Bibir Meili melengkung membentuk senyuman melihat selembar kertas yang sekarang berada di tangannya. Hasil ulangan beberapa hari yang lalu sudah keluar, dan nilainya di urutan no 39 dari jumlah 40 murid.
"Mending lah dari pada urutan paling bawah."
Ia terkikik, karena usaha kerasnya membuahkan hasil meskipun hanya sedikit. Tapi kemudian senyum itu luntur saat mengingat perkataan papanya.
"Kalau nilainya masih segini pasti Papa masih marah, untung ini masih ujian biasa. Tapi kalau nanti ujian kenaikan kelas bagaimana?"
Meskipun ia sudah biasa menerima kemarahan papanya di setiap kenaikan kelas karena nilainya yang amburadul, tapi ia tetap merasakan takut.
Ia lalu melirik lembar ujian milik Tasya yang berada di sebelahnya, tidak perlu di ragukan lagi. Sahabatnya itu mendapatkan nilai hampir sempurna dan berhasil menduduki peringkat pertama.
"Ya ampun kenapa sih Tuhan nggak adil banget? Tasya udah cantik pinter lagi. Lah kalau aku, udah tumbuh gak tinggi-tinggi otak cuma setengah lagi." gumamnya dalam hati.
"Kamu kenapa?"
Tasya heran melihat sahabatnya yang bermuram durja.
Meili menunjukkan lembar ujiannya. "Jauh banget nilainya sama kamu!"
Tasya tersenyum mendengar itu. "Sabar, kalau rajin belajar nanti pasti bisa bagus nilainya." Ia mencoba membesarkan hati temannya.
Dan hanya mendapatkan anggukan kepala dari Meili.
Ting.
Sebuah pesan masuk di ponsel milik Tasya. Gadis itu menghembuskan nafasnya setelah membuka pesan dan membacanya.
"Siapa?"
Meili melihat perubahan raut wajah pada sahabatnya, seperti seseorang yang terbebani setelah membaca pesan di ponselnya.
"Oh, nggak. Bukan siapa-siapa, cuma teman." Jawabnya dengan tersenyum. "Ayo kita ke kantin!" ajaknya.
"Ok," sahut Meili.
Mereka kemudian beranjak dari sana setelah menyimpan hasil ujian mereka ke dalam tas masing-masing.
Ketika mereka hampir tiba di kantin Tasya tiba-tiba berhenti. "Meili, aku ke toilet dulu ya. Pesenin dulu aja kayak biasanya," ia lalu pergi dari sana.
Sedangkan Meili melanjutkan langkahnya ke kantin.
*
*
Di halaman belakang sekolah.
Deg.
Hati Tasya, rasanya berdetak dengan cepat. Ia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya. Ia hanya bisa diam dan meremas tangannya yang saling bertautan.
Sedangkan laki-laki di hadapannya terus menatap ke arah Tasya. "Jika nggak bisa memberi jawaban sekarang nggak apa-apa." ujarnya. "Jangan di buat beban." Setelah mengatakan itu ia berniat beranjak pergi.
"Kak Raka!"
Suara Tasya menghentikan langkah Raka.
Ya, laki-laki yang bersama Tasya adalah Raka. Seseorang yang beberapa menit lalu telah menyatakan perasaanya pada gadis yang sudah mencuri hatinya sejak pertama melihatnya sebagai murid baru.
"Maaf," lirih Tasya tidak berani melihat ke arah Raka. "Aku nggak bisa," imbuhnya.
Jujur saja ia tidak bisa menerima perasaan Raka, yang notabanenya kakak kelas. Ia selama ini hanya menganggap Raka sebagai teman tidak lebih, meskipun Raka begitu perhatian dan sering mengirimi ia pesan.
Raka menganggukkan kepalanya, tidak ada rasa marah di hatinya karena cintanya di tolak. Ia menyadari mengungkapkan perasaan tidak selalu harus di terima. "Tidak apa-apa."
Tasya seketika mengangkat pandangannya hingga bisa melihat wajah tampan Raka tapi belum bisa mencuri hatinya.
"Meskipun kita tidak bersama, setidaknya kita masih berteman. Atau mungkin bukan hari ini kita bersama, tapi di lain waktu." Raka berlalu dari hadapan Tasya.
Tasya menggigit bibir bawahnya kuat-kuat melihat punggung Raka kian menjauh. "Andai saja kakak adalah dia!" gumamnya.
Seseorang yang perlahan sudah mengisi di hatinya, namun ia hanya bisa memendamnya dalam hati.
*
*
"Lama banget deh!"
Meili bersungut-sungut. Bakso yang tadi ia pesan hampir mendingin karena terlalu lama di diamkan.
"Maaf," Tasya tidak enak hati. Tapi rasa tidak enak hati itu kemudian menghilang setelah melirik mangkok Meili yang ternyata sudah tinggal setengah.
"Aku tarik ucapan maaf ku deh," ia kemudian duduk di samping Meili. Menarik mangkok bakso miliknya, dan akan memakannya walaupun rasanya tidak akan senikmat ketika sewaktu panas.
"Kok gitu?" heran Meili.
"Aku pikir kamu nungguin aku makan baksonya, ternyata udah tinggal setengah." cetus Tasya.
Meili hanya tersenyum menunjukkan deretan giginya yang putih. "Nggak kuat nahan laper."
...----------------...
...Neng Tasya, udah ada yang pasti malah nungguin yang abu-abu 🤭...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Anastasya Fidiani
lanjut
2022-03-12
1
Phoenix VR
alamat g' dpt ke2nya dia 😁
2022-03-12
5
Alivaaaa
Nathan kan jodohnya Jessy 🥰🥰 dan Raka ditolak sama Tasya akhirnya Raka berlabuh kehatinya Meili 😍😍😅😅😅
2022-03-12
8