...***...
Suara dering dari ponsel yang menandakan satu notifikasi pesan masuk dari nomor WhatsApp seseorang membuat Kartika tersentak, lalu bergegas menyahut ponsel tersebut dan membuka isi pesannya.
Zakir: Tik, gimana? Jadi jalan, nggak?
Lama Kartika hanya memandanginya, sampai akhirnya dia mengetik jawaban.
Kartika: Oke, di mana? Jam berapa?
Di sebrang sana Zakir berseru ‘yes’ lalu mengetik kembali pesannya.
Zakir: Taman, yuk! Jam 7.
Kartika: Emang gue anak kecil diajak ke taman 🙄
Antara ingin tertawa dan gemas dengan ide Zakir, Kartika hanya mengulum senyum.
Zakir: Emang anak kecil aja yang pergi ke taman? Lo salah, Tik, banyak orang dewasa yang nongkrong di sana murah meriah cuma modal cilok sama Boba 🤣🤣
Kartika: Nggak modal lo 😒😒
Zakir: Canda, Tik. Tenang aja, lo mau apa aja gue turutin.
Zakir: ya sudah, nanti gue jemput, ya?
Kartika: Oke.
Zakir: 🥰🥰🥰
Kartika tersenyum geli melihat bentuk emoticon pada chat terakhir Zakir. Senyum itu masih bertahan sampai dia tidak sadar kedua orang tuanya sudah pulang dari rumah sakit. Papanya memiliki asam lambung akut, jadi mengharuskan sang papa sering pergi ke rumah sakit untuk periksa.
"Kakak asyik banget senyum-senyum sendiri, sampek mama salam nggak dijawab,” protes mama ketika melihat anaknya tersenyum sendiri sambil memandangi HP. Mama mendudukkan tubuhnya di sofa di samping kanan Kartika begitu juga sang papa yang duduk di samping kiri anaknya tersebut.
"Maaf, Ma, Tika nggak dengar. Gimana keadaan Papa, sehat?"
"Alhamdulillah, tapi kata dokter Papa nggak boleh kecapean."
"Tu, Pah." Kartika menoleh pada papanya, "Papa harus banyak istirahat, dan nggak boleh capek-capek!" Sambil memijat tangan papanya pelan.
Kartika merasa iba dengan keadaan papanya yang terlihat semakin hari semakin berumur malah semakin kurus. Dia berjanji akan belajar dengan bersungguh-sungguh, dan mengesampingkan urusan lainnya agar ketika lulus, dia akan mudah mendapatkan pekerjaan dan bisa membantu orang tuanya.
***
Di sebuah kamar yang bergaya manly milik Harsa, telah terjadi keributan di pagi hari, pelakunya yang tidak lain adalah Zakir. Membuat si empunya kamar tidak habis pikir, mimpi apa dia semalam, pas bangun harus bertemu si Bokir.
"Sa, bangun, woy! Ayo, joging!" Berapa kali dia mengguncangkan badan sahabatnya itu dengan seruan yang sama. Berharap sahabatnya bangun dan menuruti keinginannya.
Namun, setelah seruan ke sepuluh akhirnya Harsa membuka matanya, itu pun dengan malas-malasan, "Apaan, sih, Zak. Ini hari libur, gue mau tidur sepuasnya," cicit Harsa dengan suara parau khas bangun tidur.
"Joging, yok, joging! Nggak baik anak muda pagi-pagi malas-malasan. Nanti rezeki lo dipatok orang."
"Patok ayam," sanggah Harsa cepat.
"Patok orang, lah. Rezeki lo, 'kan, Widya. Lo mau Widya diambil Nathan duluan?
Harsa mendengus kesal, bisa-bisanya Zakir membahas hal itu pagi-pagi. Membuat mood-nya rusak saja. Ia pun beranjak duduk. "Ada apa? tumben lo ngajak joging, biasanya juga lo yang paling susah bangun pagi," tanya Harsa.
"Nggak ada apa-apa, gue cuma pengen sehat aja."
Harsa mencebikkan bibirnya tanda tidak bisa menerima jawaban sahabatnya itu. "Bilang aja lo mau curhat, pagi-pagi udah ke rumah gue!" tebak Harsa. Lelaki itu sudah hafal dengan kebiasaan temannya yang sok ngajak joging, padahal ujung-ujungnya pengin minta pendapat atau harus mendengarkan keluhan sahabatnya itu.
Tebakan Harsa memang benar. Zakir sedang galau, karena rencananya mengajak Kartika untuk jalan ternyata gagal. Cewek itu beralasan tidak bisa keluar, karena papanya sedang sakit. Hingga akhirnya mereka melalui malam dengan sambungan telepon saja.
Kartika bercerita tentang kondisi papanya dan juga tentang harapannya. Dari situ Zakir bisa menyimpulkan, bahwa cewek itu tidak ingin menjalin hubungan dengan siapa pun termasuk Zakir, sebelum harapannya terwujud. Walaupun dari sikap Kartika sendiri Zakir bisa merasakan cewek itu juga ada rasa dengannya.
"Lo gimana sama Widya, Sa?" Zakir mengalihkan masalahnya, dia malah membahas tentang perasaan Harsa terhadap Widya.
"Maksud, lo?"
"Semua orang tahu lo pinter, Sa. Jangan sampai citra lo hancur dengan jawaban lo itu. Lo nggak sebodoh itu buat ngerti maksud pertanyaan gue."
Harsa terkekeh dengan ocehan Zakir. "Gue harus jawab apa? pertanyaan lo itu yang spesifik. Lo tanya gue sama Widya. Ya, gue sama Widya ... ya, gitu, deh. Kayak yang lo lihat." Sambil mengangkat kedua pundaknya Harsa menangapi Zakir.
"Lo nggak ada niat buat ungkapin perasaan lo, Sa? Lo nggak takut Widya jadian sama Nathan? Kesempatan lo akan hilang, Sa." Pertanyaan beruntun dari Zakir membuat Harsa menjadi heran. Sebenarnya yang mau curhat itu Zakir apa dia, sih? Namun, Harsa tetap menjawab. Sebenarnya itu cara Zakir mencari solusi atas masalahnya. Ia ingin mendengar cara Harsa menyikapi perasaan yang sama seperti yang ia rasakan sekarang.
"Zak, gue emang cinta sama Widya, tapi gue nggak punya keberanian untuk mengungkapkan perasaan ini, gue takut justru itu membuat dia nggak nyaman dengan hubungan persahabatan kita. Gue nggak ada kepercayaan diri untuk ungkapin perasaan ini ke dia lagi, setelah apa yang gue lakukan ke dia dulu. Biarlah seperti sekarang ini gue akan ada di saat dia butuh gue."
"Lo nggak takut dia jadian sama Nathan, dan akhirnya loh nggak punya kesempatan."
Harsa mengedikkan bahunya, "Mau bagaimana lagi, dia memang lebih dekat dengan Nathan dari pada gue. Lo pernah dengar ungkapan 'bentuk cinta tertinggi adalah mengikhlaskan'. Nah, lo sendiri dengan Tika gimana? Kok, malah jadi gue, sih, yang lo suruh curhat?"
Zakir nyengir menunjukkan deretan giginya yang putih, lalu berkata sendu, "Kayaknya gue mau kayak lo aja, deh. Mencintai dalam diam." Jawaban Zakir seketika membuat Harsa tertawa, karena melihat mimik wajah Zakir yang tidak biasa.
"Emang kenapa? Lo ditolak sama Tika? Kalau gue lihat, sih, Tika kayaknya juga suka sama lo."
"Nggak tau, lah. Gue belum ungkapin perasaan gue ke dia, tapi dia sudah ngasih sinyal aja, kalo dia nggak mau pacaran dengan siapa pun, termasuk gue. Dia cuma mikirin keluarganya. Papanya lagi sakit-sakitan, sedangkan kita tahu dia punya dua adik yang masih butuh banyak biaya buat kuliah nanti. Gue jadi kasihan dan salut sama dia, dan itu membuat rasa sayang gue bertambah buat dia."
"Lalu apa keputusan lo?" tanya Harsa penasaran.
"Seperti lo, gue akan tetap mencintainya dan selalu ada di samping dia, selalu siap untuk dia saat membutuhkan gue. Cinta memang nggak harus memiliki, tapi jika kita sudah berjodoh pasti Allah akan memberikan jalan."
"Aamiin ... bijak sekali sahabat gue ini!" Sambil mengajukan kedua jempolnya Harsa menangapi keputusan Zakir. Dia juga bangga melihat sahabatnya yang terlihat lebih dewasa, tidak seperti biasanya yang hanya terlihat kocak saja.
...***...
Udah dulu, ya. Lanjut besok lagi 🤗
Makasih udah setia ngikutin karya Eska'er, semoga suka. Apalagi yang ngasih krisan dan like-nya. Makasih banget pokoknya. Love you, All 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Ani Aira
rasanya gimana mencintai dalam diam tuh?
2022-03-12
1
Ani Aira
keren Zakir
2022-03-12
1
Ani Aira
ini kenapa pada demen banget yaa mencintai dalam diam..
wooyy...thor pengalaman pribadi kah?🤭🙏
2022-03-12
0