...***...
Semenjak Nathan mencemooh Cindy dengan kalimat yang merendahkan dirinya, membuat Cindy sempat frustrasi. Ia berpikir untuk berhenti mencintai Nathan, tetapi cintanya lebih kuat dibanding rasa bencinya. Maka ia memutuskan sekali lagi untuk mencoba mendapatkan perhatian dari orang yang ia cintai.
Ia tidak akan menyerah untuk mengejar cintanya dan juga sedikit membalas rasa sakit hatinya. Sebuah kemenangan besar jika suatu saat nanti, Nathan akan berpindah hati padanya. Itu artinya Cindy bisa mendapatkan Nathan sekaligus membuat Nathan menjilat ludahnya sendiri. Maka, apa pun akan ia lakukan demi mendapatkan Nathan.
Belakangan ini, Cindy sengaja berhenti mendekati Nathan. Bukan tanpa alasan gadis itu melakukan hal tersebut, melainkan ia sengaja mengatur strategi agar bisa mendapatkan Nathan dengan cara yang tidak biasa.
Kalau selama ini, ia yang selalu memohon-mohon mengejar cinta Nathan, bahkan sampai merelakan harga dirinya diinjak-injak oleh laki-laki yang membuatnya tergila-gila. Kali ini Cindy tidak akan seperti itu lagi.
Duduk di sebuah kafe sembari menikmati ice Americano, diiringi penampilan live musik yang dimainkan oleh sekelompok band indie, Cindy tersenyum masam menatap gelas yang sejak tadi ada di tangannya. Ia sudah menyusun sebuah strategi yang akan membuat Nathan datang sendiri ke pelukannya, bahkan kalau perlu laki-laki itu bertekuk lutut di hadapannya. Tanpa harus dirinya langsung buang-buang tenaga lagi mengemis cinta.
“Gue harus mengubah penampilan dan tingkah gue biar Nathan bisa jatuh hati sama gue. Kalau emang tipenya seperti Widya, it's okey, gue bakal pura-pura polos kayak Widya,” gumam Cindy. Usai menghabiskan minuman yang ada di hadapannya, Cindy lekas meninggalkan tempat tersebut.
Di tengah perjalanan, Cindy menepikan mobilnya di pinggir jalan. Kebetulan saat dirinya melintas, ia melihat sekelompok orang yang merupakan relawan di kampusnya mengadakan penggalangan dana untuk korban bencana alam. Cindy berpikir ini adalah kesempatan awal menarik simpati Nathan.
Cindy menghampiri salah satu pengurus acara tersebut sedikit berbasa-basi guna memperkenalkan diri. Kedatangan Cindy disambut baik oleh para anggota yang lain.
“Kalau gitu, gue gabung, ya?” ujar Cindy seraya tersenyum ramah pada salah satu pengurus kegiatan itu.
“Yakin, mau gabung?” tanya salah satu relawan.
“Yakin dong! Boleh, 'kan?”
“Wah, dengan senang hati kami menyambutnya,” sambut salah satu pengurus.
Cindy tidak sungkan berdiri di pinggir jalan meminta sumbangan bersama relawan yang lain. Melihat padatnya lalu lintas sore itu membuat ia dan relawan lainnya bersemangat turun ke jalan. Kebetulan hari sudah sore sehingga banyak pegawai kantoran maupun mahasiswa yang mengakhiri aktivitas mereka.
Bagi Cindy, ini adalah momen pertama dirinya turun langsung dalam kegiatan bakti sosial. Jika bukan demi Nathan, ia tidak sudi ikutan seperti ini, merelakan tubuhnya bau debu dan asap kendaraan.
Setiap kegiatan yang mereka lakukan selalu terekam dalam liputan kampus. Sehingga para mahasiswa yang mengakses situs kampus bisa tahu kegiatan mereka.
“Apa besok kita masuk di laman berita kampus?” tanya Cindy pada salah satu pengurus perempuan yang berkacamata. Keduanya berjalan ke pinggir trotoar. Berhubung hari sudah senja, jadi mereka sudah pada bubar.
“Iya. Karena setiap kegiatan yang kita lakukan, kita masukkan ke situs kampus. Bahkan, ke situs portal nasional. Agar masyarakat yang melihat berita tersebut tidak serta merta mencap mahasiswa sebagai pembuat onar demonstrasi, melainkan memiliki rasa simpati dan empati yang tinggi terhadap sesama.”
Cindy mangguk-mangguk pertanda mengerti penjelasan salah satu relawan kampus. “Oh, iya, kalau kalian ada kegiatan lagi, kabari gue, ya! Ini nomor gue.” Cindy menyodorkan nomor ponselnya. Usai teman barunya itu menyimpan nomornya, Cindy pun pamit, “Kalau gitu, gue pulang duluan, ya. Sampai jumpa pada kegiatan selanjutnya.”
“Iya. Kenalkan nama gue, Nita, anak akuntansi!” teriak gadis berkacamata tersebut, saat Cindy berjalan menuju mobilnya. Cindy yang mendengar pun hanya membentuk huruf 'o' dengan menyatukan ibu jari dan jari telunjuknya, pertanda ‘oke’.
***
Keesokan harinya, seperti harapan Cindy sebelumnya, berita tentang keikutsertaannya dalam penggalangan dana bagi korban bencana alam menjadi topik utama hari ini. Mereka tidak menyangka jika ada anggota relawan yang cantik dengan tulus berbaik hati ikut bergabung bersama mereka secara tiba-tiba saat sore hari kemarin.
Sepanjang koridor menuju lantai desain interior semua orang menatap Cindy dengan tatapan kagum. Bahkan, di antara mereka secara terang-terangan memuji perbuatan Cindy yang sangat mulia itu.
“Nath, lo tahu nggak kalau Cindy hari ini menjadi trending topik di laman kampus?” tanya Zakir, saat berjalan menuju perpustakaan. Keduanya janjian di sana untuk mencari buku referensi untuk mengerjakan tugas. Kebetulan, Widya dan Kartika sudah di sana lebih dulu, jadi sekalian mereka berkumpul di sela waktu free.
“Nggak. Dan gue nggak mau tahu lagi tentang dia!” sela Nathan yang malas membahas Cindy lagi.
Usai meletakkan tas di loker dan mengambil kartu, keduanya masuk ke dalam ruangan. “Dengar ya, Nath! Apa cuman gue yang liat, kalau belakangan ini Cindy jadi lebih berbeda gitu sikapnya? Sudah nggak judes dan sombong lagi. Apalagi hari ini, dari semenjak dia datang sikapnya ramah banget sama semua orang. Malah, kemarin jadi simpatisan penggalangan dana. Kayaknya sikap anak itu udah berubah baik, deh.”
“Gue sama sekali tidak tertarik mendengar apa pun beritanya. Udah, ah, jangan banyak bicara lagi kalau lo nggak mau diusir dari sini!” ujar Nathan mengingatkan Zakir yang sejak tadi berghibah layaknya seorang host presenter yang selalu memuji nama Cindy.
"Memangnya lo dibayar berapa, sih, sama dia, Zak? Muji Cindy terus sejak tadi?" decak Nathan pelan. Sejenak ia mencari keberadaan Widya dan Kartika, tetapi Zakir yang pertama melihat Widya melambaikan tangan di pojok ruangan, lalu menepuk bahu Nathan sembari mengangkat dagu guna memberitahu keberadaan Widya. Nathan mengulas senyum tipis melihat gadis yang paling manis. Mood-nya yang sempat rusak gara-gara mendengar nama Cindy, seketika membaik lagi. Zakir pun senyum-senyum sendiri, entah kenapa ia melihat Kartika begitu cantik hari ini. Keduanya pun bergegas melangkahkan kaki menuju sang pujaan hati.
***
Bukan hanya Zakir yang merasa aneh dengan sikap Cindy akhir-akhir ini. Widya, Kartika, maupun Edo juga merasakan jika Cindy sudah jauh berubah. Tidak seperti Cindy yang dulu mereka kenal yang terkesan arogan, pemaksa, dan sombong. Kini, Cindy jauh lebih baik dan ramah. Seakan Cindy yang mereka kenal saat awal masuk SMA sudah kembali.
Seperti hari ini, di kelas desain interior mereka dibagi per kelompok untuk proyek yang sedang mereka kerjakan. Kebetulan Widya, Nathan, dan Cindy menjadi satu kelompok. Jadi, Cindy berpikir bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk meraih perhatian Nathan. Membuat laki-laki itu jatuh hati pada pesona Cindy. Begitulah pikirnya.
“Wid, buat tugas kajian mengenai desain hotel, gimana kalau kita ambil example dari Martapura Hotel milik keluarga gue?” usul Cindy seraya memasukkan bukunya ke dalam tas bermereknya.
“Gue, sih, terserah Nathan aja.” Widya sejenak menyenggol lengan Nathan yang sejak tadi fokus pada ponsel di tangannya.
“Lihat gimana nanti aja,” sahut Nathan tanpa menoleh ke arah Cindy.
Perkataan singkat Nathan membuat Cindy senang. Walau Nathan masih jutek, menurut Cindy itu tidak masalah. Yang jelas Nathan sudah menerima masukannya.
"Gue harap dengan adanya proyek ini, Nathan akan semakin care sama gue," batin Cindy menatap Nathan sesaat.
***
Presentasi kelompok Nathan, Widya, dan Cindy mendapat nilai A+ dari dosen pemangku mata kuliah. Di antara semua kelompok, hanya mereka bertiga yang mampu mendapat predikat tertinggi. Dan dosen mereka menawarkan agar ketiganya mengikuti pameran interior di salah satu mall yang akan diadakan satu bulan ke depan.
“Bapak harap kalian mengambil kesempatan ini untuk mewakili kampus kita!” ujar dosen pemangku mata kuliah interior design.
“Terima kasih, atas tawarannya. Kami akan mempertimbangkan tawaran Bapak terlebih dahulu. Soalnya, kami rasa desain kami sangat sederhana dan tidak percaya diri ikut bersaing dengan perusahaan property lain,” imbuh Nathan.
“Siapa bilang desain kalian sederhana. Menurut bapak, konsep kalian itu sungguh luar biasa. Bapak yakin, jika belum ada perusahaan property mana pun yang mempunyai ide kreatif seperti ini. Oh, iya, bapak penasaran dari mana kalian dapat ide cemerlang ini?” tanya pak Arif selaku dosen yang membina mereka.
“Kami terinspirasi dari konsep hotel Martapura yang kebetulan hotel itu milik keluarga Cindy, Pak. Jadi, kami bisa mengembangkan konsep yang ada sehingga perbedaannya sangat jauh berbeda, tetapi dengan tujuan yang sama yakni konsep go health, and go green,” papar Nathan.
“Wah, ide kalian memang luar biasa. Besar harapan bapak kalau kalian ikut pameran nanti. Kalau ada yang kalian butuhkan seputar informasi pameran, kalian bisa datangi bapak di ruangan.”
“Iya, Pak, terima kasih.”
Usai kepergian dosen mereka, Widya berteriak sangat senang. “Yes! Finally kita bisa ikut pameran juga. Ini semua berkat ide Cindy yang mengusulkan konsep hotel keluarganya.”
“Ah, bukan apa-apa, kok. Gue senang jika kelompok kita mendapat kesempatan ikut pameran property berskala nasional seperti itu. Ini kesempatan yang sangat langka, lho,” sahut Cindy merendah. Gadis itu harus mempertahankan sikap dan perilakunya di hadapan Nathan. Bukan tanpa alasan, ia ingin dengan apa yang dilakukannya akan mendapat respons yang bagus dari Nathan, dan perlahan laki-laki itu akan jatuh hati padanya.
Nathan memang membenarkan perkataan Cindy, tetapi lelaki itu tidak akan mudah percaya begitu saja. “Perubahan lo terlalu drastis, Kita lihat, sampai berapa lama lo mampu bertahan,” batin Nathan, sejenak memandang ke arah Cindy yang sedang asyik berdiskusi dengan Widya. Cindy yang menyadari itu pura-pura tidak tahu, walaupun debaran jantungnya berdetak tidak menentu.
“Yah, tapi setidaknya lo punya andil besar di kelompok kita. Lo yang mengundang kita ke hotel milik keluarga lo untuk cari inspirasi dan konsep baru yang sesuai dengan tema kita,” tambah Nathan.
Widya mengangguk menyetujui. “Betul banget. Lo sangat membantu kita, Cin.”
Seutas senyum seringai terbit di bibir Cindy, “Lo masuk jebakan gue, Nath,” batinnya.
“Ya sudah kalau gitu, gue sama Nathan pamit duluan, ya,” lanjut Widya.
“Oh, iya, silakan. Gue juga udah mau balik,” ujar Cindy memperlihatkan kunci mobilnya ke hadapan Widya. Ia berpura-pura berlapang dada melihat kedekatan Widya dengan pujaan hatinya.
Mereka bertiga melangkah bersama menuju ke parkiran. Widya sudah masuk ke dalam mobil Nathan. Sebelum masuk menyusul Widya, sejenak Nathan berkata pada Cindy yang kebetulan mobilnya terparkir di sebelahnya.
“Thanks. Kita semua nggak bakal dapat nilai bagus tanpa saran dari lo.”
Perkataan Nathan, membuat Cindy terkesiap. Ia yang sudah bersiap masuk ke dalam mobil tiba-tiba berhenti sejenak saat Nathan mengajaknya berbicara. Hatinya seolah melambung ke udara.
“Apa gue bilang. Akting gue bagus, 'kan? Baru beberapa hari, Nathan sudah care sama gue. Apalagi, kalau gue berakting pura-pura baik di depannya terus-menerus. Mungkin sebentar lagi dia akan takluk dan berlutut di depan gue,” batin Cindy.
“Cin … Cindy!” teriak Nathan yang melihat lawan bicaranya malah melamun. Cindy pun terperanjat.
“I-iya, Nath, sama-sama. Ini kan tugas kelompok, jadi harus dikerjakan bersama-sama, ‘kan?” kilahnya gugup.
Nathan mengangguk. “Ya sudah, lo, hati-hati di jalan! Gue duluan,” pamit Nathan, lalu masuk ke dalam mobil.
“Iya, Nath. Lo juga hati-hati!” balas Cindy dengan hati berbunga-bunga. Mendapatkan perhatian dari seorang Nathan, laki-laki yang selama ini menjadi incarannya membuat Cindy benar-benar bahagia. “Tidak sia-sia gue berakting selama beberapa hari ini,” ujar Cindy tertawa puas saat sudah berada dalam mobilnya. Ia lekas menginjak gas mobilnya meninggalkan kampus dengan perasaan gembira.
Sementara itu pikiran Nathan tidak berhenti berprasangka mengenai Cindy. “Jangan harap gue mudah percaya dengan segala kebaikan, lo. Gue kenal lo nggak cuma sehari-dua hari. Lo nggak cukup pintar buat kamuflase. Okey, gue ikutin permainan lo,” batin Nathan.
...***...
Cindy belum kapok ternyata, kita ruqyah saja bagaimana?
Yuk, ramekan komentar! Tombol like jangan lupa ditekan, gift juga agak banyakan. Biar othornya senang. 🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Kᵝ⃟ᴸуυℓ∂єρ
cindy gak tobat² yah
2022-05-24
1
Ay_katsuki
sumingkir sumingkir 🤣🤣
2022-03-02
1
Ani Aira
Lo jual gw beli gitu ya Nath
2022-03-01
1