...Heiii, hei ... SAUC muncul lagi. Nggak bosen, kan, SAUC update tiap hari? ...
...Jangan bosen, ya. Othornya lagi rajin pengen up terus. Makanya kasih dukungan biar othornya tetap semangat. Biar si Ilhamnya nggak ikut minggat. 🤗...
...***...
Setelah berpisah dengan Cindy di parkiran. Mobil Nathan mulai melaju membelah jalanan kota. Di dalam mobil, Widya tersenyum secerah langit senja dengan pipi merona, karena berhasil memperoleh nilai A+. Ditambah hubungan pertemanannya dengan Cindy yang semakin membaik. Nathan juga sudah mau mengajak gadis itu berbicara lagi, karena biasanya Nathan memang selalu bersikap dingin dan angkuh pada Cindy.
“Sayang, kok senyum-senyum terus dari tadi? mikirin apa, kayaknya senang banget?” Nathan menoleh sebentar ke sisi kiri, kemudian kembali fokus pada laju kendaraannya.
“Gue senang aja akhirnya sikap lo ke Cindy sudah nggak dingin lagi, gue juga senang karena Cindy mau berteman lagi sama gue. Nggak kaya dulu selalu menghindar dan menjauh dari gue.” Widya kembali mengingat hubungan pertemanannya bersama Cindy yang renggang tanpa alasan yang jelas, karena sampai sekarang Nathan tidak menceritakan tentang kelakuan Cindy di masa lalu tentang surat itu.
“Sebenarnya gue yang nyuruh Cindy buat menjauhi lo, Wid. Gue nggak mau gadis picik itu nyakitin lo, lagi. Gue nggak mau lo terluka, dan gue berharap kali ini gadis itu benar-benar berubah." Tentu saja ungkapan itu hanya terlontar dalam hati Nathan.
“Sudah, nggak usah ngomongin perempuan itu lagi! Mending kita ngomongin masalah kita,” ucap Nathan dengan gaya tengilnya. Widya menatap malas ketika melihat wajah Nathan menengok sekilas dengan kedua alisnya terangkat dan sebersit senyuman culas.
“Udah sana, fokus nyetir aja! Nggak usah macam-macam deh, lo!" Widya masih bingung harus menanggapi apa sikap Nathan ini. Sebenarnya Widya sudah cukup nyaman dengan hubungan pertemanannya yang seperti ini dengan Nathan.
“Gue masih nunggu jawaban ‘iya’ dari lo buat nerima gue, Wid.” Nathan berucap masih dengan senyum usil di bibirnya. Niatnya bercanda, tetapi semoga saja Widya lagi lupa, lalu bilang 'iya'.
Namun, Widya masih bergeming. Sama sekali tidak menganggap hal itu sebagai candaan. Widya masih gamang akan perasaannya sendiri. Hingga mobil yang mereka kendarai sudah terparkir rapi di depan pagar rumah Widya, gadis itu tidak menyadarinya.
“Wid, udah nyampe, nih. Lo gak mau turun?” Nathan menyentuh bahu Widya hingga membuat gadis itu terkejut.
“Eh, udah nyampe, ya?” tanya Widya, pelan namun masih dapat didengar Nathan.
“Lo, sih, melamun. Jadi, nggak sadar, 'kan, kalau kita sudah sampai. Lo mikirin apa, sih? Omongan gue yang tadi nggak usah lo pikirin!” Nathan berbicara seraya mengusap pucuk kepala Widya. "Gue cuma bercanda, gue bakal nunggu lo sampai lo siap. Kapan pun itu,” sambung Nathan lagi. Senyuman tulus terbit di bibir Nathan.
Widya hanya mengangguk lemah kemudian turun dari mobil dan berkata, “Gue masuk dulu, ya, Nath. Lo mau mampir, nggak?” tanyanya.
“Nggak, Sayang. Gue langsung aja. Salam, ya, buat ayah dan bunda!" Nathan pun pergi meninggalkan Widya yang masih berdiam di halaman rumahnya dengan sejuta kecewa karena Widya masih saja belum mau menerimanya.
***
Pagi yang cerah di pusat kota Jakarta. Seperti biasanya ibu kota ini selalu disibukkan dengan hiruk pikuk laju kendaraan yang tidak pernah ada hentinya. Masalah klasik kota Jakarta itu tiada lain, kalau bukan polusi udara dan kemacetan lalu lintas. Jangan sebut namanya Jakarta kalau tidak ada kata ‘macet' dan ‘polusi udara’! Pagi ini seperti biasanya, Kartika dengan semangat empat limanya pergi ke kampus memakai tas ransel kesayangannya keluar dari kamar dengan sedikit tergesa. Ia bangun kesiangan karena semalaman harus mempersiapkan bahan untuk presentasi.
“Tika, jangan grasah grusuh! Ayo, sarapan dulu!” titah mamanya Kartika yang melihat kepanikan anaknya pagi ini.
“Tika udah telat banget, nih. Hari ini ada dosen killer yang masuk.” Dengan membawa beberapa buku di tangan kirinya, gadis itu tetap menuju meja makan untuk berpamitan seraya mencium punggung tangan mama dan papanya. “Ini aja, Ma, buat pengganjal perut,” ucapnya kemudian meminum segelas susu dan mengambil selapis roti berisi selai kacang yang menjadi favoritnya kemudian berlari menuju ke luar rumah. Hal itu membuat papa dan kedua adik Kartika menggelengkan kepala dan tersenyum lucu melihat kelakuan Kartika.
“Tika berangkat, ya, Ma, Pa, Dek. Assalamualaikum,” teriaknya di depan pintu rumah.
Sesampainya di garasi, ia berniat mengeluarkan kuda besi yang selama ini selalu mengantarnya kemana-mana. Gadis itu mengernyit dalam, ketika melihat ban motornya terlihat lebih tipis dari biasanya. “Mama ... Papa ... ban motor Tika kempes. Gimana, nih?” Teriakan panik Kartika membuat semua orang yang ada di ruang makan berlari keluar rumah.
"Kirain ada apa? Ngagetin aja, kamu!" sentak sang mama ketika melongok ban motor Kartika.
"Tika udah telat, Ma!" dengus Kartika.
“Ya, sudah, kamu berangkat bareng papa saja! Tapi sebelum mengantarkan kamu, kita antar adik-adik kamu ke sekolah lebih dulu.” Papa memberi solusi.
“Nggak akan keburu, Pa. Aduh ... gimana, dong?” Kartika yang mulai panik berpikir sambil menggigit kuku jarinya. Hal itu membuat sang mama gemas pada anaknya.
“Ih, jorok kamu, Tik!” seru mama sambil menepis jari putrinya yang dimasukkan ke dalam mulut.
Kartika berdesis, “Ya udah deh, Ma, Tika pesan ojek online aja.” Kartika mengambil handphone dari saku celananya, menggulirkan layar mencari aplikasi ojek online yang sudah dia install, tetapi setelah sepuluh menit menunggu tidak ada satu ojek online pun yang mengambil orderannya.
“Aduh, Ma ... gimana, nih, orderan aku kok nggak diambil-ambil sama kang ojol. Ini juga ban motor, pake acara bocor segala, lagi!” omel Kartika pada motornya.
“Gimana kalau kamu naik busway aja!” saran mama agar putrinya merasa tenang.
Merasa mendapat angin surga karna saran mamanya akhirnya Kartika dapat tersenyum tenang, “Oke, Ma, Tika ke halte depan aja, deh. Mau naik busway. Tika berangkat, ya, Ma, Pa. Assalamualaikum.”
“Waalaikumusalam," jawab semua orang sembari menatap punggung Kartika yang menjauh dari sana.
Setelah lelah berlari selama kurang lebih sepuluh menit, akhirnya Kartika pun sampai di halte dengan napas terengah. Namun, ia pun juga terkejut karena melihat keberadaan Zakir di sana yang juga sedang menunggu bus datang. Kartika yang merasa memiliki teman seperjuangan yang juga menggunakan angkutan umum mendekat menghampiri Zakir dan menepuk bahu pria itu.
“Hey, lo naik busway juga, Zak? Mobil lo ke mana?” tanya Kartika yang membuat Zakir terlonjak kaget, lalu menghadap ke arah Kartika.
“Eh, elo, Tik. Bikin kaget aja. Gue pikir siapa yang nepok bahu gue.” Zakir berkata ketus, tetapi sejurus kemudian terperangah melihat penampilan Kartika hari ini. Gadis itu memakai blouse dan straight pants yang membuat tampilannya terlihat lebih dewasa dan elegan.
“Kenapa tu muka cengok gitu? Ada yang aneh, ya, sama penampilan gue?” Kartika mulai memperhatikan penampilannya sendiri, lalu merapikan rambutnya yang berantakan karena berlari tadi. Zakir hanya tersenyum menanggapi.
“Ini pasti gara-gara tadi gue lari. Kesel tau, nggak? Hari ini gue kesiangan, terus ban motor gue bocor. Mana ada presentasi, dah gitu dosen yang masuk dosen paling killer di jurusan teknik industri,” cerocos Kartika tanpa henti. Membuat senyuman Zakir semakin lebar, karena tidak seperti biasanya gadis pendiam itu mau begitu terbuka dan bicara banyak padanya.
“Tik, kamu hari ini makan berlium, emas, dan titanium, ya?” tanya Zakir pada Kartika, setelah gadis itu berhenti bicara.
“Hah. Apa? Gaje banget! Emang gue Master Limbat sampai makan yang begituan," jawab Kartika kesal karena menurutnya pertanyaan Zakir sungguh tidak masuk akal.
“Lambang kimia titanium apa?” tanya zakir.
“Be.” Kartika menjawab pelan.
“Kalau emas?” tanya Zakir lagi.
“Au.” Kartika masih menjawab malas.
“Yang terakhir, nih. Kalau titanium?” tanya Zakir dengan senyumnya.
“Ti.” Dengan masih merotasikan matanya malas dengan pertanyaan Zakir.
“Terus kalau digabungin jadi apa," tanya Zakir semangat. Dia yakin Kartika bisa menjawab pertanyaannya, karena Kartika unggul dalam pelajaran kimia sewaktu SMA.
Kartika berpikir sejenak. Hingga Zakir yang kembali berucap, “Be-Au-Ti,” ejanya.
Blush! Seketika wajah Kartika menjadi merah merona karena gombalan receh Zakir, tetapi ia berusaha untuk bersikap biasa saja. "Alah ... pagi-pagi sudah ngegombal lo, Zak. Basi tau, gak!” sahut gadis itu seraya mengibas jari tangannya ke udara.
Keheningan terjadi di antara keduanya. Bus yang ditunggu belum datang juga. “Oh, iya, lo belum jawab pertanyaan gue, mobil lo kemana?” tanya Kartika mengalihkan pembicaraan. Menoleh ke samping menatap waja Zakir.
“Mobil gue lagi di bengkel. Biasa lagi sakit dia.” Zakir menjawab santai.
“Terus, kok, gak bareng Harsa aja? Lo, 'kan, satu jurusan sama dia. Lagian rumah lo berdua juga adep-adepan.” Kartika bertanya sambil menoleh ke sisi jalan berharap bus yang mereka tunggu cepat datang.
“Biasa, kali, si Harsa. Pagi-pagi banget sudah stay di depan rumah Widya. Takut keduluan sama Nathan.” Zakir terkekeh geli mengingat kelakuan absurd teman kecilnya itu demi bisa berangkat ke
kampus bareng Widya.
Pembicaraan mereka pun harus terhenti, sebab bus yang sedari tadi mereka tunggu pun akhirnya tiba. Karena kursi penumpang pagi ini sudah terisi penuh, akhirnya Zakir dan Kartika pun hanya bisa berdiri dan berpegangan pada gantungan yang berada di langit-langit busway. Setelah dua puluh menit perjalanan akhirnya mereka pun sampai di halte jalan Salemba Raya Universitas Indonesia. Setelah memasuki area kampus, mereka berdua berpisah menuju fakultas masing-masing. Zakir menuju fakultas ilmu arsitektur sedangkan Kartika menuju fakultas ilmu industri.
***
Saat jam makan siang, ke tujuh sahabat itu berkumpul di kantin kampus, mereka bercerita tentang kesibukan mereka pada saat di dalam kelas. Widya bercerita kepada sahabat-sahabatnya kalau ia dan Nathan berhasil mendapatkan nilai terbaik berkat bantuan Cindy. Sedangkan Karin dan Kartika juga bercerita tentang presentasi mereka yang dibimbing oleh dosen killer.
Berbeda dengan para gadis yang sibuk bercerita. Para pria tetap sibuk dengan ponsel masing-masing, kecuali Zakir yang hari ini begitu terlihat perhatian kepada Kartika. Bahkan makanan dan minuman Kartika hari ini pun yang memesankan adalah Zakir. Pun semua sikap perhatian Zakir ini disambut hangat oleh Kartika dan terbaca oleh para sahabatnya. Karena tidak seperti bisanya Zakir yang bergaya paling slengean bisa bersikap baik dan perhatian pada seorang gadis, terlebih gadis itu adalah Kartika —sahabatnya sendiri.
“Tik, nanti pulang kuliah bareng gue, ya,” ajak Zakir.
“Boleh. Mau naik busway lagi? Mobil lo, 'kan, masih di bengkel.” Kartika mengingat kalau tadi pagi Zakir berkata kalau mobilnya sedang masuk bengkel.
“Tadi mobilnya sudah diantar ke sini sama orang bengkel. Jadi aman, kok. Mau, 'kan, lo pulang bareng gue?” ajaknya lagi. “Oh, iya. Lo, jangan terlalu capek dan banyak begadang! Mata lo udah kaya mata panda, tu.” Nasihat Zakir pada Kartika.
“Makasih, Zak. Lo emang sahabat yang baik,” ujar Kartika.
Percakapan antara Zakir dan Kartika barusan tak luput dari pandangan mata kelima sahabatnya. Membuat Widya, Harsa, Nathan, Edo, dan Karin tidak bisa kalau tidak menggoda mereka berdua.
“Cieee ... ada yang lagi PDKT, nih.” Karin yang pertama berucap sambil mengerlingkan matanya.
“Pepet terus, Zak!” Edo ikut menimpali. Usai meneguk jus yang ada di meja.
“Jangan kasih kendor, Zak!” Nathan memberi semangat.
“Wah, si Bokir udah ada kemajuan,” ledek Harsa.
Sedangkan Widya hanya tersenyum seraya menggelengkan kepala melihat ulah para sahabatnya.
“Apaan, sih, kalian. Kasihan tu Tika, kalian ledekin terus,” ucap Zakir kesal.
“Woii, kita ngeledekin lo, bukan ngeledekin Tika,” timpal Harsa.
Zakir menanggapinya dengan senyum cengengesan, lalu menatap sayu wajah Kartika. Entah mengapa Zakir seperti memiliki rasa yang berbeda pada gadis itu. Ia merasa nyaman jika berada di dekat gadis itu. Rasa ingin memiliki dan rasa ingin selalu melindungi, apalah daya Zakir hanya mampu memendam rasa ini. Mencintai dalam diam karena ia takut akan menyakiti.
...***...
Eaaaak ... pasangan baru muncul lagi, nih.
Yang mau tahu visual mereka, kepoin di ig @eskaer10, ya! Keren, pokoknya 😍
Jangan lupa dukungan like, gift, sama komentarnya, ya. Makasih 🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
HeniNurr (IG_heninurr88)
Zakir... eak... eak... eak... saingannya Deni cagur nih🤣
2022-06-25
1
Ay_katsuki
Tolong yang anak IPA, mana suaranya ini? jelaskan.
Aku anak IPS, bisanya cuma menghayal, karena kita bagaikan bumi dan langit yang tak pernah bisa bersatu. Eaaa 🤣
2022-03-02
2
Ani Aira
wooww...mereka kuliah di Jakun
2022-03-01
1