...***...
Nathan menghempas kasar tangan Cindy yang tengah melingkar cantik di lengannya.
“Aw ...,” ringisnya, saat tanpa sengaja tangannya terhempas ke body mobil milik Nathan. “Lo kasar amat, sih, Nath. Sakit, tau!” Cindy melihat punggung tangannya yang memerah, lalu meniupnya pelan.
“Sh*t! Mobil gue!” umpat Nathan, tanpa memedulikan Cindy yang tengah merengek manja, ia justru melihat body mobilnya, khawatir jika tergores.
“Tangan gue yang sakit, Nath, bukan mobil lo!”
“Bodo! Untung aja mobil gue nggak lecet gara-gara tangan lo. Kalau sampai mobil gue lecet, gue bakal bikin perhitungan sama lo,” ancam Nathan. Matanya menatap tajam ke arah Cindy.
“Lo kalau sama gue kenapa nggak ada lembut-lembutnya, sih, Nath?”
“Lo nggak pantes diperlakukan lembut!” sergah Nathan.
Cindy menatap sayu bola mata indah milik Nathan, “Salah gue apa, sih, Nath, sampek bikin lo nggak mau deket-deket sama gue?”
“Masih belom nyadar juga? Salah lo banyak. Termasuk cara lo ngedeketin gue, bikin gue muak!” hardik Nathan.
“Emang salah, ya, Nath, kalau gue pengin selalu deket sama orang yang gue cintai?” lirih Cindy.
“Salah! Karena gue nggak suka sama cara murahan kayak gitu!” Nathan mulai malas hingga tidak bisa mengontrol ucapannya.
“Sulit banget, ya, buat lo menghargai sedikit aja perasaan gue? Gue cinta sama lo sejak dulu, tapi sedikit pun lo nggak pernah kasih gue kesempatan. Justru di pikiran lo isinya cuma ada Widya." Cindy menepuk-nepuk dadanya, sembari berkata, "Gue, Nath, gue yang cinta sama lo, bukan Widya! Dan lo tahu itu, tapi lo nggak mau menatap ke arah gue bentar aja. Kasih gue kesempatan sekali aja, buat gue ngebuktiin kalau gue pantes dapetin cinta lo!”
Tatapan Cindy masih sendu, ia berharap sedikit saja belas kasih dari Nathan agar mengizinkannya untuk dekat dengan cowok yang ia kagumi sejak dulu itu.
“Gue?” Nathan menunjuk dirinya sendiri, lalu menunjuk ke arah Cindy, “Kasih kesempatan buat, lo?”
Cindy mengangguk penuh harap, seakan ada angin segar untuk rasa cintanya yang sejak dulu sudah bersemai.
“Kalau lo kasih kesempatan, gue janji bakal jadi cewek yang nurut. Gue akan lakukan apa aja, biar lo seneng dan bisa balas perasaan gue. Gue bakal setia, nggak seperti Widya yang mudah berpaling hati. Jadi, kasih gue kesempatan sekali aja, Nath!” ucap Cindy antusias. Matanya berbinar penuh pengharapan hingga tanpa ia sadari ucapannya yang menyinggung tentang Widya membakar emosi Nathan.
“Sorry. Gue nggak pernah kasih kesempatan buat cewek murah kayak lo! Dan jangan pernah bandingkan diri lo sama Widya! Lo sama Widya itu ibarat langit sama bumi. Lo nggak akan pernah bisa menyamai posisi Widya di hati gue, maupun di hidup gue, sedikit pun! Ngerti!” tegas Nathan. Matanya nyalang menatap Cindy tak suka. Tangannya mengepal erat hingga menampilkan buku tangannya yang memutih.
Seandainya yang mengatakan hal buruk tentang Widya adalah seorang cowok, tentu bogem mentah sudah mendarat di mulut lemes itu, tetapi sayangnya, yang mengatakan hal itu adalah Cindy. Tentu ia berpikir ratusan kali untuk memukul seorang cewek, yang bisa Nathan lakukan hanya menahan amarahnya. Ia tidak akan pernah terima siapa pun menjelek-jelekkan Widya.
Sedangkan Cindy seperti diterbangkan ke awan kemudian dihempaskan ke dasar bumi yang paling dalam. Remuk, hancur tidak berbentuk. Perkataan Nathan seperti belati yang mengoyak hati Cindy. Ia tidak pernah menyangka orang yang ia cintai dan ia puja tega mengatakan hal yang membuat hatinya terluka.
“Lo jadi cewek mahal dikit napa? Jadi cewek, kok, nggak punya harga diri!” sinis Nathan, “Apa cinta yang lo punya itu segitu rendahnya, sampek lo mohon-mohon minta dikasih kesempatan?” Nathan tersenyum mengejek. Ia memindai Cindy dari bawah hingga atas. “Kesempatan yang gue kasih itu terlalu berharga buat cewek licik kayak lo, yang tega menjatuhkan temannya demi kepentingan sendiri. Jadi, stop deketin gue! Stop ngejar-ngejar gue kayak cewek yang nggak laku! Sampai kapan pun, nggak akan pernah terlintas dalam pikiran gue buat deket sama makhluk kayak lo! Tingkah lo yang gak tahu malu itu bikin gue tambah enek lihat muka lo.”
Nathan berlalu meninggalkan Cindy yang terpaku. Ia tahu jika apa yang ia katakan terlalu kejam, tetapi ia sendiri juga sudah terlalu muak menghadapi tingkah Cindy yang kadang kelewatan. Dan, ya! Ini adalah kesempatannya untuk membalas perbuatan Cindy di masa lalu.
Sementara itu Cindy bergeming di tempat. Air matanya luruh begitu saja. Seperti luka yang ditaburi garam, hatinya terasa begitu perih mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Nathan. Dadanya terasa begitu sesak, tubuhnya terasa lemah. Sekuat tenaga ia mencoba melangkahkan kakinya meninggalkan area parkir. Jadwal kuliah yang harusnya ia ikuti pun diabaikan. Ia butuh waktu untuk menata hatinya.
Cindy menghapus kasar air mata yang tidak mau berhenti menetes membasahi pipi putihnya. Ia juga mengabaikan pandangan orang yang penuh keingintahuan tentang keadaannya. Ia bergegas masuk ke dalam mobilnya dengan kaki yang masih bergetar.
Bahunya bergerak naik-turun, seirama dengan suara sesenggukan yang keluar karena tangis. Alunan tangisnya yang menyayat hati seakan menjadi melodi pemecah keheningan di dalam mobil. Hatinya terasa begitu pilu, siapa pun yang mendengar tangisnya akan merasa iba akan keadaannya.
Cindy menyandarkan kepalanya pada kemudi mobil. Memeluk erat kemudi yang ada di depannya. Ia menumpahkan semua rasa sakit yang tengah ia rasa. “Lo jahat, Nath! Lo brengsek! Gue tulus sayang sama lo, tapi kenapa lo tega ngomong sekasar itu sama gue?” Mengambil tisu, ia mengelap ingus yang ikut ke luar bersamaan dengan air matanya yang masih setia membasahi pipinya.
“Murah? Lo bilang gue murah?” Cindy tertawa dalam tangisnya, menertawakan dirinya sendiri yang sudah dengan bodohnya menunggu sekian tahun untuk lelaki yang tidak pernah mencintainya. Justru perlakuan buruk yang ia dapatkan.
“Bodoh! Lo bodoh, Cin! Berhenti mencintai manusia tak tahu diuntung seperti dia! Lo cantik, Lo bisa dapetin cowok yang lebih baik dari si brengsek itu.” Cindy berbicara pada dirinya sendiri. Apa yang baru saja terjadi benar-benar mengguncang jiwanya.
Cindy mulai menyemangati dirinya sendiri, ia mengambil sebotol air mineral, lalu menenggaknya hampir setengah botol. Pandangannya lurus ke depan, netra coklatnya menangkap sosok yang berhasil membuatnya menangis bombay tengah berjalan beriringan bersama Widya. Senyum Nathan yang dulu membuatnya jatuh cinta, kini tak ubahnya seperti racun yang mematikan rasanya.
“Cukup cinta gue selama ini buat lo! Mulai sekarang, yang ada di hati gue buat lo cuma rasa benci. Hanya benci! Lo lihat aja nanti! Apa yang bakalan gue lakuin sama lo dengan rasa sakit hati ini. Gue nggak akan maafin lo dengan mudah. Brengsek!” Cindy terus saja mengumpat kasar. Untaian kata serapah ia suguhkan untuk Nathan.
Air mata yang sempat mengering itu kembali menetes. Sudut hatinya yang lain merasa tidak terima dengan keputusan yang baru saja ia buat, tetapi mengingat semua perkataan Nathan membuat hatinya kian membara karena dendam. Menginjak pedal gas, ia mulai meninggalkan area kampus.
...***...
Kata-kata Nathan kurang pedes, nggak, Gengs?
Kalau kalian jadi Cindy, kira-kira Nathan mau diapain? 😅
Tulis di komentar, ya. Makasih 🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Ani Aira
hadeeuuhh...Cindy janji mau jd yg terbaik buat Nathan malah ngejelekin Widya di dpn Nathannya pula gubrak deh
2022-03-01
1
Yusma Aryandi
si Nathan mulutnya kayak bon cabe level 50 .... asin rasanya 😁😁😁
Eh Cindy udah ngapa sih loe minggat sono, gangguin orang aka sih loe
2022-02-10
1
kis kis kisra 😘😘
kayak nya bang Nath abis makan bon cabe level 30 pedess... mana kagak di filter lagi
2022-02-09
0