat kerja mau gak?" Maya meringis, khawatir Lendra keberatan.
"Siaapp... Pake helmnya."
©©©©©
Sedangkan di butiq. Sudah hampir 3 jam sekembalinya Tante Rosa, Maya belum juga datang. Seperti mendapatkan firasat, sedari tadi perasaan Dina tidak tenang. Ia merasa sesuatu yang kurang baik terjadi menimpa teman baiknya.
"Tidak biasanya Maya ijin selama ini." Dina bicara sendiri.
"Maya belum datang, Din?" Tante Rossa turun dari lantai dua dan bertanya
"Belum Tante.."
"Sudah kamu hubungi?"
"Sudah Tante, tapi belum ada balasan, di telfon juga gak di angkat.."
"Ada apa ya? Tidak biasanya?" Dina terlihat cemas.
"Mungkin lagi di jalan Din, ya sudah.. Tante tinggal pulang ya.. Kalau ada apa-apa kabarin Tante."
"Ya, Tante.. Hati-hati di jalan."
"Leh.. Maya belum datang, titip Dina ya.. tolong lihat-lihat.." Tante Rossa bicara kepada Kang Oleh sebelum masuk ke mobilnya.
"Okeh Tante.." petugas parkir itu membantu mengarahkan mobil yang di kendarai Tante Rossa keluar dengan lancar.
Sudah mirip seperti setrikaan, Dina mondar mandir dalam ruangan dengan hati galau. Kalau kemarin kegalauannya karena asmara, hari ini hatinya resah karena Maya.
"Aduhh, Mayyy.. Kamu kemana sih?" saat pikirannya sedang fokus memikirkan Maya, suara Kang Oleh mengejutkannya..
"Neng Dina, Neng Dinaaa..!"
"Astaghfirullah haladzim.." Dina menyentuh dadanya. "Kaya ada suara? Tapi gak kelihatan."
"Ya’elahhh Nihh perempuan ngajak tawuran kayanyahh..!" Kang Oleh menggulung lengan kaos panjangnya.
"Tuhkan.. Bener! Ada suara tapi tidak ada wujudnya. Jangan-jangan.... Ruangan ini kemasukan demit." Dina celingukan melihat sudut ruangan.
"Waduhhh.. Kagak ada sopan-sopannya nih bocah! Bener-bener ngajak ribut?" Kang Oleh geleng-geleng kepala.
"Okehhh, mulai hari ini kita perang..! Solehudin bin Mahmud tidak akan menyampaikan amanat dan pesan dari seorang lelaki gagah tamvann ruvawan untuk Neng Dina berhati tegaaaa..." Kang Oleh segera keluar meninggalkan ruangan.
Hingga beberapa detik, Dina membulatkan matanya dengan mulut mengangnga..
"Hahhh...!! Lelaki tampan? Pesan? Amanat ?" sepertinya otak Dina berproses dengan cepat saat mendengar kata lelaki tampan.
"Kang Oleehh..." Dina memanggil dan mengejar pria yang baru saja keluar.
"Kemana tuh orang? Cepet bener ngilangnya? Udah mirip demit kan? Matanya mengitari area parkir dan rumah makan sunda di samping butiqnya.
Bagai di telan bumi, pria yang barus selesai mengumandangkan perang itu tak kelihatan batang hidungnya.
"Ngambek dah tuh orang.."
****
Bersambung ❤️
Mohon dukungannya ya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Fani Indriyani
adiknya lingga kayanya nih
2024-05-26
0
Ani Ani
hidup nya terlalu derita ada suami
2024-05-12
0
Maya Ratnasari
single
2024-04-27
0