...***...
"Gue ... gue bingung mesti jawab apa?" Widya berkata gugup. Baru kali ini juga, ia merasa gugup ketika berhadapan dengan Nathan.
"Lo tinggal jawab 'iya' aja, apa susahnya?" desak Nathan sedikit tertawa. Walaupun sebenarnya, ia ingin memaksa.
Widya pun berdecak, "Nggak segampang itu, kali!" cicitnya pelan, tetapi masih bisa terdengar dengan jelas oleh Nathan.
"Jadi lo mau nolak gue?" cetus Nathan, sorot matanya terlihat sendu.
Seolah dipojokkan, Widya merapatkan bibirnya seraya mengerjap kaku. Ia semakin bingung dengan jawabannya. Jujur, ia juga sudah merasa nyaman dengan Nathan. Kebersamaan mereka selama ini membuat Widya merasa tidak pernah kekurangan kasih sayang.
Dulu, sebelum Widya mengenal Nathan, dia sempat mengira jika Nathan menyukai dirinya, dengan sikap Nathan yang suka menggoda. Namun, seiring berjalannya waktu, Widya akhirnya paham jika Nathan adalah lelaki yang suka bercanda. Makanya ia tidak pernah menggubris jika Nathan terus menggodanya. Dan untuk sekarang, setelah ia tahu jika Nathan serius mencintai dirinya. Widya belum siap untuk kembali menjalin hubungan cinta, karena Widya tidak ingin terluka karena cinta untuk ke sekian kalinya.
"Gue minta maaf, Nath! Gue beneran nggak bisa."
"Kenapa? Apa karena lo masih cinta sama Harsa?"
Widya tercekat seiring dengan keningnya yang berkerut. "Kenapa lo selalu berpikiran kayak gitu?" tanyanya sedikit kesal.
"Soalnya akhir-akhir ini lo lebih deket sama Harsa. Gue jadi cemburu," jawab Nathan lirih. Mimik wajahnya dibuat nelangsa, berharap Widya mengasihani dirinya.
Widya malah ingin sekali tertawa melihat wajah Nathan, tetapi dirinya tidak tega. Ia pun memilih untuk tersenyum saja. "Lo nggak perlu memasang wajah kayak gitu! Keputusan gue akan tetap sama. Gue nggak bisa nerima lo. Bukan karena Harsa atau lelaki mana pun. Gue cuma mau konsentrasi sama kuliah gue aja, dan ... gue masih takut untuk memulai hubungan cinta lagi."
Penjelasan sekaligus penolakan Widya tentu saja membuat Nathan kecewa. Namun, ia tidak bisa memaksakan kehendaknya. Ia mengerti dengan keadaan Widya. "Gue ngerti, kok, tapi gue harap lo nggak bakalan berubah sikap sama gue walaupun lo udah tahu perasaan gue ini. Jangan menjauh dari gue, ya!"
Permintaan Nathan membuat hati Widya sedikit terenyuh. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas, membentuk sebuah senyum merekah. "Ya nggak, lah. Asal sikap lo nggak nyebelin lagi!" tukas Widya. Berusaha mencoba menyingkirkan rasa canggung yang menyapa.
"Memangnya gue nyebelin?"
"Banget!" sahut Widya. Lalu melanjutkan kegiatannya menikmati kue yang sempat ia tunda sebelumnya.
Melihat Nathan yang tiba-tiba termenung membuat Widya merasa bersalah. Niat hati ingin mencairkan suasana dengan candaan recehnya, tetapi entah kenapa tanggapan Nathan malah di luar prediksinya.
"Nath, lo ko diem aja? Kasian itu kuenya lo anggurin dari tadi." Widya menjadi canggung kembali, sikap Nathan benar-benar berbeda hari ini.
Apalagi ketika lelaki itu hanya membalas ucapan Widya dengan seulas senyuman getir, membuat hati Widya sedikit khawatir. Apakah setelah ini persahabatan mereka akan berakhir?
"Nath, lo sendiri yang bilang barusan. Walaupun gue nggak bisa nerima cinta lo, gue harus bersikap biasa aja. Gue tadi cuma bercanda. Kenapa lo masukin dalam hati, sih?" tanya Widya dengan tatapannya yang serius. Sorot matanya tersirat rasa takut.
Nathan menatap Widya balik. Pandangan mereka terkunci dalam diam. Kedua netra Widya yang berkelipan karena pantulan dari cahaya lampu sekitar, kini menjadi pusat perhatian Nathan. Membuatnya semakin jatuh cinta, dan ingin menyelaminya hingga ke dasar. "Lo cantik banget, sih, Wid!"
Widya tersentak mendengar itu, walaupun tak ayal wajahnya pun tersipu. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Mencoba menetralkan aliran darahnya yang tiba-tiba berdesir. "Lo emang nyebelin!" decak Widya kesal.
"Kenapa? Sekarang lo yang takut kalau gue bakalan membenci lo?"
Ekor mata Widya melirik sinis Nathan. Ia ingin berkata 'iya', tetapi rasa ego dan gengsinya terlalu tinggi untuk melakukan itu. Ia memilih diam dan melanjutkan makannya.
"Aduh, Sayangku. Lo imut banget, sih, kalau cemberut!" Sikap tengil Nathan muncul lagi, ia menjulurkan tangannya untuk mencubit pipi Widya dengan gemas.
"Nathan ... sakit, tau!" sungut Widya, sembari menepis tangan Nathan.
Lelaki itu tertawa, berusaha bersikap tegar walaupun hatinya terasa seperti terbakar, karena cintanya bertepuk sebelah tangan.
***
Pagi yang cerah disambut cahaya mentari yang gagah, tetapi tidak membuat seorang pemuda terbangun dalam tidurnya. Selimut tebal yang menutupi sebagian tubuhnya seolah menggantikan hangatnya mentari pagi, membuatnya semakin terbuai dalam dunia mimpi.
"Nath, Nathan ... bangun, Nak! Memangnya kamu nggak kuliah hari ini?" Suara Liana yang diiringi dengan suara ketukan pintu terdengar menggema di luar sana. Berusaha menarik Nathan untuk kembali ke dunia nyata.
Hingga beberapa kali suara itu terlontar, akhirnya ada yang berhasil menembus gendang telinga Nathan. "Nathan ... ini udah jam delapan. Kamu mau bangun jam berapa?"
Kalimat itu yang terdengar oleh indera pendengaran Nathan. Membuatnya sontak terperanjat, lalu meraih jam weker yang berada di atas meja di samping tempat tidur. Kedua matanya yang masih sipit memperhatikan jarum jam yang menunjuk ke angka delapan. "Sial, gue kesiangan!" sungut Nathan, lalu menyimpan jam itu sembarangan, dan menyibak selimutnya dengan kesal.
Ia turun dari ranjangnya, lalu berjalan menuju pintu. Karena suara sang mama di luar sana belum berhenti untuk membangunkannya. Hingga gagang pintu itu bergerak, suara itu pun berhenti sejenak.
"Kamu nggak kuliah?" Pertanyaan itu yang langsung terlontar dari mulut Liana, ketika lelaki tampan itu menunjukkan wajah bantalnya.
"Aku kesiangan, Ma. Kenapa nggak dibangunin dari tadi, sih?" protes Nathan pada mamanya.
"Eh, kenapa jadi nyalahin mama? Kamu aja yang tidurnya kayak kebo. Mama udah tiga kali balik ke sini buat bangunin kamu, tau! Katanya mau ngejar Widya, bangun aja masih kesiangan."
Mendengar nama Widya disebut, Nathan jadi teringat sesuatu. Ia tersentak dengan kedua bola matanya yang membulat. "Astaga ... gue harus jemput Widya!" pekik Nathan sembari menepuk keningnya.
"Tuh, 'kan. Cepet siap-siap! Nanti keburu Widyanya diambil orang baru tahu rasa, kamu!"
"Mama jangan bikin Nathan down, dong! Kasih semangat anaknya, kek! Semalam dia abis nolak aku," cicit Nathan berlagak manja, Liana pun tertawa.
"Iya, iya ... semangat, anak mama! Berusaha terus, sampai hati Widya luluh, ya!" ucap Liana sembari mengacak rambut Nathan, dan membuatnya semakin berantakan.
"Gitu, dong. Nathan mandi dulu, ya!" Nathan tersenyum lebar, lalu mencium pipi mamanya. "Love you, Ma!" ucap Nathan, lantas pergi menuju kamar mandi.
Liana tidak berkata apa-apa, ia hanya tersenyum sembari menggelengkan kepalanya melihat tingkah Nathan seperti itu. Lalu menutup pintu kamar anaknya, sebelum ia pergi dari sana.
***
Suara bising kendaraan di jalanan yang padat itu seolah menertawakan nasib Nathan. Bagaimana tidak? Berawal dari insiden kesiangan, yang membuatnya ditikung oleh saingan, dan kini harus dilengkapi dengan kemacetan.
"Sial banget, sih, gue hari ini! Gue udah buru-buru jemput Widya, malah keduluan sama si Harsa. Brengsek, tu anak!" sungut Nathan dengan emosi yang memburu. Ia tekan klakson mobilnya berkali-kali dengan penuh tenaga, berharap semua kendaraan itu menyingkir dari hadapannya.
Namun, kemacetan memang tidak diharapkan oleh semua orang. Bukan hanya Nathan yang kesal, melainkan pengemudi lainnya juga merasakan. Bahkan, pengemudi mobil yang berada di depan mobil Nathan langsung menyembulkan kepalanya ke luar jendela mobil. "Woy, berisik! Udah tau macet. Sabar, dong!" teriaknya memarahi Nathan.
Nathan ingin sekali keluar dan mengajak orang tersebut baku hantam, tetapi akal sehatnya tidak mengizinkan. Lelaki itu sadar, jika dirinya yang salah. Ia pun diam saja setelah mengembuskan napas pasrah.
Setelah menempuh perjalanan alot menuju kampus, Nathan memarkirkan mobilnya, lalu bergegas turun dari mobil ingin segera mencari Widya. Namun, seseorang yang datang menghampirinya membuat hati Nathan semakin panas saja. "Makhluk ini lagi!" decak Nathan seraya melemaskan bahunya. Kedua keningnya mengernyit diiringi tatapan jijik.
Apalagi saat orang itu tanpa tahu malu langsung menggandeng tangannya sembari berkata, "Nath, masuk bareng, yuk!" Dialah Cindy, fans fanatik Nathan yang mulai beraksi.
...***...
Yaaah, ditolak, dong.
Kayaknya othornya belum ikhlas Nathan diambil orang 🤭
Udah Senin, nih. Kasih vote sama giftnya, ya. Kali aja othornya berubah pikiran 😎
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Ay_katsuki
astogee, masih nongol aja si piyik 😒😒
2022-03-02
1
Sufisa ~ IG : Sufisa88
no komen 🤣🤣
2022-02-17
2
Tina Maulana 🍉
besok2 nembak Widya bawa pistol ya Nat, pasti langsung diterima.
2022-02-08
2