...***...
Sore itu hujan turun sangat deras. Sambil memandang jendela, Nathan menatap keluar melihat taman di samping rumahnya sambil memegang secangkir coklat panas. Jujur, ia resah dan bertanya kepada dirinya sendiri. Ada apa dengan hatinya dan mengapa ia selalu merasa gelisah, setelah mengatakan dengan jujur kalau ia mencintai Widya, tetapi gadis manis itu masih belum bisa menerima perasaannya hingga membuat hatinya semakin bimbang dan putus asa.
Suara petir yang menggelegar, membuat lelaki itu tersentak, dan hampir saja mengumpat kalau saja dirinya tidak takut kualat. Salah satu sudut bibirnya tertarik ke atas, membentuk senyuman miris yang membuatnya nyaris menangis. Nathan merasa alam pun ikut menertawakan dirinya, seolah alam semesta mendukung hatinya yang merana.
Hujan itu tak kunjung reda dan semakin turun dengan derasnya, sedangkan Nathan masih bergeming di tempatnya. Ia masih berpikir bagaimana caranya meyakinkan Widya tentang perasaannya, bahwa di lubuk hatinya dia sangat mencintai Widya. Hingga kedatangan adik laki-lakinya yang masuk kamar Nathan tanpa permisi, membuyarkan lamunan Nathan.
"Bang, bantuin Evan ngerjain PR, dong!"
Nathan menoleh, lalu membalikkan tubuhnya menghadap sang adik. "PR apa?" tanyanya.
"Matematika."
Nathan mendengus, walaupun dirinya malas, tetapi dia harus membantu adiknya. Evan memang tidak sepandai adik kembarnya—Ellen. Makanya Nathan harus lebih ekstra untuk mengajarkan adiknya itu. Untuk sejenak ia melupakan Widya, lalu beralih menjadi guru privat untuk adiknya.
***
Matahari memancarkan sinarnya yang terang, menyinari bumi dengan hangat setelah semalam kedinginan diguyur hujan. Pagi ini, Nathan akan pergi ke kampus dengan mengendarai motor sport-nya. Niat hatinya ingin menjemput matahari tercinta, siapa lagi kalo bukan Widya. Nathan berpikir, jika menggunakan motor akan lebih romantis di perjalanan nanti.
Dengan hati yang berbunga-bunga Nathan melangkah menuju meja makan yang ada di lantai bawah. Di sana sudah ada mama dan kedua adik kembarnya sudah duduk manis.
"Wah, wajah Abang pagi-pagi cerah sekali! Seperti orang menang lotre," ledek Ellen pada Nathan.
Nathan mencebikkan bibirnya, lantas menarik kursi kosong yang berada di samping mamanya untuk ia duduki. "Pernyataan macam apa itu? Bukankah aku memang selalu ceria?" jawab Nathan santai.
"Halah, biasanya juga wajahnya ditekuk kayak dompet emak-emak komplek!” celetuk Evan sambil cekikikan ikut meledek abangnya.
"Eh, kok, pada main ledek-ledekan, sih?" hardik Liana pada anak kembarnya, lalu beralih pada Nathan. Seulas senyuman penuh arti yang ia lontarkan pada Nathan, cukup menunjukkan jika hatinya merasa senang melihat Nathan yang begitu semringah, tidak lagi muram seperti semalam. Ya, semalam Liana memergoki Nathan yang melanjutkan lamunannya di tepi kolam renang. Liana tahu, Nathan tengah dilanda malarindu.
"Pagi-pagi, tuh, emang harus semangat, ya, Bang!" imbuh Liana.
"Betul banget, tuh, Mah,” sahut Nathan seraya mengacungkan kedua jempolnya. Liana pun terkekeh pelan.
"Ya, sudah. Ayo, kita sarapan!” titah sang mama.
Ellen dan Evan langsung mengambil roti yang sudah diolesin dengan selai kacang, sedangkan Nathan menyendok nasi goreng dan telur ceplok kesukaannya. Mereka pun sarapan dengan nikmat tanpa berbincang.
Usai drama sarapan pagi itu selesai, Nathan memacu motor sport-nya dengan kecepatan pelan. Walaupun ia berharap tidak keduluan oleh Harsa atau mungkin Widya berangkat bersama Bowo—papanya Widya. Nathan juga harus mementingkan keselamatan, ngebut di jalan bukan cara yang aman untuk mencapai tujuan.
"Gue harus gerak cepat, sebelum hati Widya direbut lagi sama si curut itu," batin Nathan, menyamakan Harsa dengan hewan pengerat yang suka mengendus tersebut.
Di sepanjang perjalanan, Nathan bersenandung ria. Menyanyikan lagu 'Separuhku' miliknya grup band 'Nano'. Lagu itu seolah menggambarkan suasana hatinya saat ini. Hatinya terasa hampa, separuh jiwanya telah dicuri oleh makhluk yang bernama cinta. Nathan merasa hidupnya tidak akan lengkap tanpa adanya Widya.
Setelah berhasil membelah jalanan ibu kota yang ramai lancar. Sampailah pemuda tampan itu di depan rumah Widya. Seketika si empunya rumah yang baru saja keluar pun terkaget melihat kedatangan Nathan yang tidak seperti biasanya, menggunakan motor sport dengan gaya stylish ala-ala badboy. Mengenakan kaos polo yang dipadukan dengan kemeja panel tanpa dikancing, dan celana jeans belel dengan sedikit sobekan di lututnya. Tidak ketinggalan sepatu sneaker kesayangannya. Nathan terlihat lebih fresh dari biasanya.
Senyuman merekah segera terbit dari bibir Nathan, ketika melihat pujaan hatinya begitu memesona dengan kemeja putih dan celana bahan berwarna biru, serta blazer yang senada dengan celananya. Begitu cantik dan anggun di mata Nathan. Lelaki itu melepaskan helm yang melindungi kepalanya, lalu disimpan di depan tubuhnya.
"Sayang, lo cantik banget hari ini!” puji Nathan. Ia sapukan pandangannya dari atas sampai bawah tubuh Widya. Dengan gaya tengilnya Nathan menjentikan jarinya, berlagak seperti pesulap Romi Rafael dengan jargon andalannya ‘sempurna'.
"Apaan, sih, Nath! Memangnya gue cantiknya hari ini doang?" Widya pura-pura merajuk, memalingkan wajahnya ke arah lain guna menyembunyikan semburat merah yang ia yakini sudah memenuhi wajahnya yang tersipu.
Nathan terkekeh pelan, lalu turun dari motornya. Berjalan menghampiri Widya yang masih berdiri di depan teras rumahnya. Menatap gadis yang tengah merajuk sambil melipat tangan di depan dada. "Dengar, ya, Sayangku, Cintaku!" Nathan meraih bahu Widya, mengarahkan tubuh mungil itu agar menghadapnya. Kedua netra itu kini saling tatap, sebelum Nathan kembali berucap, "Di mata gue, lo itu selalu cantik. Kapan pun dan di mana pun. Terutama di hati gue yang paling dalam," Nathan menunjuk dadanya sendiri, lalu sedikit membungkukkan tubuhnya sehingga wajahnya lebih mendekat pada wajah Widya. Sontak Widya menarik mundur kepalanya. Tak ayal, wajahnya merona dengan kelakuan Nathan.
Melihat perubahan raut muka Widya, Nathan pun berceloteh. “Eh, Wid, kenapa muka lo jadi berubah kayak kepiting rebus?” ledek Nathan sambil tertawa terbahak-bahak. "Tapi lucu, gue suka," tambah Nathan di sela tawanya. Tidak terima dengan ledekan Nathan, Widya pun memukul lengan Nathan dengan modul yang dibawanya. Pun menepis tangan Nathan yang masih betah bertengger di bahunya.
"Lo jahat banget, sih, Nath! Nyamain muka gue kayak kepiting rebus," kesal Widya sembari melangkah lebih dulu meninggalkan Nathan seorang diri.
"Eh, mau kemana?" Pandangan Nathan mengikuti gerak langkah Widya yang tertuju ke motornya.
"Ke kampus, lah. Lo mau jemput gue, 'kan?"
Senyum Nathan sontak mengembang, ia lekas berlari kecil mendekati sang pujaan hati. "Iya, dong. Mari, Tuan putriku!" Nathan menyodorkan helm yang sudah ia bawa sebelumnya. Widya meraih helm itu, lalu memakainya.
"Mau gue pakein?" Tangan Nathan mengambang di udara, ketika kepala Widya mundur pertanda menolak pertolongan Nathan. "Ya udah, kalau nggak mau." Nathan menurunkan tangannya lemas, wajah kecewanya terlihat begitu jelas.
"Ayo, jalan!" ajak Widya ketus.
"Iya." Nathan menjawab malas, lalu bergegas menunggangi kuda besinya. Diikuti oleh Widya yang membonceng di belakangnya.
...***...
Kalau Widya nggak mau, othornya aja yang dipakein helm, Nath! 😅😅
🙋: Ini pasti pada nggak sabar, kapan Widya menentukan pilihan, kan? Sama, othornya juga udah nggak sabar.
💆♂️ : Eh, gimana? Emang yang nulis sape? Situ othornya, tinggal tulis besok jadian ape susahnya? 🙄
🙋: Nggak secepat itu, Juminten! Kita sepuluh orang, mesti rempugan dulu. Mau siapa, nih, jodohnya Widya 🤣🤣
💆♂️: What's the meaning of 'rempugan'? 🤔
🙋: Hanya othor yang paham 🤭🏃♀️🏃♀️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
HeniNurr (IG_heninurr88)
Nathan bucin akut
2022-06-28
1
Ani Aira
lagunya ky gimana Thor baru tau group band Nano🤔
2022-03-12
1
Ani Aira
mestakung ya Nath
2022-03-12
0