Bab 4

...***...

Nathan kesal melihat Widya lebih perhatian ke Harsa.Ia pun meninggalkan area book fair tersebut menuju mobilnya. Masih dengan bibirnya yang menggerutu kesal, sebab Widya pulang diantar Harsa. Setelah kurang lebih satu jam perjalanan, Nathan pun sampai di depan rumahnya yang disambut oleh si kembar—Evan dan Ellen, serta mamanya.

"Bang Nath, kenapa, sih, wajahnya ditekuk begitu? Kayak dompet tanggung bulan aja!" seru salah satu adik kembarnya—Ellen. Nathan hanya merespon dengan pandangan malas, merotasikan kedua bola matanya lalu menjawab bohong. Dia sudah mengira, ia pasti akan di-bully bila bercerita sejujurnya.

"Nggak ada apa-apa, sih. Capek doang. Secara, 'kan, Sentul itu lumayan jauh! Belum lagi macetnya," kilah Nathan.

"Yakin, nih, cuma macet doang? Nggak ada yang lain semisalnya ditinggal ama gebetan, gitu?" ceteluk Evan mengejek abang tampannya, diikuti oleh tawa mengejek pula dari adik kembarnya yang perempuan.

"Hush! Nggak boleh gitu sama abang!" hardik Liana.

Nathan berdecak, "Tau, nih. Emang ada apaan, sih? Kepo banget!" Kedua matanya melotot ke arah kedua adiknya bergantian. "Dah, ah, masuk dulu, mau mandi. Lengket banget, nih, badan!" Nathan melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, tetapi Liana memanggilnya lagi. Membuat langkahnya pun jadi terhenti.

"Bang, kenapa? Bete banget, ya? Sampai mama nggak disapa," tanya Liana merasa aneh dengan sikap anaknya. “Orang pulang dari acara book fair itu senang. Ini pulang-pulang malah kayak koran kusut saja mukanya.”

"Ih, Mama kenapa, sih? Kok, ngomongnya gitu banget. Mau ikutan ngeledekin Nathan? Segala ngatain anaknya sendiri kayak koran kusut!” Tanpa berbalik badan Nathan menanggapi pertanyaan mamanya dengan nada ketus.

“Lah, emang iya, toh! Kok, kamu ngomongnya ketus gitu sama mama?"

Nathan menghela napasnya kasar, tubuhnya berbalik menghadap Liana. Kedua bahunya melemas seraya menatap mamanya dengan tatapan menyesal. Ia yang kesal dengan kedekatan Harsa dan Widya, malah melampiaskannya kepada keluarganya.

"Sorry, Ma! Nathan nggak apa-apa, kok. Beneran cuma capek," sesal Nathan dengan nada lebih lembut. Senyuman tipis ia sematkan di bibirnya, sebagai tanda jika dia baik-baik saja.

"Ehm ... ya sudah, kalau nggak ada apa-apa." Liana membalas senyuman Nathan, "sana masuk! Mandi, makan, terus istirahat, ya! Kamu lelah, kan?" perintah Liana penuh perhatian. Senyuman hangat masih setia menghiasi wajah cantiknya.

Nathan pun mengangguk, ia menuruti perkataan mamanya. Namun, sebelum berbalik badan dan pergi, lelaki bermata sipit itu melangkah menghampiri Liana, lalu memeluknya dengan erat. "Thank's, Mam!" ucapnya lirih. Liana hanya mengusap punggung Nathan dengan lembut, sebelum kemudian pelukan itu terurai kembali.

"Aku, kok, nggak dipeluk?" celoteh Ellen dengan bibir manyun.

"Aku juga mau dipeluk," timpal Evan tidak mau kalah.

Nathan mencebikkan bibirnya, tetapi senyuman usil terbit setelahnya. Ia merentangkan kedua tangannya, "Sini abang peluk!" ucapnya kepada kedua adiknya. Tanpa berpikir lama, mereka pun masuk ke dalam pelukan sang kakak.

Liana tersenyum senang, ia bahagia melihat anak-anaknya hidup rukun dan saling sayang.

***

Setelah mandi, makan, dan beristirahat sejenak. Nathan mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Ia ingin menghubungi seseorang, yang katanya sahabat, tetapi rasa pacar. Siapa lagi kalau bukan Widya Putri Esmeralda. Gadis manis nan cantik jelita, yang sudah menjadi sahabatnya semenjak dari SMA.

Menekan nomor Widya, ia memulai panggilannya. Walaupun cukup lama diangkat di seberang sana.

"Hallo, Nath." Setelah menunggu sedikit lama akhirnya terdengar suara Widya. Nathan pun tersenyum, seolah suara itu menjadi menyuplai semangatnya yang sempat berkurang sebelumya.

"Malam, Sayang. Apa kabar? Kangen, deh!" celoteh Nathan sambil merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Benda pipih yang menjadi perantara obrolan mereka masih menempel di telinganya.

"Apaan, sih, Nath? Nggak jelas banget, deh. Gue baru aja pulang abis ketemu lo, ya, kalau lo lupa!" balas Widya sedikit kesal.

"Widih ... ada yang marah. Santai aja kali, Yang! Nggak usah pake ngegas," ujar Nathan lalu tertawa.

Sekali lagi, Widya hanya bisa menghela napas panjang. Menyuplai oksigen sebanyak-banyaknya, untuk stok menghadapi seorang Nathan. "Ada apaan, sih? Udah malam juga, masih ganggu aja, lo! Memangnya lo nggak cape apa? Istirahat sana!" gerundel Widya.

Namun, ocehan Widya tersebut malah semakin membuat sikap konyol Nathan semakin menjadi. "Aciyeee ... udah mulai perhatian, nih!"

"Iih ... Nathan!" Widya semakin geram.

Nathan malah tertawa mendengar omelan Widya. Ia sama sekali tidak marah mendengar omelan Widya yang menurutnya lucu. “Aku kalau hubungin kamu, nggak ada capeknya. Cuma mau tanya aja, jam berapa sampai di rumah, Sayangku, Widya Putri Es—” Belum lengkap Nathan melanjutkan ucapannya, tiba-tiba Widya menyela.

"Udah deh, Nath. Jangan panggil nama lengkap gue atau gue matiin, nih! Gue cape tau, Nath!"

"Napa, sih? Sewot terus kalau sama gue, coba kalau sama Harsa!" Nathan terdengar berdecak kesal. Kata-katanya terdengar lirih, hingga tidak terdengar oleh Widya.

"Lo ngomong apa, sih? Gue nggak denger."

"Udah lewat, nggak ada siaran ulang!"

"Nath!" Widya memberikan peringatan lagi ketika mendengar Nathan kembali berulah.

“Iya-iya. Bukan apa-apa, kok. Eh, selama perjalanan pulang tadi, ngapain aja sama Harsa?” tanya Nathan kepo. Ia merasa harus mengetahui Harsa mengantarkan Widya sampai rumah dengan tepat waktu atau malah memanfaatkannya, membawa Widya berkeliling sejenak sebelum kembali ke rumah. Bisa saja, ‘kan, Harsa memanfaatkan situasi ini untuk mendapatkan perhatian Widya kembali.

Terpaksa, Widya pun menceritakan selama perjalanan pulangnya dengan Harsa. Ia tidak bisa menolak permintaan Nathan, karena ia tahu laki-laki itu tidak berhenti jika keinginannya tidak dipenuhi. Widya menceritakan semuanya. Dari awal perjalanan dari Sentul sampai ke rumah Widya. Tidak tanggung-tanggung, ia juga menceritakan tentang hal-hal yang menurut Nathan menyebalkan. Sudah tentu membuat telinga Nathan panas ketika mendengarkannya.

Entah sengaja atau tidak, Widya bercerita tentang bagaimana perhatian Harsa kepadanya sewaktu di dalam mobil. Di situlah Nathan merasa Widya lebih bahagia dan menaruh perhatian juga ke Harsa. Perasaan itu muncul tiba-tiba. Entahlah, apa ia cemburu atau masih kesal dengan Harsa sebab telah banyak menggores luka di hati Widya. Sahabat yang menjadi tempatnya berkeluh kesah selama ini. Yang pasti, Nathan merasa sedih, karena sekarang Widya lebih dekat dengan Harsa.

Hingga akhirnya panggilan itu pun berakhir dengan persetujuan berdua. Berhubung hari sudah larut malam, dan besok mereka akan memulai kuliah. Panggilan itu menyisakan rasa kesal dan sesak di hati Nathan. Apalah daya, niat hati menghubungi Widya ingin menertalkan perasaannya, tetapi malah semakin memperkeruh saja.

***

Waktu pun berlalu begitu cepat. Widya dan Harsa semakin hari semakin dekat saja, membuat Nathan akhirnya bertanya kepada Widya.

"Widya, apa lo masih ada rasa sama Harsa?” tanya Nathan menghampiri Widya yang kebetulan ada di kantin.

"Apaan sih lo, Nat. Datang-datang nanya sembarangan!” kesal Widy mencebikkan bibirnya.

“Jawab gue, Wid!” pinta Nathan memaksa Widya menjawab pertanyaannya.

Meletakkan sendok ke mangkuk yang berisi bakso, Widya pun berkata, “Ya, nggak lah. Kenapa, sih, lo itu mikirnya sampai ke situ? Apa jangan-jangan, lo cemburu, ya, lihat gue dekat ama Harsa?” tanya Widya menatap Nathan.

Pertanyaan Widya membuat Nathan salah tingkah. Laki-laki itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

“Please, Nath, jauhkan pikiran negatif, lo, ya! Gue itu sama Harsa hanya teman biasa aja, dan asal lo ingat, ya, Nat. Hati gue ini masih sakit dengan kenyataan kalo dia cuma mempermainkan perasaan gue waktu itu!” Widya menepuk-nepuk dadanya. Dengan mata memerah, Widya kembali berkata, “Sakit, Nat. Asal kamu tahu, hati ini ibarat kaca. Jika sudah hancur berkeping-keping akan susah menjadi utuh seperti sediakala. Dan walaupun bisa, akan terlihat berbekas. Gue, nggak bisa melupakan akan hal itu.”

Pengakuan Widya baru saja membuat Nathan tersenyum. Ia pun kembali meraih mangkuk bakso yang ada di hadapan Widya. Membujuk gadis itu kembali makan. Ia sudah merasa tenang dengan jawaban Widya. Menjelang sore mereka memutuskan kembali ke rumah kebetulan tidak ada jadwal kegiatan lagi yang harus diikuti.

...***...

Aciyeee ... udah mulai bertunas benih-benih cintanya Nathan.

Dilanjut besok, ya! Othornya mau menyiapkan diri dulu buat mendengar isi hati Nathan, terima atau jangan? 😅😅

Bye....

Jangan lupa tinggalkan jejak, kawan 🥰

Terpopuler

Comments

LDR⃟ 😎

LDR⃟ 😎

awal baca

2022-03-04

0

Ani Aira

Ani Aira

" curhat dong thor" reader said

2022-02-15

0

Ani Aira

Ani Aira

klo bener seperti itu kenapa kamu seolah memberi kesempatan sm Harsa

2022-02-15

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 BAB 5
6 BAB 6
7 BAB 7
8 BAB 8
9 BAB 9
10 BAB 10
11 BAB 11
12 BAB 12
13 BAB 13
14 BAB 13.1
15 BAB 14
16 BAB 14.1
17 BAB 15
18 BAB 16
19 BAB 17
20 BAB 18
21 BAB 19
22 BAB 20
23 BAB 21
24 BAB 22.1
25 BAB 22.2
26 BAB 23
27 BAB 24.1
28 BAB 24.2
29 BAB 25
30 BAB 26
31 BAB 27
32 BAB 28
33 BAB 29
34 BAB 30
35 BAB 31
36 BAB 32
37 BAB 33
38 BAB 34
39 BAB 35
40 BAB 36
41 BAB 37
42 BAB 38
43 BAB 39
44 BAB 40
45 BAB 41
46 BAB 42
47 BAB 43
48 BAB 44
49 BAB 45
50 BAB 46
51 BAB 47
52 BAB 47.1
53 BAB 48
54 BAB 49
55 BAB 50
56 BAB 51
57 BAB 52
58 BAB 53
59 BAB 54
60 BAB 55
61 BAB 56
62 BAB 57
63 BAB 58
64 BAB 59
65 BAB 60
66 BAB 61
67 BAB 62
68 BAB 63
69 BAB 64
70 BAB 65
71 BAB 66
72 BAB 67
73 BAB 68
74 BAB 69
75 BAB 70
76 BAB 71
77 BAB 72
78 BAB 73
79 BAB 74
80 BAB 75
81 BAB 76
82 BAB 77
83 BAB 78
84 BAB 79
85 BAB 80
86 BAB 81
87 BAB 82
88 BAB 83
89 BAB 84
90 BAB 85
91 BAB 86
92 BAB 87
93 BAB 88
94 BAB 89
95 BAB 90
96 BAB 91
97 BAB 92
98 BAB 93
99 BAB 94
100 BAB 95
101 BAB 96
102 BAB 97.1
103 BAB 97.2
104 BAB 97.3
105 BAB 98
106 BAB 99
107 BAB 100.1
108 BAB 100.2
109 BAB 101
110 BAB 102
111 BAB 103
112 BAB 104
113 BAB 105
114 BAB 106
115 BAB 107.1
116 BAB 107.2
117 BAB 108
118 BAB 109
119 BAB 110
120 BAB 111
121 BAB 112
122 BAB 113
123 BAB 114
124 BAB 115
125 BAB 116
126 BAB 117
127 BAB 118
128 BAB 119.1
129 BAB 119.2
130 BAB 120
131 BAB 121
132 BAB 122
133 BAB 123
134 BAB 124
135 BAB 125
136 BAB 126
137 BAB 127
138 BAB 128
139 BAB 129
140 BAB 130. END
Episodes

Updated 140 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
BAB 5
6
BAB 6
7
BAB 7
8
BAB 8
9
BAB 9
10
BAB 10
11
BAB 11
12
BAB 12
13
BAB 13
14
BAB 13.1
15
BAB 14
16
BAB 14.1
17
BAB 15
18
BAB 16
19
BAB 17
20
BAB 18
21
BAB 19
22
BAB 20
23
BAB 21
24
BAB 22.1
25
BAB 22.2
26
BAB 23
27
BAB 24.1
28
BAB 24.2
29
BAB 25
30
BAB 26
31
BAB 27
32
BAB 28
33
BAB 29
34
BAB 30
35
BAB 31
36
BAB 32
37
BAB 33
38
BAB 34
39
BAB 35
40
BAB 36
41
BAB 37
42
BAB 38
43
BAB 39
44
BAB 40
45
BAB 41
46
BAB 42
47
BAB 43
48
BAB 44
49
BAB 45
50
BAB 46
51
BAB 47
52
BAB 47.1
53
BAB 48
54
BAB 49
55
BAB 50
56
BAB 51
57
BAB 52
58
BAB 53
59
BAB 54
60
BAB 55
61
BAB 56
62
BAB 57
63
BAB 58
64
BAB 59
65
BAB 60
66
BAB 61
67
BAB 62
68
BAB 63
69
BAB 64
70
BAB 65
71
BAB 66
72
BAB 67
73
BAB 68
74
BAB 69
75
BAB 70
76
BAB 71
77
BAB 72
78
BAB 73
79
BAB 74
80
BAB 75
81
BAB 76
82
BAB 77
83
BAB 78
84
BAB 79
85
BAB 80
86
BAB 81
87
BAB 82
88
BAB 83
89
BAB 84
90
BAB 85
91
BAB 86
92
BAB 87
93
BAB 88
94
BAB 89
95
BAB 90
96
BAB 91
97
BAB 92
98
BAB 93
99
BAB 94
100
BAB 95
101
BAB 96
102
BAB 97.1
103
BAB 97.2
104
BAB 97.3
105
BAB 98
106
BAB 99
107
BAB 100.1
108
BAB 100.2
109
BAB 101
110
BAB 102
111
BAB 103
112
BAB 104
113
BAB 105
114
BAB 106
115
BAB 107.1
116
BAB 107.2
117
BAB 108
118
BAB 109
119
BAB 110
120
BAB 111
121
BAB 112
122
BAB 113
123
BAB 114
124
BAB 115
125
BAB 116
126
BAB 117
127
BAB 118
128
BAB 119.1
129
BAB 119.2
130
BAB 120
131
BAB 121
132
BAB 122
133
BAB 123
134
BAB 124
135
BAB 125
136
BAB 126
137
BAB 127
138
BAB 128
139
BAB 129
140
BAB 130. END

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!