BAB 6

...***...

Setelah kepergian Kartika, Nathan segera menuju ke ruang dosen. Ia ingat harus segera menyelesaikan tugasnya dengan salah satu dosen mata kuliah hari ini juga. Setelah hampir tiga puluh menit berada di ruang dosen, akhirnya ia bisa bernapas lega, semua tugasnya bisa diterima oleh sang dosen.

Sebelum beranjak pulang, ia berniat menelepon Widya untuk mengajaknya pulang bersama. Senyumnya mengembang mengingat wajah manis Widya. Mungkin dia rindu, karena sejak tadi pagi ia tidak ada waktu berduaan dengan Widya. Lelaki itu terlalu sibuk menyelesaikan beberapa tugas dari dosen.

Belum sempat ia menekan nomor Widya di ponselnya, ia kembali melihat pemandangan yang membuatnya geram. Lagi-lagi Harsa berhasil mencuri start darinya. Dari kejauhan ia melihat Harsa membukakan pintu mobil untuk Widya.

"Aaargh ... brengsek!" Nathan mengacak rambutnya frustrasi. "Lo kenapa malah pulang bareng Harsa, sih, Wid? Lo nggak bisa dengerin batin gue apa, 'kan dari tadi gue udah bilang mau ajak lo pulang bareng, dalam hati gue tapi." Nathan tersenyum miris, ia seolah menertawakan kebodohannya.

"Woy ... lo nggak sakit, 'kan, Nath?" Tiba-tiba Zakir menepuk bahu Nathan, membuat Nathan berjingkat kaget. Hampir saja ponsel yang berlogo apel separuh di genggamannya terlepas.

"Brengsek lo, Zak! Hampir saja ponsel gue jadi korban," gerutu Nathan sambil memukul kepala Zakir.

Zakir yang melihat muka Nathan yang seperti anak ayam yang kehilangan induknya, malah semakin tertawa terpingkal, "Lo kenapa? Muka lo persis kayak baju gue yang baru diangkat dari jemuran, kusut banget gitu." Zakir menghentikan tawanya, lalu memasang wajah serius. "Gue liat dari tadi lo ngomong sendiri, jangan-jangan lo stres, ya, Nath?" Zakir menempelkan punggung tangannya ke dahi Nathan, lantas melanjutkan tawanya yang sempat ia tahan. Ia tidak bisa menahan tawanya lagi ketika melihat mimik wajah Nathan yang terlihat seperti orang sawan.

"Resek, lo! Udah, ah, gue duluan. Kelamaan sama lo di sini takut lo jatuh cinta sama gue," decak Nathan meninggalkan Zakir yang masih tertawa melihat tingkah Nathan yang menurutnya aneh. Walaupun Zakir masih penasaran, tetapi ia membiarkan sahabatnya untuk pergi.

"Dasar sableng! Hati-hati, Nath! Takutnya kesambet lo di gang depan." Zakir masih terus menggoda Nathan, ia berteriak setelah Nathan jauh memberi jarak. Membuat Nathan semakin kesal, ia tidak bisa apa-apa selain menghela napas kasar, lalu melanjutkan langkahnya tanpa berkomentar.

***

Setibanya di rumah, Nathan bisa bernapas lega, karena adik-adiknya belum pulang dari sekolah. Jadi, ia bisa segera masuk ke kamarnya tanpa harus meladeni keusilan adik-adiknya terlebih dahulu.

Berharap bisa menghilangkan sedikit penat dan kugusaran pikirannya sejak tadi, ia langsung membersihkan diri di kamar mandi. Setelah mandi dan merasa lebih segar, Nathan lekas mangambil ponselnya yang tergeletak di atas tempat tidur, lalu duduk di tepinya. Ia ingin menghubungi Widya, entah apa yang dirasakannya saat ini. Ia masih bingung mendeskripsikannya.

Setelah mengambil ponselnya, niatnya terhenti, ia urungkan menelepon Widya. Ia kembali memikirkan perkataan Kartika tadi di kampus. "Apa iya gue ada rasa sama lo, Wid?" gumamnya.

Nathan melihat galeri fotonya, di sana banyak foto-foto kebersamaannya bersama Widya. Ia tersenyum melihat wajah manis Widya dan mengingat semua tingkah konyolnya bersama Widya. "Masa, sih, gue jatuh cinta sama lo?" batin Nathan lagi. Sambil tersenyum ia menggelengkan kepalanya. "Ah, nggak mungkinlah! Tika mana tahu apa itu jatuh cinta, dia sendiri aja jomlo." Nathan terkekeh pelan, mencoba menepis perasaannya.

Nathan masih mencoba mengabaikan ucapan Kartika. Ia lekas menelepon Widya. Baru sekali nada dering panggilan terdengar, suara yang ia nantikan langsung menyambar di seberang sana.

"Hallo, Assalamualaikum. Lo kemana aja, sih, Nath? Seharian ngilang nggak ada kabar, gue kira lo kabur ke Singapura lagi. Lo nggak sakit, 'kan? Lo baik-baik aja, 'kan? Gimana tugas lo tadi, udah beres semua, 'kan?" Widya mencecar pertanyaan tanpa jeda, membuat Nathan tidak bisa menahan tawanya, ia membayangkan betapa paniknya muka Widya saat berbicara seperti itu.

"Aduh, Sayang. Pelan-pelan, dong, ngomongnya! Kalau mau ngasih pertanyaan itu satu-satu! Sabar, sabar! Abang Nathan nggak akan kemana-mana, kok. Alhamdulillah masih sehat wal'afiat ini," kekeh Nathan, "eh, iya ... waalaikumsalam. Sampai lupa, 'kan, aku jawab salamnya. ups ... gue maksudnya," sambung Nathan sedikit gugup, "Lo sih, Wid, nyerocos terus. Gue jadi lupa, 'kan, pertanyaannya apa aja tadi, gue harus jawab apa dulu?" Nathan memejamkan kedua matanya sejenak, berusaha mengalihkan rasa gugupnya. Ia merasa heran kenapa dirinya bisa segugup itu ketika menelepon Widya. Ada apa dengan dirinya? Bukankah selama ini sudah terbiasa melakukan panggilan telepon dengan gadis itu?

Widya tertawa mendengar ocehan Nathan, ia lega bisa mendengar suara Nathan. Jujur ia memang khawatir, karena biasanya Nathan selalu usil kepadanya. Namun, untuk hari ini di kampus, sejak jam mata kuliah terakhir selesai, ia tidak melihat Nathan. Makanya ia memilih untuk makan di kantin bersama Harsa. Saat Harsa mengajaknya pulang bersama, ia tidak menolaknya karena tadi Karin dan Kartika bilang kalau mereka akan pulang telat. Keduanya masih ada tugas dari salah satu dosen juga. Widya mengira Nathan juga sudah pulang karena tidak melihatnya sejak tadi.

"Kok diem, sih, Sayang? Kenapa, lo kangen sama gue, ya?" Suara Nathan membuyarkan lamunan Widya.

"Ih ... apaan sih, lo, Nath, nyebelin banget, deh!" sanggah Widya. "Ya udah, terus lo nelepon gue sekarang mau ngomong apa?" tanya Widya ketus, ia jengkel karena Nathan selalu saja jahil memanggilnya 'sayang' padahal mereka hanya sebatas sahabat.

"Galak banget, sih, Sayang! Gue tahu, kok, rindu itu berat makanya jangan ditahan, dong!" Bukannya berhenti, Nathan malah semakin menggoda Widya.

"Apa, sih! Gue tutup nih, teleponnya." Widya berdecak kesal.

"Eh, eh ... bentar, dong! Gitu aja ngambek. Besok gue jemput lo, ya! Besok ada kelas pagi, 'kan, kita?" sahut Nathan.

"Nggak bisa, Nath. Besok gue udah janji mau bareng Harsa," jawab Widya.

"Lho, kok, bareng Harsa lagi, sih, Wid? 'Kan, tadi lo udah pulang bareng sama dia. Kenapa jadi keterusan, sih? Gue, 'kan, udah bilang jangan deket-deket sama Harsa lagi! Nanti dia salah paham, kalau dia suka sama lo lagi gimana?" Suara Nathan terdengar penuh intimidasi.

"Kok, lo tahu gue tadi pulang bareng Harsa, Nath? Bukannya tadi lo udah pulang duluan, ya?" tanya Widya.

"Gue belum pulang, tadinya mau ngajak lo bareng, tapi Harsa udah nyuri start duluan. Lo, sih, mau aja diajak bareng dia. Kenapa nggak nungguin gue aja tadi?" Nathan masih emosi mengingat kejadian tadi di kampus.

"Lah, lo malah nyalahin gue, sih. Mana gue tahu kalau lo masih di kampus tadi, elonya ngilang—"

"Widya ...." Terdengar teriakan ibunya Widya dari luar kamar.

"Udah, ah! Sampai ketemu besok di kampus, ya. Gue dipanggil bunda, tuh. Assalamualaikum." Widya menutup sambungan teleponnya tanpa menunggu balasan dari Nathan. Membuat Nathan sontak menarik ponselnya dari telinganya, lalu menatapnya heran.

"Waalaikumsalam. Gimana, sih, main tutup aja! 'Kan, gue yang nelepon, Wid," gerutu Nathan walaupun tidak terdengar oleh Widya. Ia sangat kesal, merasa diabaikan oleh Widya.

"Sial!" Lagi-lagi Nathan mengumpat dalam hati, niatnya menelepon Widya agar sedikit mengurangi kegundahan hatinya ternyata malah semakin membuat dirinya dilema.

"Pulang sama Harsa, makan sama Harsa berangkat di jemput Harsa. Lo gimana, sih, Wid?! Nanti kalau Harsa deketin lo lagi gimana? Lo mau Harsa nyakitin lo lagi? Arghh ... brengsek!" Nathan mengepalkan tangannya, ingin sekali ia melampiaskan kekesalannya, tetapi pada siapa? Entahlah, ia semakin bingung dengan perasaannya. Dan akhirnya, hanya kasur yang tidak bersalah yang terpaksa jadi pelampiasan bogem mentahnya.

***

Di kampus, Nathan yang baru turun dari mobilnya disuguhkan dengan pemandangan yang membuat hatinya makin tidak baik-baik saja.

Saat melihat Harsa yang berjalan beriringan dengan Widya sambil sesekali mereka tertawa bersama, Harsa yang juga sering mengusap kepala Widya. Widya yang tidak menolak perlakuan Harsa, membuat Nathan benar-benar tidak tahan lagi.

Rahangnya mengeras menahan amarah. Ia tidak suka melihat kedekatan Widya dan Harsa. Cemburu? Mungkin itulah yang ia rasakan sekarang, tetapi kenapa ia harus cemburu? Ia bukan siapa-siapanya Widya. Nathan mengusap wajahnya kasar, emosinya tertekan oleh perasaan yang tidak bisa ia artikan.

Karin dan Kartika datang bersamaan dengan Zakir dan Edo. Nathan mencoba bersikap sebiasa mungkin, ia tak ingin di ejek lagi oleh Zakir.

Prediksinya salah ternyata, Kartika yang memang sudah mengamatinya dari tadi langsung menghampirinya dan berkata, "Makanya kalau cinta itu bilang, nanti kalau kelamaan mikir, terus Harsa maju duluan kelar hidup lo!"

Seketika Zakir, Edo, dan Karin beralih menatap Nathan seolah menuntut penjelasan.

"Lo suka sama Widya, Nath?" tanya Zakir.

"Wah, saingan lo berat! Sang mantan, Bro." Edo berkata sambil memegang bahu Nathan.

"Jadi beneran, ya, lo suka sama Widya, Nath?" Karin memastikan juga.

"Ngomong apa, sih? Jangan dengerin! Tika emang suka ember. Masuk, yuk! Tumben kalian barengan, ada kelas pagi juga?" Nathan mencoba mengelak sambil mengajak para sahabatnya segera meninggalkan parkiran.

"Enak aja, lo bilang gue ember, awas aja kalau sampai lo beneran jadian sama Widya! Lo harus traktir gue makan menu kesukaan gue di cafe Hamber selama sebulan! Kalian saksinya, ya!" Kartika berucap sambil menunjuk jari ke arah para sahabatnya satu persatu.

Ketiga sahabatnya kompak memberikan tanda jempol tanda setuju, lalu tergelak bersama.

Nathan yang merasa tersudut, hanya tersenyum kecut dan berlalu pergi mendahului teman-temannya. Ia bingung dengan perasaannya sendiri.

Setelah mata kuliah hari itu selesai, Nathan yang tidak bisa mengontrol kecemburuan menghampiri Harsa, saat Harsa berjalan sendiri di koridor perpustakaan. "Sa, lo bisa nggak, sih, jangan deket-deket sama Widya?! Lo harusnya sadar, lo udah pernah nyakitin dia, jangan PHP-in Widya lagi!" Nathan berkata tanpa mau berbasa-basi.

Harsa berhenti melangkah, tubuhnya berbalik menghadap Nathan. Salah satu sudut bibirnya terangkat ke atas, membentuk sebuah senyuman miring di sana. "Kenapa? Lo cemburu? Takut bersaing sama gue?" Harsa berbicara dengan sarkas. Senyuman smirks masih membingkai di bibirnya seperti meremehkan Nathan.

"Kita udah sama-sama dewasa, Nath. Udah bukan Anak SMA lagi. Gue tahu, lo suka juga, 'kan sama Widya? Jadi, mari bersaing secara sehat!" Harsa berkata lagi sembari menepuk-nepuk bahu Nathan, kemudian berlalu pergi meninggalkannya.

Nathan tercenung seketika, ucapan Harsa seolah menusuk hatinya. Sikapnya yang uring-uringan melihat kedekatan Widya dan Harsa layaknya orang gila, bodoh, dan tidak masuk akal. Membuat Nathan semakin dilanda kebingungan.

...***...

Othor: Siapkan nyali, ya. Kayaknya besok Nathan dan Harsa bakalan berduel.

Tizeen: Duel rebutin Widya?🤔

Othor: Bukan.

Tizeen: Terus 🙄

Othor: Duel rebutin othornya 😎

Tizeen: Fix, gue nggak baca bab besok.

Othor: Heh! 🙄

Jangan dengerin tizeen, ya! Ikuti terus kisah mereka, tinggalkan jejak sama komentarnya juga, sama gift seikhlasnya. Makasih 🥰🤗

Terpopuler

Comments

Ay_katsuki

Ay_katsuki

kudu diiling-iling iki

2022-03-02

1

Ani Aira

Ani Aira

seru nih klo sampe mereka baku hantam

2022-02-27

1

Ani Aira

Ani Aira

dalem hati mah ngomong sendiri Nath aneh aja sih

2022-02-27

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 BAB 5
6 BAB 6
7 BAB 7
8 BAB 8
9 BAB 9
10 BAB 10
11 BAB 11
12 BAB 12
13 BAB 13
14 BAB 13.1
15 BAB 14
16 BAB 14.1
17 BAB 15
18 BAB 16
19 BAB 17
20 BAB 18
21 BAB 19
22 BAB 20
23 BAB 21
24 BAB 22.1
25 BAB 22.2
26 BAB 23
27 BAB 24.1
28 BAB 24.2
29 BAB 25
30 BAB 26
31 BAB 27
32 BAB 28
33 BAB 29
34 BAB 30
35 BAB 31
36 BAB 32
37 BAB 33
38 BAB 34
39 BAB 35
40 BAB 36
41 BAB 37
42 BAB 38
43 BAB 39
44 BAB 40
45 BAB 41
46 BAB 42
47 BAB 43
48 BAB 44
49 BAB 45
50 BAB 46
51 BAB 47
52 BAB 47.1
53 BAB 48
54 BAB 49
55 BAB 50
56 BAB 51
57 BAB 52
58 BAB 53
59 BAB 54
60 BAB 55
61 BAB 56
62 BAB 57
63 BAB 58
64 BAB 59
65 BAB 60
66 BAB 61
67 BAB 62
68 BAB 63
69 BAB 64
70 BAB 65
71 BAB 66
72 BAB 67
73 BAB 68
74 BAB 69
75 BAB 70
76 BAB 71
77 BAB 72
78 BAB 73
79 BAB 74
80 BAB 75
81 BAB 76
82 BAB 77
83 BAB 78
84 BAB 79
85 BAB 80
86 BAB 81
87 BAB 82
88 BAB 83
89 BAB 84
90 BAB 85
91 BAB 86
92 BAB 87
93 BAB 88
94 BAB 89
95 BAB 90
96 BAB 91
97 BAB 92
98 BAB 93
99 BAB 94
100 BAB 95
101 BAB 96
102 BAB 97.1
103 BAB 97.2
104 BAB 97.3
105 BAB 98
106 BAB 99
107 BAB 100.1
108 BAB 100.2
109 BAB 101
110 BAB 102
111 BAB 103
112 BAB 104
113 BAB 105
114 BAB 106
115 BAB 107.1
116 BAB 107.2
117 BAB 108
118 BAB 109
119 BAB 110
120 BAB 111
121 BAB 112
122 BAB 113
123 BAB 114
124 BAB 115
125 BAB 116
126 BAB 117
127 BAB 118
128 BAB 119.1
129 BAB 119.2
130 BAB 120
131 BAB 121
132 BAB 122
133 BAB 123
134 BAB 124
135 BAB 125
136 BAB 126
137 BAB 127
138 BAB 128
139 BAB 129
140 BAB 130. END
Episodes

Updated 140 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
BAB 5
6
BAB 6
7
BAB 7
8
BAB 8
9
BAB 9
10
BAB 10
11
BAB 11
12
BAB 12
13
BAB 13
14
BAB 13.1
15
BAB 14
16
BAB 14.1
17
BAB 15
18
BAB 16
19
BAB 17
20
BAB 18
21
BAB 19
22
BAB 20
23
BAB 21
24
BAB 22.1
25
BAB 22.2
26
BAB 23
27
BAB 24.1
28
BAB 24.2
29
BAB 25
30
BAB 26
31
BAB 27
32
BAB 28
33
BAB 29
34
BAB 30
35
BAB 31
36
BAB 32
37
BAB 33
38
BAB 34
39
BAB 35
40
BAB 36
41
BAB 37
42
BAB 38
43
BAB 39
44
BAB 40
45
BAB 41
46
BAB 42
47
BAB 43
48
BAB 44
49
BAB 45
50
BAB 46
51
BAB 47
52
BAB 47.1
53
BAB 48
54
BAB 49
55
BAB 50
56
BAB 51
57
BAB 52
58
BAB 53
59
BAB 54
60
BAB 55
61
BAB 56
62
BAB 57
63
BAB 58
64
BAB 59
65
BAB 60
66
BAB 61
67
BAB 62
68
BAB 63
69
BAB 64
70
BAB 65
71
BAB 66
72
BAB 67
73
BAB 68
74
BAB 69
75
BAB 70
76
BAB 71
77
BAB 72
78
BAB 73
79
BAB 74
80
BAB 75
81
BAB 76
82
BAB 77
83
BAB 78
84
BAB 79
85
BAB 80
86
BAB 81
87
BAB 82
88
BAB 83
89
BAB 84
90
BAB 85
91
BAB 86
92
BAB 87
93
BAB 88
94
BAB 89
95
BAB 90
96
BAB 91
97
BAB 92
98
BAB 93
99
BAB 94
100
BAB 95
101
BAB 96
102
BAB 97.1
103
BAB 97.2
104
BAB 97.3
105
BAB 98
106
BAB 99
107
BAB 100.1
108
BAB 100.2
109
BAB 101
110
BAB 102
111
BAB 103
112
BAB 104
113
BAB 105
114
BAB 106
115
BAB 107.1
116
BAB 107.2
117
BAB 108
118
BAB 109
119
BAB 110
120
BAB 111
121
BAB 112
122
BAB 113
123
BAB 114
124
BAB 115
125
BAB 116
126
BAB 117
127
BAB 118
128
BAB 119.1
129
BAB 119.2
130
BAB 120
131
BAB 121
132
BAB 122
133
BAB 123
134
BAB 124
135
BAB 125
136
BAB 126
137
BAB 127
138
BAB 128
139
BAB 129
140
BAB 130. END

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!