Safira baru saja sampai di apartemennya pukul delapan malam. Wanita yang tengah berbadan dua itu menjatuhkan tubuhnya di atas sofa empuk di ruang tamu. Maniknya terpejam menikmati sejuknya ruangan oleh angin malam yang masuk dari arah balkon. Pekerjaannya di butik cukup padat hari ini, membuatnya dengan mudah terlelap.
Sadar masih mengenakan dress dan tidak nyaman dengan tubuhnya yang berkeringat, Safira memaksa berdiri, bersiap untuk mandi. Bibir mungilnya bersenandung sambil menyiapkan handuk dan baju tidurnya.
Bel apartemennya berbunyi, membuat kegiatannya terhenti.
"Siapa itu? Apa itu Alice?" gumamnya.
Tanpa banyak berpikir, wanita itu mendekat ke arah pintu, lalu membukanya.
"Siapa?" sahutnya saat melihat seorang pria bertubuh besar dan tinggi berdiri membelakanginya. Pria itu memakai mantel hitam, yang sedikit basah membungkus tubuh besarnya. Nampaknya pria itu kehujanan.
Dalam satu gerakan, pria itu berbalik. Menampilkan senyum manis untuknya.
"Selamat malam ibu dari anakku." suara bariton menyapa telinga Safira dengan lembut.
Safira nampaknya masih belum sadar akan siapa pria di hadapannya tersebut. Tetapi dalam hitungan detik, wajah yang teramat familiar ini mengingatkannya akan sosok bajingan yang menghancurkannya beberapa bulan yang lalu.
Manik Safira membulat sempurna, rasa takut dan trauma itu mencuat, membuat kakinya lemas hampir tidak bisa menopang tubuhnya.
Tidak ingin melihat bajingan ini lebih lama lagi, dengan gerakan cepat Safira menutup pintu. Tapi dengan sigap pula pria itu menahan. Tanpa mengerahkan seluruh kekuatannya, pria itu mendorong Safira pelan masuk ke dalam apartemen, lalu menutup pintu dengan kuat.
Pria itu mengurung Safira dibalik pintu, mendekatkan wajah mereka hingga ujung hidung mereka bersentuhan.
"Safira Pramana, kau tidak merindukanku?" suara pria itu lembut menyapa gendang telinganya. Safira memejamkan matanya, tidak sudi menatap pria itu. Kepalanya berpaling membuat pria itu hanya berhadapan dengan pipinya, sementara dengan sekuat tenaga, ia meronta dari cengkeramannya.
Pria itu tersenyum penuh arti, dengan sengaja mengecup pipi Safira, yang mana membuatnya kaget dan menjerit.
"Lepaskan aku! Beraninya kau melakukan itu bajingan!" maki Safira.
Tapi, semakin wanita itu memberontak, semakin Dave senang mempermainkannya. Ya, pria itu adalah Dave. Si bastard yang kita bicarakan tadi.
Entah hanya kebetulan atau inikah yang disebut takdir. Setelah melecehkannya dan mengambil kehormatannya beberapa bulan lalu, kini Dave muncul sebagai calon suami sahabatnya sendiri.
Dave melepas tangan Safira, kemudian beralih memeluk pinggang Safira, sebelum wanita itu lari dari jangkauannya. Safira memukul dadanya bertubi-tubi, pun dengan sekuat tenaga.
"Lepaskan aku! Jangan menggangguku lagi. Biarkan aku hidup dengan tenang." teriak Safira.
"Sst... jangan banyak bergerak sayang. Ingat bayi kita, nanti dia terluka." dengan sengaja Dave menyentuh perutnya yang kini sudah mengeras tetapi masih rata.
Wajah Safira menggelap, keningnya berkerut dalam, menandakan ia sangat marah ketika perutnya dipegang oleh laki-laki ini. Rasanya tidak sudi, bayinya yang suci dijamah oleh pria kotor dan murahan ini.
Dave mengangkat alisnya, cukup terkejut melihat kemarahan wanita itu. Sekali brengsek tetaplah brengsek, dengan lembut tangan besarnya mengusap dari kening hingga pipi wanita itu.
"Ada apa sayang? Kenapa kau sangat marah? Bayi ini juga milikku bukan? Aku berhak atasnya." ucapnya seolah itu adalah hal mutlak tak terbantahkan.
Dave perlahan semakin mendekat, memanfaatkan kelengahan Safira, hingga bibirnya mendarat dengan sempurna di bibir ranum yang sedari tadi menggodanya.
Safira sadar sepenuhnya, lagi, tanpa memikirkan bayinya, dia berontak dari pria itu. Tapi Dave sangat kuat, mengangkat kedua tangan kecilnya di atas kepalanya, sementara tangan kanannya menahan wajahnya.
Pria itu menciumnya lembut, dalam dan penuh buaian. Cukup lama Dave melakukannya, membuat air mata wanita itu luruh, akhirnya pasrah ketika pria yang sama lagi-lagi melecehkannya.
Setelah merasa puas Dave menyudahi kegiatannya, menatap manik Safira penuh arti. Kabut gairah menguasainya sesaat setelah ciuman itu berlangsung. Dave ingin mencicipi Safira lagi, mengulangi hal bejat yang dia lakukan tiga bulan yang lalu.
Air mata Safira diusap dengan lembut, "Jangan menangis sayang. Aku tidak akan menyakitimu." bahkan dengan lancang pria itu mengecup sudut bibir Safira.
Bibir panasnya semakin turun ke daun telinganya, dan berbisik dengan nada sensual, "Aku menginginkanmu lagi sayang. Aku ingin bercinta denganmu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
🍾⃝ͩʜᷞεͧrᷠaͣ☠ᵏᵋᶜᶟ✰͜͡w⃠
uuhh kudu di getok pake centong tuh si Dev..
2022-03-27
0
oyen
wanita selalu kalah...
tendang aja junior nya sampai pecah telur biar gak sombong lagi
2022-03-20
2
Yunia Afida
emang bastrat tu dave
2022-02-21
2