"Untung saja Mama membawa makanan untukmu Haris. Kalau tidak, apa yang akan kamu makan?"
"Mama tidak akan mengatakannya kepadamu, kalau Mama tak melihatnya sendiri Maya masuk ke dalam mobil Herman saat berangkat kerja, dan sore tadi sepulang kerja, Rani juga bercerita kalau dia melihat Maya Dan Herman tengah bicara di depan rumah makan padang. Tidak mungkin itu hanya kebetulan. Dan mungkin saja, Maya dan Herman janjian makan siang bersama. Beruntungnya ada Rani yang melihatnya."
"Sudahlah, ini sudah malam, sebaiknya kamu segera istirahat. Mama harus pulang, Mama harap kamu pikirkan lagi tawaran Mama, Mama melakukannya demi kesembuhanmu. Papamu pasti sudah kesal menunggu Mama di dalam mobil."
Maya berdiri mematung saat Mama Hani dan Haris keluar dari dalam rumah. Ia belum mampu menggerakkan kakinya yang terasa berat.
"May.." Haris terkejut melihat istrinya berdiri tidak jauh dari pintu.
Sedangkan Hani tampak acuh dan tak perduli, wanita itu seakan puas kalau sampai Maya mendengarkan ucapannya.
Tanpa bicara sepatah katapun, Maya melewati Haris dan masuk ke dalam. Ia harus segera mandi dan berganti pakaian sebelum sisa-sisa air hujan membuatnya demam. Saat keluar dari dalam kamar mandi, Haris sudah menunggunya di meja makan.
"May.. Makanlah dulu.. Mama membawakan makanan untuk kita."
"Aku tidak lapar, Mas. Maaf, hari ini aku pulang malam.. Aku harus menyelesaikan dan menyiapkan pakaian untuk acara pernikahan." Maya menyampaikan keterlambatannya kepada Haris sebelum ia masuk ke dalam kamar.
Merebahkan tubuh lelahnya di atas tempat tidur, Maya masih terngiang jelas ucapan Mama Hani mengenai dirinya, setetes air mata jatuh di sudut matanya.
Sakit.. Itulah yang di rasakannya. Saat ia di tuduh melakukan sesuatu yang tidak ia lakukan. Ia tidak menyangka pertemuannya dengan Herman saat akan berangkat kerja malah membawa dan menyeretnya masuk ke dalam masalah.
Di tambah pertemuannya tadi siang di depan rumah makan padang yang di ketahui oleh Rani.
Kesal, pastinya ia sangat kesal. Kecewa, ia juga sangat kecewa, bukan hanya dengan Mama Hani, tetapi dengan Rani sesama menantu di keluarga Maulana. Wanita itu menyampaikan sesuatu yang tidak sesuai fakta dan kebenarannya.
"Apa salahku hingga Rani bersikap seperti itu? Ia mengadu kepada Mama Hani tanpa tau kejadian yang sebenarnya? Kenapa mereka menuduhku tanpa bertanya terlebih dahulu?" Maya bermonolog dalam hati dan mengusap air matanya.
Terdengar pintu terbuka, Maya segera memejamkan matanya. Bukannya ia tak ingin membahas dan membela diri, tapi saat ini, Maya kehabisan tenaga dan sangat lelah, untuk sekedar bicara apa lagi harus sampai berdebat, tak akan menyelesaikan masalah dalam waktu singkat, yang ada kondisi Haris akan drop.
Maya berfikir, kalau memang Haris percaya kepadanya, seharusnya Haris membelanya tadi saat Mama Hani bicara buruk tentangnya. Menyangkal segala tuduhan, Tetapi Maya tak mendengar pria yang seharusnya melindunginya itu bersuara. Seolah Haris membenarkan semua ucapan Mamanya.
Maya merasakan pergerakan di sampingnya, ia sengaja tidur memunggungi Haris. Malam ini bukan hanya tubuhnya yang lelah tetapi pikirannya sangat lelah terkadang membuatnya putus asa.
Lima menit, sepuluh menit, sampai mata Maya mulai terpejam, ternyata Haris tak mengajaknya Maya bicara, entah apa yang sedang di pikirkannya hingga larut malam, pria itu masih terjaga tak dapat memejamkan matanya.
Di satu sisi ia mempercayai Maya, ia sangat mengenal Maya dengan Baik. ia percaya Maya tak akan menghianatinya apa lagi dengan Herman. Tapi di sisi lain apa yang di sampaikan Mamanya ada benarnya, 3 tahun ini ia tak menyentuh Maya, sedangkan Maya wanita normal yang masih membutuhan sentuhan.
Pikiran buruk sedikit mulai mengusik pikirannya, Mamanya tak mungkin bicara seperti itu kalau tak melihatnya langsung. Haris mersakan cemburu, saat mengetahui ada pria lain yang mendekati istrinya, apa lagi pria itu dalam keadaan sehat dengan keuangan yang sangat baik.
Tidak menutup kemungkinan Maya akan tergoda atau Maya yang akan menggoda.
Haris memikirkan lagi tawaran Mama Hani yang memintanya berobat ke luar negri dengan uang hasil pinjaman dari bank untuk perawatan dan kamar selama menjalani pengobatan. Dan ia harus meninggalkan Maya sendiri di Jakarta.
Haris membolak balikkan badannya di atas tempat tidur. Ia merasakan gelisah yang luar biasa, di lihatnya jam di dinding kamar sudah menunjukkan pukul 1 malam. Tetapi matanya tak mau di ajak terpejam, ia memilih keluar kamar dan duduk di sofa kecil dalam keremangan lampu yang di padamkan.
Maya membuka matanya saat suaminya meninggalkan kamar. Ia terjaga saat merasakan pergerakan Haris yang tidak bisa diam. Ia menyadari suaminya itu sedang di landa kegelisahan, dan ada yang sedang di pikirkan, apa lagi kalau bukan tuduhan yang di dapatnya. Dan Maya belum mengetahui tawaran Mama Hani yang menginginkan Haris berobat ke luar negri.
©©©©©
Akibat terbangun di tengah malam, pagi ini Maya bangun kesiangan, biasanya sebelum azan berkumandang ia sudah menyiapkan segala keperluan dengan membeli bahan makanan ke tukang sayur langanan yang biasa mangkal di depan gang. Untungnya ia masih memiliki sisa telur 3 butir, buncis dan juga satu tahu.
Tanpa berpikir panjang, Maya segera mengolah telur menjadi telur dadar dan tumisan buncis di campurnya dengan tahu sebagai menu sarapan. Setelah masakan siap semuanya, sambil menunggu air panas, dengan kilat Maya segera mandi untuk bisa mengejar waktu,
Maya mengenakan pakaian sambil sesekali melihat ke dapur, melihat panci berisikan air sudah mendidih apa belum.
Setelah berpakaian dan merias diri alakadarnya, barulah rebusan air itu menguap dan segera ia tuangkan ke dalam ember dan membawanya masuk ke dalam kamar mandi, hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 7 lewat 30 menit. Mengambil kotak bekal, Maya menuangkan nasi, selembar telur dadar dan 2 sendok tumisan buncis, cukuplah sebagai bekal dan pengganjal perutnya hari ini.
Di lihatnya haris masih tertidur di atas sofa ruang tamu. Pria itupun bangun siang karena tak bisa tidur hingga menjelang pagi. Maya mem- bangunkannya dengan mengoyang-goyangkan kakinya.
"Mas, Mas.. Bangun, sudah jam 7.30 semua sudah aku siapkan. Maaf, hari ini hanya ada telur dadar. Jika sempat, siang nanti aku akan ijin pulang sebentar, akan aku belikan lauk untuk makan siang.
Tanpa menunggu jawaban dari Haris yang tengah mengumpulkan kesadarannya, Maya segera pamit meraih tangan suaminya dan menciumnya.
"May tunggu.." Haris menghentikan langkah Maya masih dalam posisi duduk, Pria itu mengeluarkan kartu dari dompetnya dan di berikan kepada Maya.
"Tidak banyak nominalnya May, uang itu hasil dari tulisanku yang aku kumpulkan setiap harinya, paling tidak bisa untuk menambah kebutuhan dapur beberapa hari kedepan sampai kamu gajian."
"Kenapa di berikan kepadaku, Mas? Bukankah uang itu biasa Mas gunakan untuk berobat?"
"Aku lihat di lemari pendingin sudah tidak ada stok makanan, dan juga beras May.."
"Ya, Mas.."Maya menerima kartu yang di berikan Haris. "Aku berangkat."
Sambil berjalan, Maya mengingat-ingat seperti ada yang terlupakan. Untuk mengingatnya, Maya mulai merinci kegiatannya pagi ini. Di mulai dari bangun tidur, sholat, lalu masak, mandi selagi merebus air panas, menuangkannya di dalam ember dan membawanya masuk ke dalam kamar mandi, masakan sudah ia letakkan di atas meja dengan menu seadanya beserta peralatan piring dan gelas milik Haris.
"Ohh ya ampun, aku lupa memeriksa persediaan obat." slah satu aktivitas Maya sebelum berangkat, ia akan menyiapkannya obat di atas piring khusus sebagai wadah obat yang sudah di keluarkan dari pembungkusnya.
Tak mungkin balik kembali ke rumah kontrkannya, Maya memilih mengirim pesan kepada Haris.
Maya memperhatiakan kartu milik Haris.
"Kamu lebih membutuhkan obatmu Mas, dari pada soal perut."
****
Info sedikit:
Saya merevisi sedikit di part Bab 1 dan Bab 2. Hanya untuk memperjelas tentang nafkah lahir batin yang Haris berikan.
Bab 1
Sudah tiga tahun Haris tidak bekerja tetap dan tidak memiliki gaji bulanan karena penyakitnya. Hanya mengandalkan hasil dari tulisan di media online dengan hasil yang tak seberapa dan hanya cukup untuk menebus obat tidak sepenuhnya.
Bab 2
Maafkan aku, aku telah gagal menjadi suami yang sempurna. Aku tidak bisa berdebat dengan Mama untuk membelamu. Bahkan, aku pun tak mampu mencukupi kebutuhan tiap bulannya dan aku tak bisa memberikan nafkah batin kepadamu." Haris berkata dengan lirih.
Bersambung ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Danny Muliawati
dg kesabaran Maya smga ada khikmah yg indah
2024-05-10
0
semaumu aja
maaf tanpa tindakan itu omong kosong
2024-05-01
0
semaumu aja
nggak bertanggung jawab sekali anda pak Haris playing victim lagi
2024-05-01
1