...***...
Beberapa hari ini Kartika dibuat jengkel dengan ulah para sahabatnya. Mereka selalu saja menyinggung tentang perasaan dan hubungannya dengan Zakir. Dan yang paling membuat Kartika tambah kesal, yaitu ketika mereka berdua berada dalam satu tempat yang sama. Para sahabatnya semakin menjadi saja menggoda dirinya. Salah tingkah itu pasti, tetapi itu mampu dia tutupi dengan sikapnya yang pura-pura ketus pada Zakir.
Berbeda lagi dengan Zakir. Cowok itu justru menanggapinya dengan santai. Bahkan, ia lebih berani menunjukan perhatiannya pada Kartika.
Seperti hari ini, Kartika, Karin, Zakir, dan Harsa sedang makan bersama di kantin kampus. Zakir tanpa rasa malu memberikan banyak perhatian kepada Kartika. "Makan yang banyak, biar kuat menghadapi kenyataan, Tik!" oceh Zakir sambil memindahkan pentolan bakso di mangkok Tika. Lalu tiba-tiba duduk tegak, seraya menepuk-nepuk pundaknya sendiri, "Tapi kalau lo nggak sanggup menghadapi kenyataan, ada pundak abang yang siap menopang untuk lo bersandar,” imbuhnya lagi seraya menaikturunkan kedua alisnya.
"Apa-apaan, sih, Zak?! Gue sudah kenyang. Lagian gombalan basi aja, lo pakek! Nggak mempan sama gue, tau!" ketus Kartika menangapi perhatian Zakir, walaupun gadis itu tetap saja melahap bakso pemberian Zakir.
Harsa yang melihat tingkah teman di depannya cuma bisa geleng-geleng kepala, sembari memegang ponsel. Dia yang datang duluan bersama Zakir memang sudah selesai makan. Kini, keduanya tinggal menunggu Karin dan Kartika menyelesaikan makannya.
"Itu bukan gombalan, Tik, tapi perhatian." Kali ini Karin yang bersuara. Dengan tersenyum dia memperhatikan wajah Kartika yang bersemu merah. Kartika menyadari itu, maka dengan cepat dia mengubah ekspresinya menjadi muka ketus.
"Lagian yang butuh makan banyak itu, lo, Zak! Badan lo kelihatan lebih kurus." Omelan Kartika ditangapi dengan senyum jahil Zakir.
"Ini bukan kurus, tapi berotot, Tik," sanggah Zakir. "Eh, betewe ... makasih, ya, lo ternyata perhatian juga sama gue," sambung Zakir sembari mengerlingkan mata.
"Udah, woy, ngegombalnya! Di sini ada anak di bawah umur," protes Harsa. Tatapannya yang semula tertuju pada Zakir, berpindah ke Kartika. "Widya kemana, sih, Tik? Bosen gue nggak ada dia." Harsa yang merasa bosan, karena cewek pujaannya nggak kelihatan akhirnya memotong perdebatan Zakir dan Kartika.
"Mana gue tahu? Yang satu jurusan sama dia itu Nathan, mungkin belum selesai jam kelasnya." Dengan mulut penuh makanan, Kartika menjawab pertanyaan Harsa. Sehingga bibirnya jadi belepotan dengan kuah bakso. Zakir tidak tinggal diam. Ia dengan sigap mengambil tisu lalu mengelap bibir Kartika yang belepotan. Kartika ingin menolak, tetapi gerak refleks kepalanya ternyata kalah cepat dengan gerakan tangan Zakir yang kini sudah menempelkan tisu di bibirnya yang mendadak jadi bisu.
Harsa tidak tahan melihat kelakuan Zakir, ia pun berdecak lalu berdiri. "Gue pergi duluan, deh. Males gue jadi obat nyamuk kalian berdua!" gerundel Harsa lalu pergi meninggalkan temannya. Harsa sengaja pergi karena ingin memberi kesempatan pada Zakir agar bisa berduaan dengan Kartika, karena dia tahu jika sahabatnya itu ada rasa untuk Kartika. Karin yang seakan mengerti maksud Harsa juga ikut pergi dengan alasan pergi ke toilet.
"Gue ke toilet dulu, ya, Tik!" pamit Karin.
Kartika yang semula tertunduk, karena menyembunyikan wajahnya yang bersemu merah akibat perlakuan Zakir, sontak mendongak lalu mengangguk. Zakir sendiri merasa kaget dengan sikapnya yang spontanitas, dia merasa tidak rela melihat wajah manis Kartika harus terlihat belepotan. Mungkin itu insting seorang pria saja, pikirnya.
"Maaf, Tik, reflek! Lagian lo makannya kayak anak kecil aja, belepotan. Pernah dengar, nggak, lagu zaman dulu? 'Kalau makan jangan bersuara'." Zakir melontarkan bait lagu pada kalimat terakhirnya sembari bernyanyi.
"Gue tadi makan sambil jawab pertanyaan Harsa. Lo denger sendiri, 'kan, tadi Harsa nanya ke gue? Ya, gue jawablah!" cetus Tika ketus.
"Emang itu anak nanyanya aneh-aneh, udah tahu kalian nggak satu jurusan." Terdiam sejenak, Zakir sedikit ragu untuk melanjutkan kalimatnya. "Ehm ... Tik, besok malam lo ada acara, nggak?"
"Kenapa?" sahut Kartika.
"Jalan, yok!" Ajakan Zakir dengan sorot mata memohon, seakan membuat kerja jantung Kartika untuk memompa darah jadi lebih cepat. Sehingga jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya, dan mempengaruhi kerja otak Kartika sehingga responsnya jadi lambat.
Gadis itu malah tertegun sejenak sebelum dirinya menjawab, "Ki-kita nggak nongkrong sama temen-temen yang lain?" Dengan terbata-bata Kartika balik bertanya pada Zakir. Sosok Kartika yang ketus seperti biasanya tidak nampak sama sekali, berganti dengan sosok Kartika yang manis dan mengemaskan di mata Zakir. Sehingga membuat Zakir semakin yakin dengan perasaannya terhadap Kartika.
"Enggak. Gue pengin jalan berdua sama lo."
Deg!
Kaget dan bingung dengan jawaban apa yang harus Tika berikan kepada Zakir. "Apa ini seperti ajakan kencan?" gumam Kartika dalam hati.
Sesaat Kartika tertegun sampai akhirnya suara deheman Karin menyadarkannya. Ia pun urung menjawab pertanyaan Zakir.
"Ayo, Tik, kita balik ke kelas!" ajak Karin.
Dengan cepat Kartika berdiri, lalu berpamitan, "Kita duluan, ya, Zak."
"Ajakan gue gimana?" Zakir mempertanyakan jawaban atas ajakannya kepada Kartika, tetapi tanpa menoleh Kartika menjawab,
"Gue lihat dulu nanti, ya." Suara Kartika terdengar pelan, tetapi masih terdengar oleh Zakir. Lantas berlalu sambil menggandeng tangan Karin.
\*\*\*
Bukan tanpa alasan Kartika mengambil jurusan teknik industri, dia bercita-cita memiliki usaha sendiri di salah satu bidang industri yang sesuai dengan kemampuannya. Pastinya itu tidak mudah, dia akan memulai dengan menjadi karyawan di salah satu perusahaan besar di Jakarta terlebih dahulu sambil mengumpulkan modal. Harapan itu selalu ditanamkan di dalam pikirannya, mengingat papanya juga seorang karyawan swasta. Walaupun gajinya sekarang terbilang tinggi, tetapi sang papa pasti ada masa pensiunnya. Dan lagi kondisi papanya yang sering sakit, ditambah lagi dia masih memiliki dua orang adik, yang masih membutuhkan biaya untuk sekolah sampai kuliah.
Sambil menghela napas kasar, Kartika bersandar di salah satu sofa di ruang keluarga. Kedua matanya memandang layar televisi, tetapi pikirannya mengembara entah ke mana. Sebenarnya dekat dengan Zakir membuat dirinya merasa nyaman, apalagi dengan perhatian Zakir. Itu adalah sesuatu yang bisa membuat bibirnya selalu mengembangkan senyum setiap kali mengingatnya. Namun, apakah benar itu cinta? Apakah dia harus memelihara rasa itu dan memupuknya dengan menjalin hubungan dengan Zakir.
Pertanyaan seperti itu berkecamuk dalam pikirannya, sedangkan Kartika merasa hanya akan membuang-buang waktu jika harus berkomitmen dengan seorang laki-laki. Kartika ingin memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk mengejar mimpinya.
Suara dering dari ponsel yang menandakan satu notifikasi pesan masuk dari nomor WhatsApp seseorang membuat Kartika tersentak, lalu bergegas menyahut ponsel tersebut dan membuka isi pesannya.
Zakir: Tik, gimana? Jadi jalan, nggak?
...***...
Gantung, kan? Emang sengaja, biar penasaran 🤣🏃♀️🏃♀️
Jangan lupa like dan komentarnya. Dadah 👋👋
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
HeniNurr (IG_heninurr88)
Visualnya oke😍
2022-06-27
0
Ani Aira
cameon Tika
2022-03-12
1
Ani Aira
udah mulai terang²an nih Zakir
2022-03-12
1