...Happy Reading.... ...
...***...
Kuliah dalam satu kampus tidak membuat Widya, Nathan, Harsa, Karin, Kartika, Edo, dan Zakir selalu bertemu. Alasannya bisa karena jadwal kuliah mereka yang berbeda dan jarak gedung setiap jurusan yang jauh. Saat Karin dan Kartika ada kuliah pagi, Widya dan Nathan bisa jadi jadwal kuliahnya siang. Begitu pula dengan Harsa, Zakir, dan Edo. Hingga meluangkan waktu untuk berkumpul pun sulit dilakukan karena kesibukan masing-masing. Seperti malam ini, mereka memutuskan melakukan video call karena sudah seminggu lebih mereka tidak bertemu.
“Assalamualaikum.” Widya mulai melakukan video call bersama teman-temannya. Gadis itu duduk bersandar pada headboard ranjangnya.
"Waalaikumsalam,” jawab Karin dan Kartika bersamaan dengan posisi yang sama dengan Widya.
"Waalaikumsalam.” Harsa yang sibuk mencatat pun turut menjawab dengan ponsel yang ia posisikan berdiri di meja belajarnya.
"Waalaikumsalam, Cantik,” jawab Nathan tersenyum genit serta sebelah matanya mengerling nakal. Jangan tanya kerlingan itu untuk siapa, semua yang ada di sana pasti tahu jika itu untuk Widya.
"Kalau ada orang salam itu di jawab Edo!" Karin menegur Edo yang masih asyik bermain game pada layar komputer yang menyala.
"Waalaikumsalam." Spontan Edo menjawab, dia hanya melirik sebentar, lalu kembali fokus pada game-nya. Hal itu membuat temannya yang lain menggelengkan kepala melihat kelakuannya.
"Zak, lo ngapain, sih, sudah mulai ini?" Harsa meletakkan pulpennya dan kembali fokus dengan panggilan grup mereka. Ia merasa heran dengan Zakir yang layarnya masih mati padahal panggilan sudah tersambung.
"Tunggu, woy! Gue lagi di toilet."
“Ih, ngapain lo di toilet?” Kartika yang merasa kepo pun bertanya dengan wajah ingin tahunya yang kentara.
“Yakin, mau tahu?” goda Zakir.
“Apaan, sih?” cecar Kartika.
“Jangan bilang lo lagi itu?” sembur Harsa.
“Zakir jorok!” sarkas Karin seakan tahu apa yang sedang dilakukan Zakir di toilet.
“Emang lo tahu, gue lagi ngapain?” Zakir balik bertanya.
“Lo lagi BAB, ‘kan?” tuduh Karin.
“Ish ...,” desis Zakir, “Sok tahu, lo!” lanjutnya.
“Terus, lo ngapain, dodol?" Karin yang merasa dipermainkan Zakir mulai kesal. Sementara yang lain hanya diam menyimak perdebatan Zakir dan Karin.
“Lagi nyukur bulu ketiak.” Itu bukan suara Zakir, melainkan suara Harsa yang menjawab pertanyaan Karin.
“Sial!” umpat Zakir, “Kenapa lo buka rahasia gue goblek!” Zakir yang tidak terima rahasia besarnya terbongkar mulai emosi, sedangkan teman-teman yang lain seketika tertawa terbahak-bahak sampai Edo yang masih bermain game merasa sakit perut, karena menahan tawa. Zakir segera ke luar dari toilet lalu menghidupkan kameranya.
“Eh, seriusan, Zak, lo cukur bulu ketiak?” tanya Widya setelah tawa mereka reda.
“Kayak cewek aja, lo, Zak,” timpal Karin.
“Ya ... mau gimana lagi, gue ‘kan pecinta kebersihan,” jawab Zakir dengan entengnya.
“Gak macho lo, Zak!” ejek Nathan, “Atau ... lo kalo pagi jadi Zakir, tapi lewat tengah malam jadi Zava?” Nathan menaikkan sebelah alisnya kemudian tangannya melambai memperagakan seperti banci kaleng yang sedang ngamen di jalan, “Hey, Cin, mau mampir nggak?” Nathan masih dengan senang hati mem-bully sahabatnya itu. Lagi, tawa mereka pecah karena ulah Nathan hingga meneteskan air mata.
“Resek, lo!” Zakir hanya bisa pasrah menjadi bahan kejahilan teman-temannya. Ia tidak pernah marah meski kadang mereka kelewatan, karena dia tahu, semua itu hanyalah sebuah candaan. Bahkan ia rela melakukan apa pun, asal persahabatan mereka tetap rukun seperti ini. Baginya, cukup sekali persahabatan mereka pernah diambang kehancuran.
Usai pembahasan mengenai bulu ketiak selesai, mereka pun menceritakan apa saja yang menarik bagi mereka, hingga Harsa mengungkapkan niatnya untuk mengajak teman-temannya ke Sentul. "Guys, akhir pekan kita ke Sentul, yuk! Mumpung ada book fair di sana. Ada tugas dan kebetulan juga ada buku yang mau gue cari."
"Sorry, Sa, gue nggak bisa. Papa ngajak gue ke undangan," tolak Edo, sembari mengunyah kacang disko yang ia pangku di atas sofa kamarnya. Sementara, Zakir beralasan sibuk mengantar mamanya ke arisan. Sedangkan, Kartika dan Karin juga tidak bisa ikut, karena masih ada tugas kuliah yang belum diselesaikan.
“Lo, Nath, ada agenda juga?” tanya Harsa menatap Nathan. “Iya, sorry, ya, gue mau jemput adek gue di bandara.” Jawaban teman-teman yang sibuk, membuat raut wajah Harsa sedikit kecewa. Haruskan ia pergi sendiri ke Sentul. Hening sejenak sampai akhirnya Widya mengatakan bisa ikut.
"Gue ikut, Sa. Kebetulan ada buku yang mau gue cari juga.” Ucapan Widya bagaikan setetes air di padang gurun. Begitulah pikir Harsa. Akhirnya senyum manis kembali mekar di wajah dan hatinya.
Tidak berlangsung lama, senyuman itu sirna ketika Nathan bersuara lagi. "Gue nggak jadi ke bandara jemput adek gue, deh. Paling mereka minta dijemput supir atau papa. Gue ikut, lo, Sa,” sambung Nathan.
Mengetahui Widya bisa ikut dengan Harsa, Nathan tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Apalagi kalau Widya dekat dan harus pergi berduaan saja. Nathan tidak ingin hal itu terulang lagi. Oleh karena itu, lebih baik ia membatalkan menjemput adiknya.
"Wid, gue jemput, lo, ya?" Merasa searah, Harsa mencoba menawarkan diri.
"Nggak bisa! Gue supirnya, jadi Widya gue yang jemput," tolak Nathan tegas, merasa tidak rela jika Widya satu mobil dengan Harsa. Entah karena cemburu atau hanya khawatir akan masa lalu.
"Widya searah sama gue, jadi biar gue yang jemput biar menghemat waktu, tau!" Harsa mencoba menawar lagi. Ia sadar cukup sulit bisa lebih dekat lagi dengan Widya, karena ada Nathan yang selalu siaga di samping Widya.
"Pokoknya gue—" belum selesai Nathan bicara Widya menghentikan berdebatan itu,
"Gue berangkat sama lo, Nat. Nanti pulangnya sama Harsa, titik!" Keputusan Widya sudah bulat. Dari pada Harsa dan Nathan masih memperdebatkan dirinya, lebih baik ia mengambil jalan tengah agar adil. Keputusan Widya disetujui oleh temannya yang lain.
"Udah, gitu aja, Wid! Lo kalau punya cowok dua emang harus adil," celetuk Zakir. Sontak mendapatkan pelototan mata dari Widya. Zakir nyengir menunjukkan deretan giginya. Tak ayal yang lain pun jadi tertawa.
Obrolan mereka berlanjut membahas apa saja. Yang penting sudah melepas rindu mendengar suara mereka. Sampai pukul 23.00 WIB mereka menyudahinya.
***
Sentul merupakan kawasan kota pegunungan dengan luas sekitar 3000 hektar, terletak di Bogor tidak jauh dari Jakarta. Di sana banyak terdapat objek wisata yang intragamble jadi sangat cocok buat semua kalangan yang suka ber-selfi ria.
Akhir pekan tiba. Seperti keputusan terakhir di video call, Widya datang bersama Nathan. Mereka kemudian menghubungi Harsa yang katanya sudah datang duluan.
"Sorry, gue telat angkat ponsel, soalnya lagi ngobrol teman kampus yang kebetulan ketemu di sini," sapa Harsa menghampiri Nathan dan Widya yang masih di gerbang tempat book fair berlangsung.
Nathan memutar bola matanya malas. "Lo yang ngajak, malah lo yang ketinggalan,” cibir Nathan. Ia selalu berdebat dengan Harsa. Bukan meluapkan kekesalan. Ia justru memang senang jika menyinggung laki-laki jangkung itu. Entah kenapa ia selalu menganggap Harsa sebagai saingan. Begitu juga sebaliknya dengan Harsa.
Sementara itu, Widya sendiri geleng-geleng kepala melihat sikap Nathan. Sedang Harsa, ia sudah terbiasa adu mulut dengan Nathan, asal jangan adu fisik. Ia sudah trauma dengan aksi Nathan yang membuat dirinya babak belur semasa SMA.
"Gue bukan ketinggalan, tetapi nunggu lo,” jawab Harsa dengan sinis.
Merasa atomosfer di antara Harsa dan Nathan memanas, Widya lebih dulu melangkahkan kaki agar mereka menyudahi perdebatan. “Sudahlah, lebih baik kita masuk!”
Nathan menyusul Widya. Meninggalkan Harsa. Ia meraih tangan Widya. Keduanya berjalan beriringan. Sementara Harsa, laki-laki itu masih terpaku di belakang melihat kejadian itu. Rasanya kesal sekali melihat Nathan bertingkah seperti pacar Widya, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, karena ia bukan siapa-siapanya Widya, dan kelihatannya Widya juga nyaman walau mencoba melarang Nathan menggandeng tangannya. Setelah tersadar Harsa mengikuti mereka berdua di belakang dengan wajah masam. Mereka habiskan waktu dengan mencari buku bersama dengan canda tawa dan perdebatan Nathan dan Harsa yang masih berlanjut di acara book fair.
"Aku ke toilet dulu, ya, kalian tunggu di sini!" perintah Widya, ketika mereka sudah selesai mencari buku. Saatnya beristirahat sambil mencari tempat nongkrong mengisi perut yang kosong.
"Lo kayaknya mau deketin Widya lagi, ya, Sa?" Dengan tatapan tajam Nathan bertanya pada Harsa.
"Maksud lo?"
"Lo sekarang jadi bodoh, ya? Pertanyaan seperti itu aja nggak bisa jawab!" Nathan berdecak mendengar jawaban Harsa.
"Enak aja, nilai gue selalu di atas. Bisa-bisanya lo bilang gue bodoh," sergah Harsa. Harsa memang tidak suka membahas tentang perasaannya pada Widya terutama pada Nathan dia merasa belum berani, dan tidak percaya diri mengungkapkan perasaannya mengingat kesalahannya dulu terlalu fatal.
"Gue nggak suka kalau lo deketin Widya, karena lo pernah bikin Widya terluka!”
"Karena gue pernah bikin Widya terluka, apa karena lo suka sama dia?" tanya Harsa, memandang intens Nathan, mencari cela yang membuat Nathan gelagapan sendiri. Lelaki itu memang belum bisa memahami perasaannya yang sebenarnya, apakah itu suka atau hanya karena merasa simpati saja pada Widya seperti SMA dulu. Tidak ingin dicurigai, Nathan malah membalikkan pertanyaan dengan santai.
"Maksud lo?" tanya Nathan pura-pura mengalihkan pandangan menatap sekitar area book fair.
"Lo itu pura-pura bodoh atau bodoh beneran, sih?" ejek Harsa. Mengingat respon Nathan seperti itu pada pertanyaannya yang pertama. Seolah dirinya membalikkan keadaan.
Nathan memandang Harsa penuh tanya, mencoba mencerna kata-kata yang diucapkan Harsa, kedua matanya menyipit tajam, hingga beberapa detik mereka berpandangan.
“Kalo kayak gini, orang bakal nyangka kita lagi pacaran, pandangan mulu dari tadi,” ucap Harsa mencoba mencairkan ketegangan yang ada, keduanya pun tertawa, menertawakan kekonyolan yang baru saja terjadi. Dari kejauhan Widya merasa heran melihat tingkah laku kedua teman cowoknya yang layaknya sepasang kekasih. Embusan napasnya terlontar kasar ke udara, sebelum dirinya melangkah mendekati mereka berdua.
"Sepertinya benar kata Zakir, kalian ada hubungan yang kami semua nggak tahu!” ucap Widya setelah menghampiri Nathan dan Harsa.
Keduanya pun berpandangan sejenak, kemudian tangan Nathan dan Harsa bersamaan mengusap kepala Widya berniat mengacak rambutnya, karena gemas dengan ekspresi Widya. Justru yang terjadi, tangan Nathan bertemu tangan Harsa di atas kepala Widya. Secara spontan keduanya sama-sama menarik kembali tangannya sambil bergidik ngeri. Tak ayal perilaku mereka membuat Widya tertawa terpingkal-pingkal. Baik Harsa maupun Nathan senang melihat tawa cerah Widya, hingga mereka berdua pun saling memandang dan tersenyum.
Usai menikmati makanan yang ada di restoran, Harsa mengajak Widya pulang, berhubung hari sudah malam. “Kita pulang sekarang, ya!" Harsa menarik tangan Widya dan Widya pun ikut berdiri merespons ajakan Harsa, karena sesuai perjanjian ketika pulang Harsa yang mengantarnya.
"Woiii! Tunggu dulu! Kalian mau ninggalin gue?” Nathan sengaja menepis tangan Harsa yang sedang menggandeng tangan Widya. Ia merasa tidak terima Harsa menggandeng Widya begitu saja.
Harsa menoleh, "Lo, ‘kan, sudah besar. Bisa pulang sendiri!” Dengan senyum mengejek Harsa melambaikan tangan meninggalkan Nathan. Widya ikut melambaikan tangan tanda perpisahan dengan Nathan.
"Duluan, ya, Nat!” pamit Widya.
...***...
...To be continued.... ...
Berantem aja tu si Harsa sama Nathan. Kalian dukung yang mana, Gengs 😅
Jangan lupa kasih like sama komentarnya 🥰
Klik favorit juga, sama kasih bintang tujuh, ya 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
istri nya suga
aku dukung author nya aja deh 🥰🥰🥰🥰🥰
2022-06-08
0
Ani Aira
yang terbaik ajalah buat Widya
2022-02-14
0
Ani Aira
Zakir klo ngomong suka bener
2022-02-14
0